"Say, kamu pake apa?"
"Ha? Pake apa, apa??
"Iiih, kamu nih! Jadi marketing itu ngga boleh polos, sayaaaang!"
"Iiih, kamu nih! Jadi marketing itu ngga boleh polos, sayaaaang!"
Diamond is a girl's best friend
Semakin dekat pemilihan, tingkat apapun itu, semakin banyak pula para pejabat berikut calonnya yang diberitakan melakukan ritual untuk 'menunjukkan giginya'. Ada yang melakoni kunjungan ke makam, mandi di sungai, sampai sowan ke gunung untuk meminta petunjuk dan restu dari... eh, dari siapa ya?? Entahlah... Padahal kalo saya yang minta petunjuk, ngga perlu serepot itu jauh-jauh dan mahal-mahal. Tinggal ambil wudhu dan gelar sajadah, lalu berdoa dan berdzikir semampunya. Melantunkan pujian, melafazkan asma Allah, sampai, syukur-syukur, kekhusyukannya dapat menggetarkan Ar-RasyNya diatas sana.
Tapi sudahlah, tiap orang kan, dengan pertimbangannya masing-masing, punya tempat memintanya sendiri-sendiri. Dan saya tidak akan men-judge itu. Biarlah menjadi urusannya dengan Yaa Mujiib, Sang Maha Mengabulkan. Lagipula, wong dulu saya juga sering bertandang juga ke orang pintar kok....
*Iyah!! Saya ngaku banget kalo saya khilaf. Padahal sebagai seorang muslim, sejatinya Hasbunallah wa ni'mal wakiil, ni'mal maula wa ni'man nashiir ~ Cukuplah Allah menjadi penolong, dan Allah adalah sebaik-baik pelindung. Bukan minta ke yang lain...
Tapiiii... Saya bukan dalam rangka 'meminta-minta' looh!
Nah, awalnya saya dulu sering menyambangi dukun, orang pintar, atau apapun itu namanya, adalah karena 'himbauan' seorang teman. Masih jelas diingatan, saat ia menyapa dengan senyuman manis khasnya, seperti percakapan yang saya tulis diatas. Teman cowok saya itu, waktu itu adalah anak baru di kantor. Marketing Junior yang beda beberapa bulan dari saya, yang kemudian melejit cepat, meninggalkan senior-seniornya menjadi Marketing dambaan setiap Boss dengan outstanding achievement-nya. Seorang newbie yang juga dalam sekejap bisa langsung menarik perhatian dengan sikapnya yang perhatian, riang sekaligus humoris itu.
Dan parahnya, dia adalah seorang Gay! Bukan, bukan... Saya tidak menilai dari orientasinya itu. Sekali lagi, itu urusannya dengan TuhanNya, saya tidak pantas menghakimi. Tapi masalahnya, a gay is a woman's best friend. Sungguh dapat mengalahkan sebutir berlian! Jadi ia terampil sekali mengambil hati. Ia tau kapan saya tersenyum riang, kapan saya tersenyum topeng. Ia mengerti segala permasalahan saya, bahkan sebegitunya menjiwai sampai kadang ia yang gemas sampai menangis, bukannya saya. Begitulah...
Lalu, dengan hidung seperti dicucuk, saya manut saja mengantarnya ke orang-orang pintar. Kadang hanya berdua, sering juga bersama teman se-gank. Beruntung, sobat-sobat saya yang lain itu lebih pro ke pemikiran realistis, alias ada harga atas setiap usaha. Jadi mereka tidak terlalu percaya bahwa orang akan jatuh cinta, dan rizki akan mendatangi, hanya karena susuk welas asih atau ajian kharisma semata.
Well, ada siy, satu teman yang memakan mentah-mentah rayuannya (kalau saya kan makan yang setengah matang, hihi, mau diajak tapi cuma minta kertas doa aja). Hasilnya setelah si orang pintar berkomat-kamit dan menyemburkan air pada beberapa benda yang ditutupi kain putih untuk teman saya yang satu itu...
"Ini sekotak rokok. Setiap prospek, nyalakan sebatang dan kepulkan asap kearah calonnya. Nanti dia akan terngiang-ngiang terus sama penawaran kamu"
"Baik, mah.." *orang pintar yang kami datangi saat itu maunya dipanggil 'mamah'
"Ini minyak angin. Oleskan di alis dan leher setiap mau ketemu orang. Nanti dia akan terbayang-bayang wajah kharismatik kamu"
"Rokok dikepulkan, minyak angin dioleskan... Oke, mah..."
"Terakhir, berjalan ke arah timur saat mau berangkat kerja. Kalau tempat kerjanya di arah lain, jalan aja dulu tujuh langkah ke timur, lalu balik arah. Jangan lupa, sebut nama mamah tiga kali sebelum jalan"
"Ha??" *Kali itu, bukan teman saya saja yang ber'Ha'. Kami semua, berlima, membuka mulut bersamaan karena terkejut...
Kemudian kami pulang kembali ke Bandung, tentu saja sambil mengolok-olok.
"Bwaaahahahaha, kayak pacar aja, kudu disebut namanya"
"Jangan gitu atuh... Ini kan demi karir..."
"Huiiiiihihihihi, kenapa ngga sekalian pasang susuk aja dibibir, biar makin manyun!"
"Aaaah, dia mah ngga punya duit aja jadi masih pake rokok sama minyak angin. Kalo punya mah pasti pake berlian, hehehehehe"
"Udah diemin aja mulut-mulut sirik itu! Nanti kalo elo udah lancar sama sukses kayak gue, mereka pasti minta anterin lagi ke si mamah. Iiiih, sori dweeh" *melengos cantik
"Wahahahahahahahaha!"
Tapi alhamdulillah, nampaknya Tuhan tidak merestui 'ihktiarnya' menempuh 'jalan' tersebut. Hasilnya beberapa hari setelah 'menunaikan' ritual itu..?
"Gimana? Udah ada prospekan yang mau closing?"
"Hhh... Boro-boro..."
"Kenapa? Nama si mamah ngga disebut ya?? Mamah mamah mamah, gitu, hihi!"
"Udaahh! Tapi..."
Lalu, dengan muka merana, ia bercerita,
"Kalo ketemu prospekan kan kebanyakan di kantor atau di ruangannya. Gue ga bisa ngerokok...
Terus, kalo gue pake minyak angin, orangnya malah kasian sama gue. Katanya kalo gue sakit jangan masuk kerja...
Jalan ke timur juga salah. Gue kan kalo naik angkot ke kiri, ke barat. Jadi maksa banget kalo harus ke timur dulu. Sehari-dua hari tetangga gue masih oke, lama-lama mereka nanyain kenapa gue salah jalan terus..."
Masih teringat dengan jelas di kepala saya, betapa kami tertawa terpingkal-pingkal sampai jatuh terduduk dan menitikkan air mata mendengar kisahnya yang mengharukan itu. Haduuuh, sedih pisan siiiy... :p
Hhhh... Demikian sepenggal pengalaman saya bersama teman-teman dalam berhubungan dengan 'orang pintar'. Sejak itu, kami tidak pernah mau lagi mengantar si teman gay itu. Lagipula, kalau tidak salah, dia juga tidak membutuhkan tumpangan lagi. Lha wong beberapa bulan kemudian dia sudah kaya raya dan mengendarai sebuah SUV, lengkap dengan supirnya (dia ngga bisa nyetir...).
Syukurlah, dengan demikian dosa saya tidak diperpanjang lagi. Saya takut, dan tidak sanggup menerima siksanya nanti...
Kami masih berteman baik sampai sekarang, walaupun sudah menjalani kehidupan masing-masing dan ber-long distance. Pengalaman itu tidak mengubah pandangan saya terhadapnya. Ia masih menjadi salah satu sobat terbaik saya, demikian pula halnya dengan semua sobat satu gank, dan si cowok yang ikut-ikutan nyari pesugihan itu. Sesekali kami masih mentertawakan kejadian tersebut, dan tentu saja, si gay masih cemberut menanggapinya.
Tapi ia sudah tidak berani bilang, "Awas ya...Liat kalo nanti gue udah sukses, pasti kalian mau pasang susuk juga!". Ngga juga, ah, kami ngga mau. Kami cukup bahagia dan bangga atas pencapaian masing-masing, berikut segala ups and downs-nya. But you sure are such a nice friend, jauh lebih baik dari pada (susuk) berlian, hihihi...
*Mau baca tentang pengalaman saya dan sobat-sobat di airport negara tetangga, yang hampir menjadi tertuduh teroris gara-gara teman gay saya yang selalu menyimpan jimatnya di dompet..? Sebentar yaa, saya tulis dulu ^^
Baiklah, saya ngaku lagi kalau suka 'minta' doa. Sudah, cuma itu ajah! Sebait doa dari ayat-ayat suci Al-Qur'an, atau sederet asma yang bisa saya rapalkan sendiri di rumah. Yang isi dan maksud dari doa atau asmanya disesuaikan dengan kondisi saya pada saat itu.
Jadi saya ngga pernah minta yang 'aneh-aneh'! Misalnya minta 'dijadikan' begini-begitu, apalagi 'dipasangi' ini-itu. Hiiiy! Ngga deh, makasih! Walaupun rasanya saya salah alamat... At that time, orang pinter yang saya mintain doa itu juga buka praktek jasa pelayanan mistis. Hadeuuuh!
Jadi saya ngga pernah minta yang 'aneh-aneh'! Misalnya minta 'dijadikan' begini-begitu, apalagi 'dipasangi' ini-itu. Hiiiy! Ngga deh, makasih! Walaupun rasanya saya salah alamat... At that time, orang pinter yang saya mintain doa itu juga buka praktek jasa pelayanan mistis. Hadeuuuh!
gambar diambil dari livepsychicsnetwork.com
Nah, awalnya saya dulu sering menyambangi dukun, orang pintar, atau apapun itu namanya, adalah karena 'himbauan' seorang teman. Masih jelas diingatan, saat ia menyapa dengan senyuman manis khasnya, seperti percakapan yang saya tulis diatas. Teman cowok saya itu, waktu itu adalah anak baru di kantor. Marketing Junior yang beda beberapa bulan dari saya, yang kemudian melejit cepat, meninggalkan senior-seniornya menjadi Marketing dambaan setiap Boss dengan outstanding achievement-nya. Seorang newbie yang juga dalam sekejap bisa langsung menarik perhatian dengan sikapnya yang perhatian, riang sekaligus humoris itu.
Dan parahnya, dia adalah seorang Gay! Bukan, bukan... Saya tidak menilai dari orientasinya itu. Sekali lagi, itu urusannya dengan TuhanNya, saya tidak pantas menghakimi. Tapi masalahnya, a gay is a woman's best friend. Sungguh dapat mengalahkan sebutir berlian! Jadi ia terampil sekali mengambil hati. Ia tau kapan saya tersenyum riang, kapan saya tersenyum topeng. Ia mengerti segala permasalahan saya, bahkan sebegitunya menjiwai sampai kadang ia yang gemas sampai menangis, bukannya saya. Begitulah...
Lalu, dengan hidung seperti dicucuk, saya manut saja mengantarnya ke orang-orang pintar. Kadang hanya berdua, sering juga bersama teman se-gank. Beruntung, sobat-sobat saya yang lain itu lebih pro ke pemikiran realistis, alias ada harga atas setiap usaha. Jadi mereka tidak terlalu percaya bahwa orang akan jatuh cinta, dan rizki akan mendatangi, hanya karena susuk welas asih atau ajian kharisma semata.
Well, ada siy, satu teman yang memakan mentah-mentah rayuannya (kalau saya kan makan yang setengah matang, hihi, mau diajak tapi cuma minta kertas doa aja). Hasilnya setelah si orang pintar berkomat-kamit dan menyemburkan air pada beberapa benda yang ditutupi kain putih untuk teman saya yang satu itu...
"Ini sekotak rokok. Setiap prospek, nyalakan sebatang dan kepulkan asap kearah calonnya. Nanti dia akan terngiang-ngiang terus sama penawaran kamu"
"Baik, mah.." *orang pintar yang kami datangi saat itu maunya dipanggil 'mamah'
"Ini minyak angin. Oleskan di alis dan leher setiap mau ketemu orang. Nanti dia akan terbayang-bayang wajah kharismatik kamu"
"Rokok dikepulkan, minyak angin dioleskan... Oke, mah..."
"Terakhir, berjalan ke arah timur saat mau berangkat kerja. Kalau tempat kerjanya di arah lain, jalan aja dulu tujuh langkah ke timur, lalu balik arah. Jangan lupa, sebut nama mamah tiga kali sebelum jalan"
"Ha??" *Kali itu, bukan teman saya saja yang ber'Ha'. Kami semua, berlima, membuka mulut bersamaan karena terkejut...
Kemudian kami pulang kembali ke Bandung, tentu saja sambil mengolok-olok.
"Bwaaahahahaha, kayak pacar aja, kudu disebut namanya"
"Jangan gitu atuh... Ini kan demi karir..."
"Huiiiiihihihihi, kenapa ngga sekalian pasang susuk aja dibibir, biar makin manyun!"
"Aaaah, dia mah ngga punya duit aja jadi masih pake rokok sama minyak angin. Kalo punya mah pasti pake berlian, hehehehehe"
"Udah diemin aja mulut-mulut sirik itu! Nanti kalo elo udah lancar sama sukses kayak gue, mereka pasti minta anterin lagi ke si mamah. Iiiih, sori dweeh" *melengos cantik
"Wahahahahahahahaha!"
Tapi alhamdulillah, nampaknya Tuhan tidak merestui 'ihktiarnya' menempuh 'jalan' tersebut. Hasilnya beberapa hari setelah 'menunaikan' ritual itu..?
"Gimana? Udah ada prospekan yang mau closing?"
"Hhh... Boro-boro..."
"Kenapa? Nama si mamah ngga disebut ya?? Mamah mamah mamah, gitu, hihi!"
"Udaahh! Tapi..."
Lalu, dengan muka merana, ia bercerita,
"Kalo ketemu prospekan kan kebanyakan di kantor atau di ruangannya. Gue ga bisa ngerokok...
Terus, kalo gue pake minyak angin, orangnya malah kasian sama gue. Katanya kalo gue sakit jangan masuk kerja...
Jalan ke timur juga salah. Gue kan kalo naik angkot ke kiri, ke barat. Jadi maksa banget kalo harus ke timur dulu. Sehari-dua hari tetangga gue masih oke, lama-lama mereka nanyain kenapa gue salah jalan terus..."
Masih teringat dengan jelas di kepala saya, betapa kami tertawa terpingkal-pingkal sampai jatuh terduduk dan menitikkan air mata mendengar kisahnya yang mengharukan itu. Haduuuh, sedih pisan siiiy... :p
Hhhh... Demikian sepenggal pengalaman saya bersama teman-teman dalam berhubungan dengan 'orang pintar'. Sejak itu, kami tidak pernah mau lagi mengantar si teman gay itu. Lagipula, kalau tidak salah, dia juga tidak membutuhkan tumpangan lagi. Lha wong beberapa bulan kemudian dia sudah kaya raya dan mengendarai sebuah SUV, lengkap dengan supirnya (dia ngga bisa nyetir...).
Syukurlah, dengan demikian dosa saya tidak diperpanjang lagi. Saya takut, dan tidak sanggup menerima siksanya nanti...
Kami masih berteman baik sampai sekarang, walaupun sudah menjalani kehidupan masing-masing dan ber-long distance. Pengalaman itu tidak mengubah pandangan saya terhadapnya. Ia masih menjadi salah satu sobat terbaik saya, demikian pula halnya dengan semua sobat satu gank, dan si cowok yang ikut-ikutan nyari pesugihan itu. Sesekali kami masih mentertawakan kejadian tersebut, dan tentu saja, si gay masih cemberut menanggapinya.
Tapi ia sudah tidak berani bilang, "Awas ya...Liat kalo nanti gue udah sukses, pasti kalian mau pasang susuk juga!". Ngga juga, ah, kami ngga mau. Kami cukup bahagia dan bangga atas pencapaian masing-masing, berikut segala ups and downs-nya. But you sure are such a nice friend, jauh lebih baik dari pada (susuk) berlian, hihihi...
*Mau baca tentang pengalaman saya dan sobat-sobat di airport negara tetangga, yang hampir menjadi tertuduh teroris gara-gara teman gay saya yang selalu menyimpan jimatnya di dompet..? Sebentar yaa, saya tulis dulu ^^
Hihi, seru juga pengalamannya ya, Mak? Untung ga sampai terbawa arus yaaaa. Tapi emang banyak kok ya orang2 yang masih percaya dan terpaku pada ritual ritual seperti itu demi meningkatkan karier dan mencapai kesuksesan? Padahal kalo dipikir, zaman sudah semakin canggih gitu lho! Thanks for share, Mak Putu! :)
BalasHapusIya, mudah2an kita semua selalu dalam lindungan Allah ya, Mbak Al cantiq... Thx juga for coming :)
HapusSaya ngikik baca yg "panggil nama mamah tiga kali" haha, aku kira itu dialog film :D
BalasHapusHahaha beneran Mbak. Sereem!
HapusMaaak..seriusan? Jadi penasaran..ada kelanjutannya lagi gak #eh hihihi
BalasHapus