Pagi itu syahdu, dengan rintik yang tersisa dari lebatnya hujan sejak semalam...
"Mmmh...," Rara meregangkan ototnya, sebagai reaksi normal tubuh atas diam yang berjam-jam selama tidur.
"Mmmh jugaa...,", Jaka merengkuh Rara ke dalam pelukan. Udara dingin memang membuat enggan beranjak dari tempat tidur.
"Hari ini ada pemilihan Writer of the Month lagi. And guess who she is?" Rara bertanya sambil meringkuk manja dalam dekapan suaminya.
"Kamu...," yang ditanya menjawab malas.
"Iya, hihi," Rara terkikik. "Padahal aku kalo nulis ngga pernah pake outline dan kurang paham tentang tanda baca, hiks."
"Ya, tinggal sedikit belajar tentang tanda baca aja, yang lain ngga usah," Jaka menyahut, masih dengan malas. "Vasana kamu ada di sana."
"Apaku?"
"Vasana."
"Apa itu vasana?" Rara menoleh, menghadap wajah kekasihnya.
"Vasana adalah jejak karma," Jaka menjawabnya sambil tersenyum. Ditatapnya Rara dalam-dalam. Memandang wajah istrinya di pagi hari adalah sebuah kebahagiaan. "Selamat pagi, dinda." katanya sambil mengecup kening Rara.
Lalu ia meneruskan, "Vasana itu berbagai kecenderungan yang dibawa sejak lama, yang rasanya ingin diulang dan diulang lagi, atau bahkan dihindari dan dihindari lagi. Seperti pemusik, misalnya --pernahkah kamu bertanya-tanya mengapa ada orang yang sangat menyukai musik, atau menulis? Malahan ada yang sama sekali tidak senang bermusik dan tidak betah menulis. Ya karena kecenderungan itu."
Rara manggut-manggut, mencerna. Untuk pagi hari yang sendu, topik itu lumayan berat
Jaka tertawa melihatnya. "Seperti wanginya Sedap Malam yang harum tanpa harus melihat atau sengaja menciumnya. Yang sampai ia mati karena layu pun, baunya tetap seperti Sedap Malam, dan bukannya Mawar ataupun Melati."
Rara berkedip-kedip, "Vasanaku menulis, gitu?"
"Ya. Kamu dulunya penulis novel. Kecenderunganmu ke sana. Menulis adalah panggilanmu."
"Bagaimana kalau aku ngga jadi penulis? Apakah akan teredam panggilan itu? Maksudku, aku menjadi penulis di Rocking Mama kan karena kebetulan, karena diajak, bukan karena aku melamar atau mengusahakannya sendiri," tanya Rara bingung.
"Semua orang punya pilihan bebasnya, Ra. Ia bisa berjalan sesuai panggilannya, atau tidak," jelas Jaka. "Dan, percaya atau tidak, panggilan-panggilan itu akan membuat kita bertemu dengan kesempatan-kesempatan yang pas. Kamu baru saja membuktikannya, bukan? Bahwa panggilanmu membawamu pada kesempatan yang sesuai."
Mulut Rara membulat. "Bagaimana kalau aku tidak menerima pekerjaannya sebagai penulis, dan mengabaikan penggilan itu?"
"Ya tidak apa-apa," Jaka tersenyum lagi. "Tapi sampai kapan, seseorang bisa mengabaikan panggilan hatinya? Nyamankah itu baginya?"
"Duh, aku jadi kasihan sama orang yang bekerja di tempat yang tidak sesuai dengan panggilan hati..." Rara mengeluh.
"Jangan khawatirkan itu... Lambat laun, pada saatnya, semua akan memenuhi itu, kok. Berbagai kesempatan akan didatangkan. Hal-hal yang sesuai dengan apa yang dipancarkan hatinya akan hadir dengan sendirinya," Jaka menjawil dagu kekasihnya. "Kita tinggal mengikuti alurnya saja."
"Begitukah?" Rara kembali senang. "Kan tidak nyaman, kalau terus menerus mengabaikan kata hati..."
"Ya memang. Oleh karena itu, selalu berdoa saja, minta ditunjukkan jalan yang lurus, sesuai dengan panggilannya. Kita semua hanya alatNya, Ra. Alat Sang Maha dalam menjalankan berbagai misiNya di dunia. Ngga punya kuasa kita, untuk mengabaikan atau menolaknya." jelas Jaka.
"Ya, kita semua adalah alatNya. IA yang menggerakkan kita untuk menjalankan kehendakNya di dunia..." Rara mulai paham.
"Kamu tau ngga, apa panggilanku saat ini?" Jaka merengkuh Rara lebih dalam ke pelukannya.
"Apa?" Rara terkikik. Ia sudah tau, dan rasanya lebih baik pura-pura tidak tau.
Lalu, seperti yang sudah diduga, sang istri itu sudah menikmati kemesraan bersama suaminya.
********
Menarik ceritanya. settingan simpel dr pembicaraan dua orang yg lumayan dalam hahaha
BalasHapusboleh kali mampir di blog saya muhammadirsyadd.blogspot.com
"bekerja di tempat yang tidak sesuai dengan panggilan hati."
BalasHapushehmmm .. mungkin banyak ya yang mengalami. Tapi karena memang itu yang harus dijalani, maka mau nggak mau ya dilakoni hehe
Kok saya jadi kesinggung yah haha saya bekerja ditempat yang ga sesuai sama panggilan hati nih wkwkwkw but so far masih enjoy kok alhamdulillah.
BalasHapusHihihii.. Tian kan punya blog 2, itu udah barbuk kuat vasananya menulis :)
HapusHmmm vasana ku banyak sekali hihi makasih teh aku jadi nambah pengetahuan baca fiksi teteh
BalasHapuspanggilan-panggilan itu akan membuat kita bertemu dengan kesempatan-kesempatan yang pas (kalimat ini keren sekali)
BalasHapusBaru tahu tentang Vasana artinya panggilan ya teh, semoga apa yang aku lakukan dan kerjakan sekarang sesuai dengan panggilan jiwaku yang narsis wkwkwk
BalasHapusWah, aku pernah nih ngalamin. Kerja di tempat yang gak sesuai panggilan hati. Untungnya gak lama. Dan setelah proses jatuh bangun *halah*, akhirnya nemu duani yang selama ini dicari. :))))
BalasHapusWah jadi punya kosakata baru dari vasana. Keren banget sih teh
BalasHapusbaru tahu teh istilah vasana hehehe merasa kudet
BalasHapusbtw tokoh Rara ini menyerupai teh ayu ya..jadi writer juga di rocking mama..hehe
BalasHapusAhahahah.. sengaja aku sebutin namanya, Git. Buat iklan colongan, hihihi
HapusWah seru dan dalem...bekerja di tempat yg tdk sesuai dgn panggilan hati pernah zaman kerja dulu ..akhirnya ngelamar2 lagi..
BalasHapusAlhamdulillah saat ini udah bekerja sesuai panggilan hati setelah 6 tahun bekerja di tempat yang 'salah' hihi
BalasHapusDitunggu kisah selanjutnya, teh Ayu. 😁
Vasana ku apa ya?
BalasHapusBaca tulisan ini berasa ada mencium akar wangi disekitar ruangnnya. Lembut banget.
BalasHapusAih endingnya hihihi...
BalasHapusEndingnya manis banget, Teh :) Kan...jadi kebawa baper :)
BalasHapusWah, mampir sini dapet kosa kata baru nih Teh : vasana. Cateeeet, nanti mau coba diterapkan dalam kalimat biar rada gaya hehehe.
BalasHapusAkhirnyaaa... ayo, teh, nulis lagi <3
BalasHapus