[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Sebab Akibat

Senin, 08 April 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Sebab Akibat


Akhir minggu sudah hampir habis, dan Jaka mengisinya dengan bebersih ipad yang sudah kebanyakan file gaje, dan meng-upgrade beberapa aplikasi yang sudah out of date. Sedang Rara menghabiskan sorenya berteleponan dengan seorang sahabat masa kecilnya dulu. Sesekali Jaka mendengar tawanya, sampai...

"Okay... Sampe ketemu yaa, take care," kata Rara sambil menutup telepon.

Setelah itu, ia menghambur ke arah suaminya dan menangis.

"Loh," Jaka kaget. "Kenapa?"

"Temenku," jawab Rara dengan tersedu, "Ternyata baru saja bercerai... Suaminya selingkuh, huhuhu..."

"Oh..." Jaka meletakkan ipad-nya dan memeluk Rara. "Tapi kenapa kamu yang nangis, ya?"

"Ya kan aku sedih," yang ditanya membela diri. "Aku marah, karena tau banget perjuangannya temenku itu menikah sama mantan suaminya. Sampe jatuh bangun, dia. Tapi sekarang ditinggal, huhuhu..."

"Kamu sudah dapet cerita, kenapa sampe dia ditinggal?" Jaka mengelus rambut Rara untuk menenangkan.

Mendadak, Rara terdiam. Teman masa kecilnya itu memang menghadapi tantangan besar saat memutuskan untuk menikah dengan mantannya itu. Tapi ia ingat, betapa sang sahabat dulu pernah punya seorang kekasih yang sangat dicintai...

"Mungkinkah..." Rara menduga-duga, "...dia selingkuh duluan?"

"Aku ngga tau," jawab Jaka apa adanya. "Dan mungkin ngga ada yang bisa tau apa yang sebenarnya terjadi, Ra. Dalamnya hati orang kan tidak terukur."

Tiba-tiba, hijab emosi Rara tersingkap, membuat pikirannya jernih kembali. Bayangan-bayangan berkelebatan di kepalanya -kelebatan-kelebatan sesi curhat berdua dengan temannya. Tentang kekasih yang terpaksa diputuskan karena perjodohan -kekasih yang saking sayangnya sampai tidak menikah dan berjanji menunggu jandanya...

"Iya... Mungkin begitu..." katanya setengah melamun. "Ia sudah ditunggu kekasihnya yang dulu..."

"Kalo iya kenapa, kalo ngga kenapa, Ra?" Jaka bertanya. "Apakah itu jadi urusanmu?"

Rara menggeleng. "Ya ngga siy..." akunya. "Tapi aku tadi udah terlanjur ikut marah karena mantan suaminya meninggalkannya. Aku kan kepikiran anak-anaknya juga."

Jaka tersenyum maklum. "Sekarang, bisakah kamu melihat bahwa semua yang terjadi adalah netral adanya, dan hanya merupakan rangkaian sebab dan akibat semata?" 

Rara menggeleng lagi, walau ia bisa melihat arah pembicaraan suaminya.

"Kalau seseorang mengambil langkah A, maka yang kemungkinan besar terjadi adalah B lalu C," Jaka menjelaskan. "Begitu juga jika langkah yang diambilnya tidak jadi A, tapi X, maka yang paling mungkin terjadi adalah Y dan Z."

Rara mengangguk.

"Lalu, pantaskah B dan C, juga Y dan Z dianggap sebagai anugerah atau musibah?" tanya Jaka. "Ataukah semua itu netral saja, hanya merupakan konsekuensi logis atas diambilnya langkah, A dan X?"

Rara mengangguk lagi.

"Jadi A hanyalah sebuah karma, dengan B dan C sebagai buahnya?" ia bertanya. "Begitu pula dengan yang terjadi pada X, Y, dan Z, semua hanyalah serangkaian sebab dan akibat. Just like a chain reaction, domino effect? "

Jaka tersenyum mendengar bagaimana Rara menganalogikan. "Untuk itu, tidak perlu berbangga hati berlebihan kalau tetiba kita menang lotere atau dapat keberuntungan tertentu. Karmamu sendiri yang menjadi sponsornya," jelasnya lagi. "Begitu pula dengan kemalangan, bisa jadi itu adalah hasil dari perbuatan sendiri yang mewujud di kemudian hari."

"Jadi begitu ternyata, ya?" tanya Rara. "Semua adalah manifestasi hukum sebab-akibat saja?"

Jaka tersenyum lagi. 

"Dan bahwa semua itu netral adanya, lalu kitalah yang melabelinya dengan keberutungan atau kemalangan --lupa, kalau kita sendiri yang menyebabkannya?" sang istri bertanya lagi, membuat suaminya hanya tersenyum lagi dan lagi. 

"Sebentar..." satu hal tiba-tiba mendesak untuk dipertanyakan. "Kalau semua bergerak atas hukum semata, lalu Tuhan ngapain?"

"Lah..." kali ini Jaka tertawa. "Pikirmu siapa yang menciptakan hukum yang serba sempurna itu? Kamukah?" ia terkekeh geli.

Rara jadi ikut tertawa mendengarnya. Ia membayangkan kemungkinan itu dan menggeleng lagi keras-keras. Sungguh tidak mampu ia, mengkordinasikan dan mengkondisikan semuanya. Mengadakan B lalu C sebagai konsekuensi dari A, dan lain sebagainya. Belum lagi menyelaraskan semua hal yang berhubungan dengannya, seperti orang-orang yang terlibat, tempat kejadian perkara, dan tentu saja waktu yang pas untuk terjadinya -supaya kemudian jadi sah mengatakan 'semua indah pada waktunya'...

Lalu, dipeluk dan dikecupnya Jaka, sambil berterima kasih pada semesta atas pengkordinasiannya yang sempurna. Juga pada Sang Maha Sumber, atas kesempatannya untuk hidup dan belajar di bumi, beserta segala hal yang dikondisikan untuk pembelajarannya. Maka nikmat mana yang mampu didustakan?

******
Baca lagi kisah kasih mereka di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka

9 komentar:

  1. Udah lama ngga baca cerita fiksi kaya gini, adem rasanya.. jadi kangen novel teenlit *eeeh

    BalasHapus
  2. Foksi Rara dan Jaka ini jadi mengingatkanli tentang siapa yang tidak selaras dengan kita akan tersingkir dengan sendirinya *cmiw

    BalasHapus
  3. Sering lihat di wall FB Teh Putu ttg Rara dan Jaka ini, penasaran, dan di sini lah aku pagi ini, menyimak sepotong episodenya. Kereeen!

    Ntar kalo ada waktu mau baca episode2 lainnya, ah!

    BalasHapus
  4. Teh ga niat memasukkan karakter baru nih? Biar Rara dan Jaka gak kesepian gitu hihih

    BalasHapus
  5. Semuanya terjadi karena ada Allah, Sang Pencipta yg Maha Sempurna penciptaanNya.

    BalasHapus
  6. Makanya ya teh kalau denger sesuatu itu jangan ditelan bulat-bulat alias ngambil kesimpulan sendiri. Apalagi ngegosipin orang ke orang banyak tanpa tau sebab-sebabnya. Parah pisan itu mah. :))

    BalasHapus
  7. dalam Islam kita mengenal "Tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya .....

    Jika mengimani kalimat tersebut, hati kita akan damai

    BalasHapus
  8. Asa udah lama gak baca Jaka dan Rara. Mau baca episode-episodeyg terlewat aah. Terusin teh :)

    BalasHapus
  9. Apa pun menimpa kita itu atas izinnya jadi tak boleh ada celah utk sombong berbangga diri...hehe, banyak hal yg bs diambil hikmahnya ya di setiap kejadian, membuat kita harus semakin membuka diri banyak hal yg kita tidak tahu sehingga berpengaruh pada pemahaman kita tentang hidup dan kehidupan.

    BalasHapus