[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Berdansa

Rabu, 19 Desember 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Berdansa


Jaka dan Rara sedang berada di taman dekat rumah. Keduanya baru saja selesai jogging dua putaran, dan ingin duduk-duduk sebentar di rerumputan untuk menghilangkan keringat. Sepasang kakek-nenek lewat di hadapan mereka, sambil tertawa dan bergandengan mesra.

"Duh..." Rara sulit memilih kata-kata berikutnya, jadi ia menyaksikannya saja dengan haru.

"Senang ya, lihat yang begitu serasinya..." Jaka menimpali.

"Iri aku..." kata Rara sambil mbrebes mili.

"Loh, kita kan juga begitu..." Jaka memeluknya -walaupun tau pasti sebentar lagi istrinya itu berurai air mata.

Benar saja... "Iyaa, huhuhu, I love you," sang istri tersedu-sedu.

Jaka nyengir mendengarnya. "Love you, too. Kalau apa-apa selaras, memang segalanya jadi indah..." katanya mengambang.

Tapi Rara paham maksudnya. Suaminya itu hampir tidak pernah berkata bohong. Semua fakta, walau kadang tersirat saja.

"Kayak kamu yaa," timpalnya. "Kamu kalo bilang mau pergi ke sini, tiba-tiba ada yang ngasih tiket gratis. Bilang mau makan ini, tiba-tiba ada yang ngirimin."

"Hahaha," Jaka hanya tertawa. Diambilnya kaki Rara untuk diletakkan di pahanya, lalu dipijatnya dengan lembut, supaya istrinya itu kembali tersenyum.

"Semua orang, kalau sudah sering terhubung dengan alam, tentu akan selaras," katanya. "Level kesadaran yang suka dikatakan orang itu adalah level keterhubungan kita dengan sang Suwung."

"Jadi bisa kayak kamu, ya?" Rara bertanya. Suaminya itu memang asyik sekali. Apapun yang dikatakannya, biasanya terwujud.

"Kayak aku apa?" Jaka tertawa lagi. "Siapa saja bisa. Rajin berhening diri saja, supaya sering terhubung dengan alam rasa, menyatu, selaras, sinergis dengan energi di alam raya."

Rara manggut-manggut. "Saciduh metu, saucap nyata," gumamnya.

"Apa?" Jaka mendekatkan telinganya.

"Ada deeh," jawab Rara sambil cekikikan. Teringat ia, akan sebuah peribahasa Sunda yang artinya Sakti Madraguna. Tentang orang-orang spesial, yang apapun dikatakannya bisa terbukti dan mewujud.

Jaka menjawil pipi istrinya dengan gemas. "Kalau sudah sering terhubung, akan ada saat di mana kita menyadari, bahwa apapun yang kita lakukan ternyata bukanlah kita yang melakukan," jelasnya. "Menyadari bahwa ada kekuatan tak terlihat yang menggerakan kita. Menyadari bahwa kita hanyalah alatNya untuk mengalami dunia, untuk berdansa dengan semestaNya."

Dengan mata berkaca-kaca lagi, Rara memandang suaminya dengan penuh cinta. Dipeluknya Jaka sambil menggumamkan lagi sebuah kalimat,

“Life is a spiritual dance, and our unseen partner has steps to teach us if we will allow ourselves to be led. The next time you are restless, remind yourself, it is the universe asking 'Shall we dance?'"

********

Temukan kisah mereka berdua yang lain di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar