[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Peradaban

Jumat, 04 Januari 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Peradaban


Pagi ini hangat. Matahari bersinar lembut, ditemani angin yang sepoi-sepoi membelai apapun yang ada di permukaan tanah. Seakan membisikkan ke setiap telinga untuk "wake up and live". Sadar, dan jalani hidup dengan sukaria, begitu pesannya. Dan, Rara baru saja menjalani paginya dengan sukaria, sehabis menyelesaikan tiga set pose Surya Namaskara Yoga, dengan Jaka yang menontonnya di baris depan...

"Sini ikut, masa nonton aja," ajak Rara.

"Aku kan penonton setia," balas Jaka. Ia sudah membawa sarapannya ke teras belakang, tempat istrinya biasa beryoga.

Rara melirik sarapan itu. Perasaan, dia belum membuatkan suaminya sarapan... "Beli di mana itu?" tanyanya.

"On line," yang ditanya menjawab singkat. "Sini," katanya sambil menyuap bubur ayam.

Rara menerima ajakannya. Habis olah raga lalu makan, hihi...

"Betapa teknologi itu memudahkan, ya?" katanya senang.

"Ya, tapi sebaiknya teknologi itu ramah lingkungan," sahut Jaka sambil mengumpulkan styrofoam pembungkusnya. "Supaya lestari alamnya."

"Ya, teknologi bisa sangat merusak," Rara bergidik mengingat gunungan sampah tak terdaur-ulang di samudera Pasifik.

"Oya?" Jaka bertanya, dan sepertinya Rara tau bahwa ia bertanya main-main saja, jadi perutnya dicubit. "Aduhh..."

"Teknologi itu sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Jadi idealnya, barang-barangnya itu tidak berdampak buruk bagi lingkungan," Rara berpanjang-lebar. "Ada kan, peradaban yang hancur karena ulah teknologinya sendiri?"

"Banyak..." kali ini Jaka yang akan berpanjang lebar. "Bumi kita sudah berumur kira-kira 4,5 milyar tahun. Sudah tak terhitung jumlah penghuninya yang memiliki peradaban tinggi didukung teknologi yang canggih. Nusantara sendiri punya banyak bukti tentang kehebatan masyarakat kuno."

"Misalnya?" tanya Rara sambil menghabiskan buburnya.

"Candi Sukuh itu bisa jadi berumur 1 juta tahun, dengan sebuah kerajaan yang maju peradabannya, dan manusia-manusia yang besar sekali fisiknya," Jaka meneruskan. "Jadi ngga usah terlalu heran dengan bagaimana mereka membangun tempat-tempat."

"Indah ya, mengetahui betapa alam mengkondisikan penghuninya dengan sempurna," sahut Rara. "Dulu, saat bumi belum penuh sesak, manusia bertubuh seperti raksasa. Sekarang, dikondisikanlah kita semua dengan alam yang sesuai dengan perkembangannya." 

"Yang dengan demikian, teknologi yang diciptakan itu juga mendukung kelestarian alam," tambah Jaka. "Jangan sampai bumi tempat kita semua tinggal ini jadi rusak sampai harus merenovasi dirinya sendiri agar alamnya kembali nyaman ditinggali."

"Merenovasi diri?" tanya Rara.

"Loh iya, dengan segala bentuk bencana alam. Sebagai siklus alaminya semua makhluk. Kalo sakit, ya merehabilitasi diri sendiri," Jaka menjawab.

"Oh..." Rara berseru.

"Tapi jangan khawatir," Jaka buru-buru menenangkan istrinya, yang kadang panikan itu. "Selalu ada yang membantu bumi agar terjaga kelestariannya. Tugas kita, membantu mereka, menciptakan teknologi-teknologi yang ramah lingkungan. Mudah, kan?"

"Iya..." jawab Rara.

"Nusantara pernah menjadi negeri yang kaya raya dan luar biasa canggih. Lalu pernah juga hancur lebur karena kecanggihan tersebut. Masa ngga mau belajar dari pengalaman..." Jaka berdiri untuk membuang sampah. Diletakannya yang bisa diaur ulang secara terpisah, untuk diberikan pada pemulung yang biasa lewat. Mereka adalah pekerja-pekerja daur ulang yang hebat.

"Yuk, kita bantu lestarikan peradaban juga..." lanjut Jaka sambil memeluk istrinya.

"Loh, kok pake meluk?" sang istri jadi tersipu sendiri.

Merasa mendapatkan lampu hijau, Jaka mulai menciumi leher Rara. "Kan bereproduksi juga dalam rangka melestarikan peradaban...", katanya dengan suara serak penuh hasrat...

********
Baca lagi kisah mereka di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka




1 komentar: