[] Bilik Menulisku: Kenapa Rokok Harus Mahal?

Selasa, 24 Juli 2018

Kenapa Rokok Harus Mahal?

Kenapa Rokok Harus Mahal?

"Woy! Ke kantin, yuk!", ajak seseorang kepada (mantan, uhuk!) pacar saya. Cowok belasan tahun itu kemudian melirik ke arah saya, lalu menggeleng setengah terpaksa kepada si pengajak. "Ntar ajalah, belom laper!', jawabnya memberi alasan.

Cowok itu memang dulunya pacar saya. Anak remaja yang, seperti layaknya cowok-cowok, gemar nongkrong di kantin. Bukan hanya jajan yang mereka dapatkan di sana, tentu saja, tapi juga kesempatan untuk "ngebul atau ngudud", alias merokok. Tapi melakukannya jelas dengan diam-diam, di sebuah ceruk dinding yang menghadap lapangan berumput liar yang tinggi menjulang, di belakang gedung sekolah. 

Di sana adalah surga bagi murid-murid yang "mabal". Yang berniat membolos sejam-dua jam pelajaran jika dirasa gurunya menyebalkan, atau ya sekadar itu tadi: nongkrong sambil ngudud. Termasuk sang pacar, yang kalau ada saya tidak berani menyalurkan kegemarannya itu bersama teman-teman perokoknya.

Sebuah tulisan dari An Wicaksono di tahun 2012 mengatakan bahwa menurut survey yang diadakan oleh Yayasan Jantung Sehat pada tahun 1990, bahwa kebiasaan merokok itu sudah dimulai sejak manusia beranjak dewasa. Survey yang menyasar pada remaja usia 10-16 tahun itu menghasilkan angka 28% untuk perokok berusia 15-16 tahun, 22% berusia 14 tahun, 23% berusia 13 tahun, 18% berusia 12 tahun, dan 9% berusia 10 tahun. Mantan pacar saya, sebagai anak tahun (keemasan, hihi) '90an, dengan demikian, termasuk di dalam surveynya.  

Begitulah.... Sejak dahulu, kita-kita para remaja kinyis-kinyis ini memang sudah sangat terpapar dengan rokok. Bagaimana tidak, masih menurut surveynya, mereka melakukannya sebagian (70%) karena diajak teman, dan sisanya karena coba-coba yang jadinya keterusan. Bahkan mungkin juga karena ingin meniru-niru orang dewasa di sekitarnya, yaitu orang tua, kerabat, tetangga, sampai guru. Dan, mengapa juga tidak ikutan, wong rokok harganya murah!

Bulan Januari lalu, ada seorang pengguna Twitter yang mengunggah foto struk belanjaan di suatu hari di bulan Maret tahun 1992 yang kemudian menjadi viral. Foto itu menjadi barang bukti bahwa rokok itu harganya murah sekali! Hanya Rp. 1.300 saja untuk sebungkus dari merk ternama yang isinya 20 batang, dan sebungkus lagi, juga dengan brand femes, yang dibanderol Rp. 750 --hampir setara dengan harga margarin! Dengan uang jajan kami di sekolah saat itu, kira-kira sudah bisa foya-foya 'ngebulin sebungkus rokok dan masih akan kenyang dengan semangkuk bakso plus segelas es teh manis. Waaw!

Gambar: Tribunnews.com: Viral Foto Struk Belanja 1992

Saat ini, lebih dari seperempat abad kemudian, harga rokok pun masih murah, hiks!

Beberapa waktu lalu, Ruang Publik KBR mengadakan Talk Show serial #RokokHarusMahal, yang disiarkan oleh seratus jaringan Radio KBR. Khususnya pada tanggal 18 Juli, temanya adalah "Lindungi Anak Indonesia", menyikapi harga rokok yang cukup murah dan hubungannya dengan perokok kecil. Acara bincang-bincang ini mengutarakan keberatan dari banyak pihak akan harga rokok yang sangat terjangkau, bahkan oleh para remaja. Tidak hanya remaja, tapi anak usia sekolah dasar, jika ia mau, pun sanggup membelinya dengan mengecer, alias beli per batang karerna harganya bisa hanya 500-2.000 Rupiah saja!

Mbak Lisda Sundari, Ketua Yayasan Lentera Anak yang ikut menjadi pembicaranya, membeberkan hasil penemuannya, bahwa "Keterjangkauan anak-anak terhadap rokok itu sangat leluasa.... ketersediaan rokoknya, kedua, harganya yang murah, dan ketiga, kemudahan untuk membelinya."

Jadi, jangan heran mengapa peminat rokok semakin bergeser ke usia rendah sekarang!

Dr. Santi Martini, pembicara lain yang adalah Wakil Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Airlangga, juga menunjukkan keprihatiannya akan masalah rokok murah ini. Beliau membandingkan hasil sensus di tahun 1995 dengan Riskesdas di tahun 2007, tentang anak-anak perokok itu angkanya masih belum berubah. Malahan meningkat 20 kali lipat! Semua karena harga rokok yang masih segitu-segitu saja, tidak bergerak menjauh dari nominal uang jajan anak-anak.  

Seorang pembicara lagi, Dr. Sophiati Sutjahjani, Ketua Majelis Kesehatan Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur, turut sumbang suara dengan menceritakan ikhtiar bersama jajarannya ber-amar makruf nahi munkar, yaitu berdakwah menghentikan kebiasaan merokok. Berdasar survey yang dijalankannya terhadap kreditasi Puskesmas, keluarga yang sehat itu salah satu indikatornya adalah yang bebas rokok, sehingga tidak sepatutnya ada anggota keluarga yang merokok. Jika salah seorang merokok maka yang lain, terutama anak-anak, bisa meniru kebiasaan buruk tersebut.

Jadi....kembali ke cerita tentang si mantan pacar, akhirnya siang itu dia tidak jadi sama sekali meluangkan waktunya bersama teman-teman perokoknya di ceruk dinding dekat lapangan rumput tinggi-tinggi itu. Alih-alih, ia (terpaksa) memilih menghabiskan jam istirahat bersama saya di kantin dan jajan bakwan plus sebotol teh dingin. 

Tapi saya tau, dia tidak menghentikan kebiasaan buruknya itu sampai saat ini --ketauan dari kabar-kabari di grup WA. Lagian kenapa saya masih peduli tentang hal itu, juga saya bingung sendiri, sih. Yang jelas ikut prihatin, karena dengan demikian, berarti lebih dari separuh hidupnya dihabiskan bersama rokok, Juga ikut membathin, bahwa siapapun yang ikut menularkan kebiasaan ini kepadanya, barangkali masih sama ketagihannya. Dan teringat pada tukang-tukang rokok dan ibu-ibu warung di sekitar sekolah, yang mungkin tidak 'ngeh bahwa barang jualannya tetap menemani para pelanggannya hingga berpuluh tahun lamanya.

Pelanggan-pelanggan yang tidak sadar (atau abai?), bahwa selama puluhan tahun itu jugalah batang demi batang yang mengandung ribuan bahan kimia bercampur dalam darahnya. Yang menurut situs alodokter.com, bahan-bahan yang sangat berbahaya yang dikandung sebatang rokok itu termasuk:

1. Karbon Monoksida, zat yang ditemukan pada asap kendaraan bermotor. Zat ini mengikat diri pada hemoglobin dalam darah secara permanen, sehingga menghalangi suplai oksigen ke seluruh tubuh.

2. Tar, bahan yang karsinogenik yang akan mengendap di paru-paru dan berdampak negatif pada kinerja rambur halus yang melapisi organ vital tersebut.

3. Gas Oksidan, yang bisa bereaksi dengan oksigen, dan keberadaannya meningkatkan resiko stroke dan serangan jantung.

4. Benzene, satu jenis zat yang ditambahkan dalam bahan bakar minyak dan bisa merusak sel pada tingkat genetik.

Tak kurang dari penyakit paru-paru, jantung, darah tinggi, hingga berbagai jenis kanker bisa muncul pada tubuh mereka, yang dari remaja sudah mengisap zat-zat tersebut secara rutin. Entah, mungkin jalan ceritanya akan beda, ya, jika saja sejak awal harga rokok sudah di luar jangkauan kami, para murid dengan uang jajan seadanya....


Bersama sahabat-sahabat SMA saya (yang semuanya kenal sama mantan saya) --
kalo ngarepin ada foto saya sama mantan.... iih ogah banget saya ngaplodnyah! 
Dan kami punya putra-putri yang harus dilindungi dari bahaya rokok....


Ayo pemerintah, bantu generasi penerus jauh dari rokok, ya! Dan, sebagai masyarakat juga orang tua, mari bahu-membahu membantu kesuksesan kampanye ini dengan menandatangani petisi via change.org berikut ini: #RokokHarusMahal.

#RokokHarusMahal
#Rokok50Ribu
#RokokMemiskinkan

5 komentar:

  1. karena itu rokok harus mahal ya, agar anak-anak sulit membeli

    ditambah campaign bahaya merokok harus dilakukan terus menerus

    BalasHapus
  2. Artikel yg komprehensif banget!
    Thanks for sharing yaaa

    Kindly visit my blog: bukanbocahbiasa(dot)com

    BalasHapus
  3. Padahal banyak kisah menginspirasi dari survivor kanker akibat rokok tapi para perokok seakan tidak peduli. Mungkin harga rokok harus mahal pake banget memang.

    BalasHapus
  4. setuju banget. sedih saya jalan kaki dimana aja kemana aja pasti liat yang merokok apalagi sedih bgt liat anak smp yang udah pada ngerokok.

    BalasHapus