When you have to start compromising yourself and your morals for the people
around you, it’s probably time to change the people around you ~ unknown
... and that is exactly what I did.
Saya dilema. Mau membantu seadanya, tapi pasti kurang. Tapi ya memang segitu adanya. Masa mau bantu orang dengan 'ngutang..? Jadi, ya udah aja kali ya. Cukup, syukur. Ngga cukup, ya wis. Toh yang penting udah ikhlas ngebantu...
Banyak dari kita, termasuk saya, yang begitu, bukan? Tidak, saya bukannya ingin menghakimi. Lah memang kalo ngebantu itu semampunya, ngga usah maksain. Sebesar biji zarah pun, asal ridho, pasti ada balasannya. Tapi kok, untuk yang satu ini, rasanya beda. Saya masygul, hanya dengan berhenti disitu...
"Boleh minta nomor teleponnya?"
"Boleh, Bu. Sini, saya yang teleponin."
Sungguh seorang pemuda yang cekatan, seorang pekerja frontliner yang siaga membantu tamunya.
"Ini, Bu, sudah tersambung."
Dan beberapa menit selanjutnya, di depan meja pendaftaran di rumah sakit lumayan besar itu, di hadapan banyak orang, saya tersedu-sedu. Berbicara panjang lebar dengan Iis, ibunya Adit. Saya segera mengakhiri pembicaraan, setelah berjanji untuk menghubunginya kembali sesudah mencari bantuan tambahan. Dan karena saya tidak punya tissue untuk menyusut mata dan hidung yang sama-sama banjir...
Adit dan neneknya, menunggu dokter di rumah sakit
Lalu, seperti quote diatas, saya mencoba berkompromisi dengan diri sendiri, dengan moral saya. Hasilnya?
Saya segera menghubungi beberapa saudara, teman, dan siapa saja yang sekiranya bisa membantu. Saya juga melakukan kontak ke beberapa rumah sakit, untuk konsultasi tentang keringanan pembayaran atas operasi Hirschprung seorang bayi dari keluarga tidak mampu. Tak lupa, saya menuliskan cerita tentang kesulitan Adit di wall sebuah media sosial. Setiap hari, satu atau dua status, mengharap pembacanya peduli dan berbaik hati menyisihkan sebagian rezekinya...
Tak disangka, ternyata saya mendapat respons yang luar biasa. Banyak yang menuliskan komentar, banyak yang meninggalkan pesan, banyak yang menelepon... Semuanya menyatakan ingin membantu. Saya tidak mempermasalahkan bentuk atau jumlahnya. Bagi saya, satu kalimat perhatian saja sudah merupakan doa. Dan doa yang tulus insyaa Allah dapat menggetarkan Ar-Rasy Nya.
If you don't have much money, donate your skill. If you don't have qualified skill,
donate your time. If you don't have enough time, just send your thought and prayer
~by me
Dan betul saja. Dalam hitungan hari, saya sudah berhasil mengumpulkan beberapa juta rupiah. Dalam hitungan minggu, inbox saya penuh dengan tawaran bantuan. Di minggu ke-3, saya memboyong Adit sekeluarga ke rumah sakit yang sama saat pertama kami bertemu. Bedanya, kali ini kami berbekal biaya yang cukup, dan sumbangan lain dari pihak rumah sakit. Kami dapat potongan biaya kamar, dan para dokter sepakat untuk mengikhlaskan tenaga dan keahliannya saat mengoperasi nanti. Bukan gratis, karena ada hal-hal yang memang harus dibeli, seperti obat. Dan saya juga mengerti. Rumah sakit, bagaimanapun juga, adalah sebuah badan usaha. yang butuh modal dan perlu pemasukkan. Hhhh...sudah dimudahkan (baca : diskon) dalam beberapa hal saja, kami sudah sangat bersyukur! :)
Adit pasca operasi
Saya sampai merinding sendiri kalau ingat, betapa kekuatan itu menyemangati saya untuk terus bergerak. Yang kalau dibayangkan kembali, betapa hal tersebut sepertinya sulit untuk dilakukan (nah makanya, jangan dibayangin! dikerjain! ~ a self reminder :p ). Sungguh, ternyata media sosial itu berjasa sekali. But it was still weird, though!
Bagaimana tidak aneh?! Wong kerjaan saya cuma apdet tentang perkembangan Adit. Di awal-awal, malahan, saya tidak pakai foto sama sekali. Ya masa saya moto-moto bayi yang lagi ribet dikasih pertolongan pertama, padahal saya juga dateng kesana mau berobat, dan ngga sengaja ketemu! Setelah bertemu lagi, saya baru mengambil dua-tiga gambar untuk keperluan 'laporan pandangan mata'. Sedikit saja, karena saya tidak tega memotretnya. Setelah posting pictures, bala bantuan lalu bertambah. mungkin yang tadinya menyangsikan, kemudian percaya (saya sempat baca sebuah komen, "Hati-hati, saat ini banyak penipuan yang mengatasnamakan kemanusiaan". hiks... )
Ya gitu aja. Sederhana. Saya status update setiap perkembangannya di rumah sakit, lalu semakin ada saja yang menyetor ke rekening, dan bahkan menyempatkan diri ke Bandung. Ada yang menengok secara perorangan, dan ada yang datang atas nama organisasinya. Padahal saya seperti melakukannya dengan melayang, alias membiarkannya terjadi begitu saja. Tidak memaksakan diri, pun memaksakan orang. See, I told you it was weird...
Perutnya agak bengkak disekitar sayatan/pembedahan
Dari sana, sebenarnya beberapa kali saya sempat bertanya dalam hati. Apa benar saya pernah punya hutang nyawa padanya di masa lalu? Memangnya, apa yang terjadi saat itu, sampai saya harus (kemungkinan) diselamatkannya? Kenapa saya merasakan betul tambahan kekuatan untuk menolongnya? Siapa dia, siapa saya?
Lalu, saya memutuskan untuk kembali ke bumi. Ah, wa'Allahualam. Saya tidak akan membiarkan kebingungan itu melemahkan iman. Apapun yang mungkin pernah terjadi, biar itu jadi rahasia Allah semata. Saat ini, saya cukup merasa lega, dan berterima kasih, karena sudah dapat satu kesempatan untuk berbuat kebaikan. Mudah-mudahan cerita ini menginspirasi, bahwa setiap orang selalu (dan selalu!) diberi kesempatan untuk berbagi dengan sesama di luar sana. Ia bahkan datang kepada seorang ibu rumah tangga yang lebih banyak di rumah seperti saya. Tinggal bagaimana kesanggupan kita meraihnya, dan lebih jauh lagi, memaknainya.
Insyaa Allah, cerita ini juga dijauhkan dari sifat riya', karena Allah benci membangga-banggakan dan menyombongkan. Dan saya sungguh takut dibenci Allah :( Jadi sepakat yes, dengan segala kerendahan hati, kita buat cerita ini jadi salah satu cerita yang berpesan : 'please try this at home' atau 'DIY - Do It Yourself' atau 'ayo kamu bisa'. Because if a simple (beautiful, ehem!) housewife can do it, then you can do it! :)
Lalu, saya memutuskan untuk kembali ke bumi. Ah, wa'Allahualam. Saya tidak akan membiarkan kebingungan itu melemahkan iman. Apapun yang mungkin pernah terjadi, biar itu jadi rahasia Allah semata. Saat ini, saya cukup merasa lega, dan berterima kasih, karena sudah dapat satu kesempatan untuk berbuat kebaikan. Mudah-mudahan cerita ini menginspirasi, bahwa setiap orang selalu (dan selalu!) diberi kesempatan untuk berbagi dengan sesama di luar sana. Ia bahkan datang kepada seorang ibu rumah tangga yang lebih banyak di rumah seperti saya. Tinggal bagaimana kesanggupan kita meraihnya, dan lebih jauh lagi, memaknainya.
If you see something that touches your heart, don't ignore it. Response it with good heart.
Maybe it is God's way to give you an opportunity to do good deed ~ unknown
Insyaa Allah, cerita ini juga dijauhkan dari sifat riya', karena Allah benci membangga-banggakan dan menyombongkan. Dan saya sungguh takut dibenci Allah :( Jadi sepakat yes, dengan segala kerendahan hati, kita buat cerita ini jadi salah satu cerita yang berpesan : 'please try this at home' atau 'DIY - Do It Yourself' atau 'ayo kamu bisa'. Because if a simple (beautiful, ehem!) housewife can do it, then you can do it! :)
Kemudian, kembali ke Adit, alhamdulillah, setelah hampir dua minggu, bayi mungil itu selesai menjalani operasinya. Tentu saja ada beberapa kendala (begitulah hidup, bukan?), seperti terjadi pembengkakkan di perut pasca operasi, dan ini, dan itu. Tapi over all, terima kasih ya Allah, kondisinya pulih dan bayi kecil itu bisa tumbuh-kembang dengan normal. Bayi kurus itu sudah sehat dan gemuk!
Iis, Suster, Adit, Ibu, sebelum pulang
***********
Di dalam ruangan dokter di rumah sakit.
Dokter : "Haduuuh, si Ibu nih. Gimana sih, bayi udah begini (spesialis anak itu menengadahkan kepala, mengangkat kedua tangan, membuka mulut dan membelalakkan matanya) malah dibawa pulang!"
Saya (melirik dengan kasihan ke sang ibu yang hopeless karena dimarahi) : "Yah, namanya juga ngga punya uang dok, mau ngapa-ngapain jadi serba bingung!"
Dokter : "Ya diusahakan dulu dong. Semua kan bisa dirundingkan. Jangan main bawa pulang. Kondisi seperti itu bisa membahayakan nyawa loh!"
Iya juga siy... :p
Di halaman parkir rumah sakit.
Iis : "Bu, Is ngga tau gimana jadinya kalo ngga ada Ibu. mungkin Adit udah ngga ada"
Saya : "Kan bukan Ibu aja, Is. Banyak yang bantu biar Iis sama Adit bisa dibawa kesini"
Iis : "Ah tapi Is juga udah yakin kok Bu, pas Ibu pertama nelpon. Is udah dikasih tau sama orang"
Saya : "Dikasih tau gimana? Sama siapa?"
Iis : "Sama orang pinter. Kan Is juga ngga diem, Bu. Adit dibawa berobat kesana-kesini yang murah (baca : yang sesuai budget). Nah ada yang bilang, katanya tungguin aja, nanti sebelum umur Adit 40 hari, bakal ada yang nolong. Tapi kalo lewat 40 hari, ya ngga selamet..."
Saya (ngga mudeng) : "Ha?"
Iis : "Iya! Tadinya is udah mau nyerah, eh Ibu nelpon pas Adit 40 hari!"
Saya (mulai merinding) : "........???"
Iis : "Eh iya, dari kemaren Is penasaran. Ibu hari lahirnya apa? Selasa bukan?"
Saya : "Iya. Emang kenapa?"
Iis : "Kata orang pinternya, yang nolongin Adit itu yang punya hari Selasa..."
***************
The universe is so well balanced that the mere fact that you have a problem,
also serves as a sign that there is a solution ~ Steve Maraboli
Sunset in Shoreline Beach, Sb, Calif
Teriring salam untuk saudara, teman, dan semua yang membantu,
untuk pihak rumah sakit, mulai dari resepsionis, bagian admin, para perawat, dan dokter-dokter,
terutama untuk ibu Mira S. Padmo sebagai direktur,
hanya Allah yang mampu membalas segala perhatian dan kebaikan yang diberikan.
Mungkin tidak seberapa, tapi bagi Adit, artinya nyawa.
Jazakallahu khairan katsiran :)
Catatan : Penyakit Hirschprung adalah suatu bentuk penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat lemahnya pergerakan usus karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya. Hal ini disebabkan karena terjadi mutasi pada gen EDN3, EDNRB, dan SOX10
Beach pic : Google image
Other pics : in 'Album Adit kecil yang pingin sembuh'
alhamdulillah Adit udah sehat yaaa... Teh Putu kereeeen
BalasHapusIya alhamdulillah.. hatur nuhun nenk Tian cantiq ^_^
Hapusmewek bacanya.......duh mbak...semoga saya bisa juga berbuat baik seperti tiu...saluteee
BalasHapusEhem, ini kerja keroyokan Mommy Enci sayaaaang :)
BalasHapusAlhamdulillah.. ini salah satu manfaat baik dari media sosial :).
BalasHapusCerita yg di paragraf terakhir, saya kategorikan fiksi aja ya Bu.. :)
Haha, iya terkesan fiksi ya? Tadinya malah mau ditaruh di paragraf pertama...
HapusBoleh deh, biar jadi perpaduan jenis cerita dalam satu tulisan :)