“Pornography – Harmles or Toxic?”.
Begitu
tulisan yang terbaca oleh setiap mata, yang minggu pagi itu berada di sepanjang
Buah Batu, Bandung. Tak terkecuali saya, ditengah-tengah ‘kerusuhan’ khas Ibu
RT yang mengawasi anak-anaknya berlarian kesana-kemari menghampiri tukang balon
dan jajanan lainnya.
Tulisan
itu berwarna hijau, dan terpampang jelas sebagai headline di sebuah rak ramping setinggi 80cm. Beberapa
edisi bulletin nampak terselip di teralis-teralis besinya, dengan judul yang
berbeda-beda. Tapi, of course,
bulletin berwarna hijau dengan judul ‘vulgar’ itulah yang paling cepat
tertangkap mata.
Seperti
biasa, tiap weekend, keluarga kecil
saya dikunjungi oleh nenek-kakeknya anak-anak dari Jakarta. Kebetulan, saya
-yang lahir dan besar di Ibukota Negara- dapet suami yang orang Sunda. So, here we are, living in Flower City yang
sejuk dan jauh dari hingar bingar Kota Metropolitan -Jakarta.
Tapi,
karena sedang bersama kedua orang tua, maka tentu saja saya sungkan untuk
menghampiri booth/stand bulletin
itu. Apalagi, saya anak produk ‘jadul’ kelahiran
’77, dimana pembahasan tentang seks, apalagi pornografi, itu tabu sekali.Well, mungkin sampai sekarang pun tema
itu masih dianggap tabu, ya? Walaupun saya yakin, bahwa pelajaran tentang seks
itu lebih baik dikenalkan sebelum anak-anak masuk usia puber (dan mencari tahu
sendiri tanpa bimbingan/arah yang benar).
Setelah
lebih dari satu jam menikmati keramaian dan jajanan di acara Car Free
Day itu, kami pun beranjak pulang. Dengan hati kebat-kebit, saya
menitipkan anak-anak ke suami, sambil sedikit berbohong pada orangtua. “Pingin
beli kue balok dulu, ah. Mamah-Papah duluan ke mobil sama Dany dan anak-anak
ya.”, begitu taktik saya ‘menyuruh’ semuanya untuk berjalan lebih dulu. Lalu,
merasa bebas tanpa pengawasan, saya buru-buru menyambangi ‘stand porno itu’
(udah umur 36, tapi kelakuan tetep aja kayak anak ABG, takut ketauan ortu,
hehe!).
Sebenarnya,
bukan hanya judul itu yang menarik perhatian saya. Tapi juga beberapa orang
bule yang berjalan disekitarnya sambil membagikan bulletin itu. Sungguh,
sebenarnya su’udzon alias pikiran buruk sudah memberatkan kepala saya.
“Kok kampanye-in pornografi meuni bebas teuing gitu, sih?!”, pikir saya kesal. Tapi, tentu saja saya harus melihat lebih dekat, for a better and fairer judgement.
“Hai,
ini kampanye tentang apa, ya?”, tanya saya tanpa basa-basi kepada seorang
pemuda yang berdiri tepat disamping rak. Tangan saya bergerak untuk menyambar
sebuah bulletin, dan membacanya untuk memuaskan rasa ingin tahu yang sudah
dipendam sejak satu jam lalu. Lalu, dengan bahasa yang enak khas orang-orang
LSM atau Organisasi Independen lainnya, ia mulai menjelaskan.
Ternyata, bulletin itu bernama The Watchover, Annoucing Jehovah’s Witnesses. JW itu sendiri kurang lebihnya adalah sebuah Organisasi
Independen yang mengupas isu-isu global, melalui sudut pandang Alkitab. Banyak
penggalan ayat dari Kitab Suci itu yang dikutipkan didalamnya. Terus terang,
saya kaget setelah anak muda itu memperkenalkan kegiatannya, dan setelah saya
membaca sebait kalimat di dalam bulletinnya.
“Would you welcome more information or a free home Bible study?”
Nah
loh… Dengan sedikit minder, saya melirik ke kiri dan ke kanan. Saya kan
berjilbab, apa nanti pendapat orang sekitar yang melihat saya berada disini,
sambil mendengarkan cerita dari saudara-saudara non-muslim ini? Tapi, melihat
senyum si mas yang tulus, serta tutur katanya yang sopan tanpa
menyinggung-nyinggung SARA, saya kemudian menegakkan kepala dengan percaya
diri. Saya perempuan muslim, tapi saya siap untuk menerima berita global dan
bersifat informatif. Isi bulletin itu hanya akan menambah sikap toleransi, juga
memperkaya wawasan saya. That’s it :)
Tak
lama, seorang perempuan bule setengah baya pun ikut dalam obrolan. Ini dia yang
saya suka; belajar ngomong Inggris langsung sama native speaker-nya! Berasa hemat 750ribu sebulan, karena dapet
kursus English Conversation gratis! Hehe, ibu-ibu banget, ngga mau rugi… Dan
begitulah, kami berbincang-bincang dan bertukar pikiran mengenai beberapa
masalah global, terutama tentang isu Pornografi.
Sungguh,
obrolan kami itu terasa begitu menyenangkan. Selain mendapat pengetahuan yang
positif dan insyaAllah berguna, saya jadi punya tambahan teman mancanegara,
yang berbeda bahasa, bangsa, dan keyakinan. Menyenangkan, ya? Ya, karena
belajar dan berbagi itu selalu menyenangkan :) Oya, ini sekilas berita dari
bulletin yang awalnya saya anggap porno, dan rasanya perlu saya share itu :
Facts
About Pornography :
- Every Second : Nearly 30,000 persons view pornographic webistes – hampir 30ribu orang mengunjungi website pornografi/detik
- Every Minute : Internet Users send more than 1,7 million pornographic e-mails – pengguna internet mengirim lebih dari 1.7juta email pornografi/menit
- Every Hour : Nearly 2 hard-core pornographic video are released in the US – hampir 2 buah video pornografi hard-core diterbitkan/jam
- Every Day : An average of more than 2 million pornographic movies are rented in the US alone – rata2 hampir 2juta film pornografi disewa di US/hari
- Every Month : Nearly 9 out of 10 ypung men and 3 out of 10 young women in the US view pornography – Hampir 9 dari 10 pemuda dan 3 dari 10 pemudi di US nonton film pornografi/bulan
- Every Year : The global pornography industry generates an estimated US $100billion – Industri pornografi global mengasilkan kira2 100 miliar dolar US/tahun
Bahkan
para ahli berpendapat (yang lagi-lagi saya salin dari bulletin itu) bahwa
:
“Pornography is higly addictive, with some researchers and theraphists even likening it to crack cocaine”.
Dalam bahasa, kurang lebih artinya begini :
“Pornografi itu sangat membuat kecanduan, dengan beberapa peneliti dan terapis menyerupakannya dengan kokain.”
Jadi, masalah pornografi ini sangat merusak, mengambil alih kesadaran dan
mengendalikan otak untuk hanya mencicipi dan mencicipinya lagi terus menerus.
Bahkan,
bukan hanya mental saja yang rusak, tapi juga keutuhan rumah tangga. Sering
menonton film porno tentu menimbulkan rasa kurang puas terhadap pasangan, ya?
Pasti ada saja hal (baca : gaya) baru yang mungkin tidak bisa dilakukan bersama
sang pasangan hidup, yang kemudian membuat kesal atau bahkan frustasi. Lalu,
perselingkuhan atau perceraian adalah jalan keluar. Yang pada gilirannya, akan
menimbulkan dampak negatif bagi anak-anak yang dihancurkan perasaan nyamannya
dalam dekapan utuh kedua orangtuanya.
Belum
lagi, efek yang ditimbulkan langsung oleh bahan-bahan pornografi, seperti dalam
media cetak (majalah, buku, dll), apalagi online.
Anak-anak saya (yang satu akan berumur 6 tahun, yang satu lagi batita), sudah
familiar sekali dengangadget. Mereka
suka membuka You tube untuk
menonton funny video tentang
tingkah laku anak kecil dan binatang yang lucu-lucu. Apa jadinya ya, kalau
tanpa sengaja, ada sebuah klip video seks yang tersentuh, kemudian terbuka dan
terpampang dengan vulgar di hadapan buah hati saya itu? Hii,
naudzubillahimindzalik!
Begitulah
‘hadiah’ jalan-jalan saya di Car Free
Day pagi hari itu. Sebuah informasi, beberapa teman bule, sekaligus
bahan pikiran menakutkan, yang akan membuat tidur saya tidak nyenyak. Sebuah
do’a segera saya selipkan sebelum meninggalkan stand itu. Mudah-mudahan, pemerintah bahu-membahu bersama
masyarakat, bisa membuat program pendidikan seks yang bisa diterapkan tanpa
mengganggu norma yang ada, dan mencegah tersebarnya bahan-bahan pornografi di
berbagai media. Demi pertumbuhan dan perkembangan para penerus bangsa, kita
tentu wajib untuk membimbing dan mendidik anak-anak berdasarkan nilai-nilai
moral yang baik.
Holy Script, image : freepik
Dan saya rasa, Tuhan melalui Bible, Al-Qur’an, Tripitaka, Wedha, dan semua kitab suci lain, pasti menurunkan ajaran untuk berakhlak mulia bagi manusia, para khalifah di muka bumi. Jadi semoga, anak-anak di seluruh dunia, dimanapun mereka berada, dibekali iman yang kuat oleh orangtuanya. Apapun agama dan keyakinannya. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar