[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Merindu

Rabu, 14 November 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Merindu


Siang ini mendung lagi, membuat hari jadi terasa gloomy and syahdu. Rara dan Jaka baru saja menikmati santap siang bersama, dan memutuskan untuk bersantai sejenak di taman. Kota Kembang ini punya banyak taman, semuanya membuat bumi Parahyangan semakin sejuk. Rara berhenti berjalan dan duduk di sebuah bangku, sementara Jaka membeli sekotak kue balok dulu untuk menemani istirahat siang.

Baru saja dua detik Rara duduk dan memandang sekitar, "Oh my God...", gumamnya terkesima. Pepohonan belum pernah terlihat sedemikian cantik di matanya, sampai dengan saat itu.

"Kenapa..?" Jaka duduk di sampingnya. Diletakkannya kotak kue agar tangannya bisa merangkul sang kekasih hati.

"Pernahkah kamu, merasa "hilang" sejenak saat memandang sesuatu?" jawab yang dirangkul. "Seperti kosong, tapi tidak hampa. Malah indah... Begitu indah sampai rasanya ingin menangis..."

"Ah, ya... Rasa itu," Jaka tersenyum.

"Rasa apa itu? Aneh, tapi tidak asing, malah familiar..." Rara bertanya lagi.

"Maybe it's life itself. And it's missing you," jawab Jaka sambil mengambil sepotong kue balok dengan taburan coklat di atasnya. "Mau?"

Rara menggeleng pelan. Ia terlalu sibuk terkagum-kagum untuk bisa makan. "Hidup merindukanku?" ucapnya lamat-lamat.

"Sang Maha Hidup. Ya, IA memang selalu begitu. Terus menerus merindukan kita," yang diajak bicara menjilati jarinya yang kena coklat. 

"Tapi.. kenapa?" Rara tambah bingung.

"Oh, itu memang kesukaannya," jawab sang suami enteng. "IA adalah Maha Pencinta, yang selalu merindu."

"Oh c'mon, don't do that..." istrinya merajuk. "Jelasin yang bener doong..."

Jaka nyengir lebar. Ia suka sekali menjahili Rara. Tujuannya tak lain adalah agar kekasih hatinya itu bisa menjawab sendiri pertanyaannya. Tapi kadang-kadang, jawaban harus datang dari luar.

"Kamu tau, kan, bahwa Sang Maha itu sangat menyayangi, mengasihi makhlukNya? Dua sifat itu malah diabadikan dalam kalimat, kamu tau juga kan apa kalimatnya?". Itu adalah ciri yang khas dari Jaka; menjawab dengan balik bertanya.

Rara mengangguk.

"Itu karena IA ingin selalu ditemui..." suaminya menjelaskan lagi. "Sadarkah kamu, bahwa IA selalu memanggil-manggil dalam setiap kesempatan? Melambai-lambai bagai anak kecil yang cari perhatian?"

Rara menggeleng.

"Nah, perhatikan lagi baik-baik, ya. Sadari bahwa sehelai daun yang jatuh itu," Jaka menunjuk satu daun kering yang terbang dibawa angin ke arah mereka duduk, "adalah lambaianNya. Sadari bahwa kicauan burung di sana itu," Jaka menunjuk lagi dengan jarinya, "adalah sapaanNya. Sadari bahwa bahkan aku yang di sini, duduk bersamamu, adalah alatNya untuk mencintaimu. Sadarkah, wahai Dinda?"

Rara membuka mulutnya, lalu menutupnya dengan sebelah tangan, lalu mengedipkan matanya yang mulai berkaca-kaca. Sebutir hangat air jatuh bergulir di pipinya. Jaka buru-buru mengelapnya dengan punggung telunjuknya.

"Kok nangis?" protesnya pura-pura. Padahal tau benar ia, bahwa istrinya tercinta itu sedang dalam kebahagiaan yang luar biasa. Siapa yang tidak bahagia, mengetahui bahwa ia begitu dicinta dan dirindu oleh Sang Maha?

Mengabaikan kalimat itu, Rara bergeming saja dan tambah terisak. 

"Sini..." sang suami segera mengambil kepala istrinya untuk dibawa ke dadanya. "Dahsyat, bukan, cintaNya? Dan betapa IA adalah Pencinta ulung, hingga tak ada satu jeda napas pun yang luput dari caraNya merindu." 

Dibilang begitu, Rara malah tambah terisak. Jaka sampai kewalahan menenangkannya.

"Hey... udah dong... Malu nih, nanti aku disangka laki-laki yang ngga mau tanggung jawab..." kali ini ia melayangkan protesnya dengan serius. Matanya mulai melirik ke kiri dan kanan, memperhatikan orang-orang.

"Biarin!" sahut Rara geli. Disengajanya lagi terisak dengan lebih keras.

"Waduhh... Ayo cari hotel, lah, biar sekalian bertanggung jawab!" Jaka mencari kesempatan.

Rara tertawa mendengarnya. Diabaikannya lagi kalimat suaminya tercinta itu sambil berkata, "Terima kasih, ya... for the awakening." Lalu dikecup pipi sang kekasih hati dengan penuh sayang.

********
“I want to see you. Know your voice. Recognize you when you first come ’round the corner. Sense your scent when I come into a room you’ve just left. Know the lift of your heel, the glide of your foot. Become familiar with the way you purse your lips then let them part, just the slightest bit, when I lean in to your space and kiss you. I want to know the joy of how you whisper ‘more.'” 
"Aku ingin memandangMu. Mendengar suaraMu. MengenaliMu saat pertama Kau tiba di ujung jalan. Membaui harumMu ketika aku masuk ke ruangan yang baru Kau tinggalkan. Menyadari ketukan tumit sepatuMu, dan gemulai langkah kakiMu. Mengakrabi caraMu mengerucutkan bibir lalu merekahkannya, hanya sedikit saja, saat aku condong ke arahMu dan menciumMu. Aku ingin merasakan kegembiraan saat Kau berbisik 'lagi'"
~ Jalaludin Rumi, yang sangat merindu Sang Maha Merindu.
********
Baca lagi kisah-kasih Rara dan Jaka lainnya di sini, yaa... Kumpulan Fiksi Rara dan Jaka

3 komentar:

  1. Cerita dengan sudut pandang religius, mantap

    BalasHapus
  2. Ini religius tapi dibungkus dengan lembut dan manis teh. Keren :) jadi kepo sama kisah Jaka dan Rara yang lainnya deh.

    BalasHapus