[] Bilik Menulisku: Ketika berpikiran positif itu salah

Selasa, 22 November 2016

Ketika berpikiran positif itu salah


Ketika sedang 'down' dan membaca tulisan

"Positive thinking backfires!"

di situ saya kembali ke 'square one'. Ibarat main dampu, saya berdiri di kotak nomor satu lagi, sambil berpikir,

"Njuk aku piye iki?"

Berpikiran positif di kala hati dan pikiran tenang

Untungnya, tulisan itu masih ada sambungannya. Sekalian solusinya. Alhamduillah.

Ngomong-ngomong, gimana jadinya kalo saya tidak ber-tabayyun ya? Membaca sepotong kalimat itu, lalu kaget dan mblunder sendirian? Kesal, menyalahi, menghakimi, mengutuk siapaun itu yang pernah mengajarkan berpikir positif. Dan, masih mending kalo sendiri, kalo mblundernya ngajak-ngajak orang, sepotong kalimat itu di-posting sana-sini ke berbagai media sosial, ya apa ngga jadi mblunder massal? Sudahlah, kok jadi berpolitik sih, nanti di-unfriend lagi.... *eh, itu politik bukan siy?

Anyway, tulisan itu menjelaskan, bahwa jika kita sedang dalam keadaan tertekan, tidak ada gunanya untuk berpikir positif. Pikiran positif yang 'dipaksakan' pada saat kita sedang merasa-merasanya jatuh-perih-malu malah akan berbalik menyakiti kita. Mengapa? Karena hati dan pikiran kita menolak semua pikiran positif itu. Hingga kalaupun dipaksakan, hasilnya adalah kepura-puraan. Paham sendiri kan, bagaimana rasanya menjalani kepura-puraan?

Jadi kita disarankan untuk tidak ber-positive thinking, setidaknya sampai bisa menerima dengan ikhlas apapun jenis tekanan tersebut.

"Hla, 'nrimo itu kan butuh waktu...."

Ya itu dia. Butuh proses, sebelum akhirnya bisa sampai ke tahap berpikir positif. Masih merujuk pada tulisan yang saya baca itu, daripada berpikir positif, tukar saja dengan berfirmasi. Apa itu afirmasi? *source here


Affirmations are sentences aimed to affect the conscious and the subconscious mind. The words composing the affirmation, automatically and involuntarily, bring up related mental images into the mind, which could inspire, energize and motivate. Repeating affirmations, and the resultant mental images, affect the subconscious mind, which in turn, influences the behavior, habits, actions and reactions.

Afirmasi adalah kalimat yang bertujuan untuk mempengaruhi sadar dan pikiran bawah sadar. Kata-kata menyusun afirmasi, secara otomatis dan tanpa sadar, membawa citra mental yang terkait ke dalam pikiran, yang bisa menginspirasi, memberi energi dan memotivasi. Mengulangi afirmasi, dan citra mental yang dihasilkan, mempengaruhi pikiran bawah sadar, yang pada gilirannya, mempengaruhi perilaku, kebiasaan, tindakan dan reaksi.

Memang, apa bedanya afirmasi dengan pikiran positif?

Menurut saya, bedanya adalah pada waktunya. Berpikiran positif biasanya dicoba untuk dilakukan pada saat pikiran masih mencerna kejadian yang tidak menyenangkan. Padahal di waktu-waktu tersebut, gelombang otak sedang berada dalam kondisi Beta, atau lagi sadar-sadarnya, bahkan waspada. Paksaan untuk berpikir positif tentu akan mental begitu saja.

Coba bayangkan;

Saat sedang berjalan-jalan di Cihampelas, tangan kiri melenggang ringan dan tangan kanan memegangi dompet. Tiba-tiba, mata ini melihat sebuah kain Bali yang motifnya unik. Pikiran dikerahkan semua ke kain cantik itu, hingga tanpa sadar, dompet sudah pergi dibawa maling. Saat sadar, panik kemudian menyerang. Pikiran pun dipertajam, mengingat-ingat siapa saja yang ketka itu mendekat.

Nah, kalau ada yang nyeplos, "Udah bu, positip tingking aja, ada hikmahnya lah kejadian inih!", kan bikin mata mendelik, ya? Ngeh juga barusan, ikhlas belum muncul, sudah disuruh pikir positif. Ngomongin hikmah segala, pulak!

Oke, lalu afirmasi saja? Ya, tapi, masih menurut saya, afirmasi disarankan untuk dilakukan pada saat keadaan sudah berangsur tenang -gelombang otak di posisi Alfa, walaupun mungkin hati ini masih sedikit tidak terima.

Ini saya petikkan dulu kondisi pikiran kita yaa.... *source: Buku Quantum Ikhlas.

  • Empat kategori gelombang otak:
  1. Beta (14 – 100 Hz) , yaitu frekuensi dimana kondisi seseorang sedang terjaga atau sadar penuh dan didominasi oleh logika; 
  2. Alfa (8 – 13,9 Hz) , inilah tombol ikhlas yang kita cari. Yaitu kondisi dimana orang sedang rileks, melamun atau berkhayal yang merupakan pintu masuk atau akses ke perasaan bawah sadar; 
  3. Theta (4 – 7,9 Hz) , frekuensi ini menunjukkan seseorang sedang dalam kondisi mimpi. Dalam kondisi ini pikiran menjadi sangat kreatif, inspiratif, khusyuk, relaks yang dalam, ikhlas, pikiran sangat hening, indra keenam atau intuisi muncul. Dan akses ke realitas kuantum akan semakin nyata;  
  4. Delta (0,1 – 3,9 Hz) , kondisi ini terjadi pada saat orang tertidur pulas tanpa mimpi, tidak sadar, tidak bisa merasakan badan dan tidak berpikir. Bila seseorang tertidur dalam kondisi delta yang stabil, kualitas tidurnya sangat tinggi dan bangun dengan tubuh tetap merasa segar.

Nah, berafirmasilah saat pikiran sedang berada dalam frekuensi 8-13,9 Hz itu. Saat selesai sholat atau berdoa yang khusyuk, misalnya. Atau sehabis bermeditasi, ber-sejenak hening seperti kata mas Adjie Silarus. Kedua waktu itu membuahkan perasaan sekaligus pikiran yang damai, hingga afirmasi dapat masuk dan diterima.
MenghadapNya selalu memberikan ketenangan

Satu waktu lagi yang baik untuk berafirmasi adalah sesaat menjelang tidur. Ketika kantuk menyerang tapi kesadaran belum hilang.

Ingat kan perkataan yang sering didengar jaman SMA dulu, bahwa kalau naksir seseorang dan mau memimpikannya, pikirkan tentangnya sebelum tidur? Atau perkataan yang sering didengar sekarang, bahwa masalah jangan dibawa tidur, nanti bangun tidur dengan mood jelek? Saya bahkan tidak membiarkan anak-anak saya menonton film yang (agak) menyeramkan di malam hari, karena biasanya akan menghasilkan mimpi buruk.

Sama seperti dua kondisi Alfa sebelumnya, afirmasi yang diulang-ulang sesaat sebelum jatuh tertidur itu juga akan masuk dan diterima sampai ke alam bawah sadar. Ketika itu, pikiran kritis yang mungkin saja menghadang atau menolak sudah tidak dalam keadaan siaga. Kondisi trance, namanya. Sst, inilah yang katanya merupakan 'Selfhypno' itu.... *ini artinya menurut wikipedia

Self-hypnosis atau autohypnosis adalah bentuk, proses atau hasil dari hipnosis yang diinduksi sendiri, dan biasanya memanfaatkan sugesti diri.

 
Menghirup aroma yang menyenangkan dan
mendengarkan musik lembut turut membantu relaksasi pikiran
*all images are from freepik

Jadi, yuk sering-sering mengafirmasi yang baik untuk diri sendiri. Membiarkan kata-kata positif yang terterima dalam keadaan yang lebih baik itu bekerja di alam bawah sadar. Yang pada gilirannya akan -dengan cara apapun- mencuat ke pikiran sadar. Mambantu diri mewujudkan apapun itu afirmasinya. Dengan izin Tuhan, tentunya :)


Another Student of Life,
post signature

Tidak ada komentar:

Posting Komentar