[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Sebuah Pesan Penting; To Love and To Serve

Jumat, 05 April 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Sebuah Pesan Penting; To Love and To Serve


Sore hari nanti, Rara sudah harus masuk kelas dan mengajar lagi. Begitu pula dengan Jaka, yang sedang bersiap ke luar kota lagi memenuhi panggilan tugas. Bedanya, yang satu masih merasa nyaman dengan liburannya, dan yang satunya lagi semangat.

"Hiks..." Rara manyun memandangi jadwalnya yang berjajar. 

Jaka tertawa. Ditinggalkannya backpack yang sudah separuh terisi untuk memeluk istrinya.

"Kenapa...?" tanyanya penuh sayang. 

"Males... Masih mau libur..." jawab yang ditanya. "Nanti ajalah masuknya, kalo udah pemilu, biar selesai dulu hiruk-pikuknya." 

"Aku jadi teringat sebuah pesan," kata Jaka. "Mau dengerin ngga?"

Rara mengangguk pasrah. Apa saja maulah, asal masih di rumah dan bermalas-malasan, hihi...

"Kamu, aku, dan beberapa orang itu sudah punya pekerjaan yang sesuai dengan panggilan jiwa," jelas sang suami. "Bersyukurlah, karena belum semua orang seberuntung itu."

"Aku bersyukur, kok," Rara jadi ngga enak hati.

"Ya kalau begitu, ayo semangat untuk selalu menjalankan pekerjaanya," Jaka membelai rambut istrinya. "Ngga usah nunggu keadaan nyaman atau ideal dulu, ya. Lakukan sekarang, dari mana saja kamu berada, menjalankan apapun itu tugasmu."

Rara mengangguk mengiyakan. 

"You know," Jaka menerawang, suaranya terdengar sedih. "Persis seperti sebuah syair ibu pertiwi sedang bersusah hati, bumi saat ini betul-betul sedang menderita karena ketidak pedulian kita."

Rara jadi tercenung. "Air matanya berlinang, mas intannya terkenang..." ia berdendang pelan.

"Iya," Jaka menjawab lirih. "Makanya ayo tetap melakoni peran ini dengan selalu memancarkan kasih tulus yang tanpa pamerih. Berlakulah penuh welas asih, dan segera sadari bila hatimu ada setitik benci, kemudian lepaskan."

"Sadari pikiran, sadari perasaan. Jadi pengamat dan memilih untuk bertindak dengan berkesadaran?" Rara bertanya lagi.

Mendengar itu, Jaka kembali semringah. "Ya," katanya sambil mengecup kepala Rara. "Dengan begitu, maka akan terasa bahwa hidup adalah anugerah, sehingga setiap hari terjalani dengan penuh syukur atas hidup. Kemudian pada gilirannya, kita semua bisa berevolusi mencapai kesempurnaan." 

Rara ikut tersenyum melihat Jaka tersenyum. 

"Kita semua pada dasarnya itu menyatu, Ra," Jaka menambahkan. "Saling terhubung, walau ada yang menyadarinya, ada yang tidak. Bagi yang sadar, maka ia secara langsung atau tidak akan menarik yang lainnya untuk ikut sadar, sehingga makin lama makin tercipta kesadaran kolektif."

"Lalu apa?" Rara penasaran.

"Ya kalau saling terkoneksi kan bisa lebih bersama-sama menjalankan misi memayu hayuning bawana," jawab Jaka. "Memang sudah waktunya juga sih, bumi sudah sangat memerlukannya."

"Jadi semangat terus menjalani lakon masing-masing demi ibu pertiwi, ya?" Rara memeluk suaminya. "Bahu membahu tanpa pandang bulu tanpa tebang pilih, semua bekerja sama melampaui perbedaan suku-ras-agama untuk memberikan yang terbaik dalam hidup ini."

"Pinter," Jaka tertawa geli. "Sudah waktunya para cahaya bersatu saling memancarkan cinta, menjadi abdi Tuhan dan pelayan bagi sesama makhluk. Menjalankan perannya pribadi sambil memenuhi misi bersama memayu hayuning bawana."

"Kalau sedang hening, memang terasa ada keinginan untuk bekerja sama melayani, siy," Rara manggut-manggut, teringat perjalanannya ke dalam diri. "To love and to serve."

"Nah iya, begitu," sahut Jaka. "Ngomong-ngomong, ada kesadaran untuk melayani aku juga, ngga?" Sambil begitu, ia mulai bergerilya mengecup leher Rara.

Rara tertawa mendengarnya, dan dari desahannya pun para cicak tau bahwa tawanya bukan karena guyonan sang suami semata...

********
*terinspirasi dari sebuah pesan, tentang apa yang perlu dilakukan untuk kemaslahatan bumi beserta seluruh makhluk-ummat, biarlah pesan ini teraplikasikan dalam keseharian kita semua

*special thanks to mas Setyo atas izinnya, rahayu 🙏

Baca lagi kisah kasih mereka di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar