Sejenak Hening, by Adjie Silarus
Siapa
yang sering terserang amnesia dadakan? Saya! Saya sering berjalan terburu-buru
ke dapur untuk mengambil sesuatu, tapi kemudian lupa barangnya apa. Saya juga
sering pergi ke swalayan, dan berdiri mematung di depan jajaran sabun anak,
berpikir keras tentang merek yang di-request oleh
si kakak. Saya pernah ke warung dengan sandal jepit yang berbeda warna, satu
hijau dan satu merah. Saya bahkan pernah menaruh sepatu di atap mobil, dan
baru ‘ngeh lama kemudian, di
jalan raya, saat seorang ibu yang baik hati memberi kode sambil menunjuk-nunjuk
ke atas. Oalah, pantas saja satpam
kompleks memberi salam lambaian tangan sambil melongo…
Beberapa
tahun terakhir ini, karena beberapa masalah yang datang beruntun, saya feel down, mengalami masa-masa keterpurukkan
yang dalam. Saya merasakan sakitnya jatuh, pahitnya penyesalan, sedihnya
kehilangan, menyiksanya rasa bersalah, dan lain sebagainya. Saya kehilangan
semangat untuk berkarya, kekurangan rasa percaya diri, bahkan bersikap sinis
terhadap keadaan. Tidak bisa menerima kenyataan, bahwa pengalaman buruk yang
selama ini hanya didengar dari orang lain, terjadi juga pada saya.
Dan
penerimaan itu datangnya lama. Bertahun kemudian, saya baru sadar, bahwa harus
bangkit dan berdamai dengan keadaan. Demi diri sendiri, dan keluarga, saya
perlu berhati nyaman dan berpikiran tenang. Saya ingin ihklas dalam menjalankan
ibadah, bahkan ingin merasa ‘terbang’ saat melakukan sholat. Pasti rasanya
nikmat sekali…
Berdasar
itu, saya mulai bertanya pada beberapa orang, bagaimana caranya mendapatkan
keselarasan hati dan pikiran, termasuk ke kakak sepupu yang seorang Master
Reiki. Beliau lalu meminta saya untuk bermeditasi, melatih konsentrasi dengan
berfokus pada tarikan napas.
“…meditasi melepaskan kita dari penderitaan pemikiran baik dan buruk yang sangat subyektif, yang secara proporsional berhubungan langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan penilaian tertentu. Kita mulai paham bahwa hidup merupakan serangkaian pemikiran, penilaian, dan pelepasan subjektif yang tiada habisnya yang secara intuitif mulai kita lepaskan. Dalam keadaan pikiran yang bebas dari aktivitas berpikir, ternyata manusia tidak mati, tidak juga pingsan, dan tetap sadar.”
Begitu kata mas Wikipedia. Sedangkan menurut kakak sepupu
saya, malah simple saja,
“Meditasi itu adalah ekstasi tanpa ekstasi” ~ Pande Putu Agus Indra Purnama
Ternyata,
menurutnya, meditasi itu tidak selalu harus duduk bersila dengan kedua tangan
diatas paha. Duduk di kursi pun cukup, dengan punggung tegak, dan tidak
bersandar. Malah katanya, bisa dilakukan sambil berjalan. Caranya juga bukan
dengan mengosongkan pikiran, tapi justru harus berkesadaran penuh. Mengenai hal
ini, kakak sepupu saya yang tahu kalau adiknya penakut, juga pernah
menyampaikan pesan yang sama.
“Jangan hilang kesadaran alias ketiduran ya. Stay awake, jangan kosongin pikiran.”
Ya,
sepertinya saya paham. Bahwa meditasi itu adalah, secara sadar melepaskan semua
yang memberatkan hati dan pikiran. Berusaha untuk tidak memikirkan apa-apa, dan
berfokus pada helaan napas saja. Me-nonaktifkan kerja otak, sekaligus
tetap ‘aware’ terhadap
situasi. Menikmati heningnya alam pikiran, yang fitur ‘notifikasi’nya di-deactivate. Nanti dulu aja mikirin
lain-lainnya. Saat meditasi, otak saya hanya boleh mikirin ‘tarik napas,
hembuskan, tarik napas, hembuskan’. Itu saja.
“Kita akan terkejut sendiri, bahwa ternyata banyak sekali pikiran yang bermunculan. Zaman sekarang, dengan berkembangnya media, terlalu banyak informasi yang terserap, membuat kita seakan jauh dari kenyataan. Ada yang sarapan sambi memikirkan mantan, pekerjaan, atau bahkan Raffi Ahmad. Kita seperti tidak ada pada saat ini, tapi di masa lalu, atau akan datang.”
Begitu
kira-kira, yang saya dapat tangkap dari pembicaraan Mas Adjie selanjutnya. Yang
membuat saya kembali terangguk-angguk mengiyakan.
Ya,
saya sering mengalami ketidaknyataan itu. Menyuapi anak sambil bengong
memikirkan ini, mendengarkan cerita suami sambil melamun memikirkan itu.
Hhh…Seakan berjalan tanpa menapakkan kaki. Bingung. Linglung. Saya tidak
menikmati keadaan ini. Menyia-nyiakan hari ini. Mengabaikan anugrah ini.
Padahal, today is a gift, that is why it
is called the present ~ hari ini adalah anugrah, itulah mengapa
disebut hadiah (present = gift = today = hadiah = anugrah = hari ini).
Teringat
saya pada sebuah quote yang
sempat terbaca,
“Stop and relax. Enjoy the moment. The finish line, after all, is inevitable”
Berhenti dan bersantailah. Nikmati saat ini. Garis akhirnya, bagaimanapun juga, tak terhindarkan.
Benar
juga ya, kita semua akan berakhir di garis finish. Jadi, buat apa membuang
waktu memikirkan yang sudah, atau bahkan yang belum terjadi? Betapa ruginya
kita, membuang waktu dengan tidak menikmati hari? Hari ini, anugrah ini, tidak
akan terulang lagi besok. Dan saya melewati beribu-ribu hari dalam hidup, hanya
dengan banyak bengong dan melamun. Sungguh, betapa meruginya saya!
Mas
Adjie kemudian mengajak kami semua untuk bermeditasi.
“Duduk santai saja. Sambil selonjor juga boleh, asal punggungnya tegak. Lalu fokuskan perhatian pada napas”
Lalu,
saya menurut, mulai mencoba lagi bermeditasi. Dan mencobanya lagi dirumah,
sesaat sebelum sholat subuh, dan sesaat sebelum sholat isya. Masih ada sedikit
ketakutan akan ‘mahkluk’ yang tiba-tiba muncul dihadapan. Tapi menurut Mas
Adjie, kita akan ‘diperlihatkan’ hanya jika kita merasa siap untuk ‘melihat’.
Membuat saya menyimpulkan, bahwa ada ‘kode etik’nya. Makhluk ghaib yang
‘berseliweran’ itu tidak akan memunculkan diri, karena saya bermeditasi untuk
melatih ketenangan, bukan untuk ‘berkenalan’ dengan mereka. For this one, I really hope that will work.
Semoga mereka menangkap maksud saya. Bismillah, aamiin. *sambiltutupmuka*
Hasilnya?
“Life is a spiritual dance, and our unseen partner has steps to teach us if we will allow ourselves to be led. The next time you are restless, remind yourself, it is the universe asking 'Shall we dance?'
Menikmati keagungan
ciptaan Tuhan, menari dengan alam
Hidup
adalah tarian spiritual, dan pasangan tak terlihat kita memiliki
langkah-langkah untuk mengajarkan kita, jika kita akan membiarkan diri kita
dipimpin. Lain kali jika kita merasa gelisah, ingatkan diri, bahwa itu adalah
alam semesta yang bertanya 'Bagaimana kalau kita berdansa?
Yup!
Saya ‘berdansa’ dengan bahagia. Saya menikmati langkah-langkah tarian yang
sudah diatur sedemikian rupa oleh Sang Maha Pencipta. Saya berpasrah pada
skenario yang sudah dituliskanNya untuk saya. Saya membiarkanNya membimbing,
karena saya yakin bahwa,
“Jika Tuhan menaruh kita pada sebuah jurang,
maka akan ada dua kemungkinan yang terjadi : antara Dia akan memegang kita saat
terjatuh, atau Dia akan mengajarkan kita terbang”
Saya
lupa dimana saya pernah baca petikan itu, tapi saya setuju dengan isinya. Ya,
saya setuju bahwa segala anugrah, bahkan jatuh sakit sekalipun, rasanya nikmat.
Nikmat jika kita menyadari bahwa semua itu adalah maha karyaNya, untuk
mengenalkan saya pada berbagai rasa dalam hidup. Pahit, manis, suka, duka,
pedih, bahagia, yang begitu mewarnai hidup saya. CaraNya untuk memberi tahu,
bahwa Ia kangen sama saya, dan ingin mendengar saya menyebut namaNya. Rindu
bisikan doa saya, kedekatan saya, kepasrahan saya padaNya.
“Often, when we lose hope and think this is the end, God smiles from above and says, ‘Relax, sweetheart, it's just a bend, not the end’ “
Sering,
pada saat kita kehilangan harapan dan berpikir bahwa itu adalah akhir dari
segalanya, Tuhan tersenyum dari atas dan berkata, ‘Santai, sayang, ini hanyalah
tikungan, bukan penghabisan.
SubhanAllah,
indahnya rencana Tuhan. Betapa sayangnya Ia pada saya, ya? Akhirnya, perlahan
tapi pasti, saya akan berusaha untuk terus menikmati hari, berikut dengan
segala kesulitan dan kemudahannya. Saya ingin banyak berdoa, lalu berikhtiar
semampunya, untuk kemudian berpasrah. Melepaskan semua keegoan dalam
berkeinginan, hanya kepadaNya, yang Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha
Segalanya. Saya hanya perlu yakin saja, bahwa apapun yang terjadi, sudah dengan
izinNya, jadi pasti yang terbaik.
“Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan?” QS. Ar-Rahman : 13
And so, I continue to dance with the universe. Try to surrender to what it is, let go of what was, have faith in what will be. Because Allah is within me .
*Special
Thanks to Mas Adjie Silarus, yang bersama bukunya, saya mendapatkan pelajaran
dan pengalaman baru, yang tentunya akan lebih memberi makna dalam perjalanan
saya di universitas kehidupan ini :)
**Terima
kasih sebesar-besarnya juga pada Komunitas IIDN yang tiba-tiba ‘dihadirkan’
dihadapan saya dengan berbagai acara seru dan sarat dengan sharing informatifnya. Semoga semua
hikmah dari yang saya dapatkan dari pertemuan ini, bisa menjadi ladang amal
bagi para penggagasnya. Mudah-mudahan juga, apa yang saya pelajari, dapat
diamalkan dengan baik, dan membawa manfaat bagi diri sendiri dan orang banyak.
Aamiin.
Image
: koleksi foto di facebook Mas Adjie Silarus dan dari berbagai sumber
mbak, tulisannya bagus mbak. makasih udah betbagi yaa. pengen nyoba meditasi ah :-)
BalasHapusmakasih kembali :) iyah, meditasi kayak ekstasi :D
BalasHapusPas mau shalat malam seperti ada yang mengintai. Brrrrrrrr. Hahahaha
BalasHapusSaya belum pernah mencoba meditasi Mba. Pasti setelahnya kita akan merasa lebih tenang, ya.
Ahahaha, iya itu dia, saya ngeri sebenernya, Mbak. Tp pingin! Monggo dicoba, pasti mau lagi dan lagi :)
BalasHapusmerinding mulai baca yang ini: Nikmat jika kita menyadari bahwa semua itu adalah maha karyaNya, untuk mengenalkan saya pada berbagai rasa dalam hidup....dst...
BalasHapusdi teaser "Sejenak Hening"-nya mas Adjie juga ada mbak.. hiks... selalu mengingatkan pada kita untuk dekat dengan Allah, dan selalu ber-positif thinking pada-Nya.
thanks ya mbak udah berbagi :)
Iya sama, suka merinding kalo (lagi) sadar betapa Allah sayang sama kita.. Mudah2an bisa husnudzon terus sama Dia. Sama2, thanks juga udah mampir yaa :)
BalasHapus