Learning and playing @ the Library
Dilema sekali
deh, saya, kalo menjelang liburan panjang sekolah seperti ini. Biasa, ibu-ibu kan rempong banget ya,
masalah duit, hehe. Sedangkan kalau anak-anak mau liburan, kok rasanya
pengeluaran lebih hambur ya..? Padahal, jadwal-jadwal rekreasi mereka sudah
diumumkan jauh-jauh hari, yaitu pada wiken dan tanggal merah. Tapi
sebelum hari-H itu datang, duh, mereka tetaplah anak-anak yang banyak maunya…
*persis ibunya dulu :D
Nah, seperti
biasanya juga para ibu, saya pun harus pintar-pintar bersiasat, supaya
anak-anak tidak rewel karena bosan berada di rumah –atau malah jadi tambah
rajin bertengkar dengan kakak/adiknya-, sekaligus berhemat dan tetap
‘menyisipkan’ bahan pelajaran kepada mereka. Caranya?
Beberapa bulan
lalu, di dekat rumah saya di seputaran Bandung Timur, sebuah perpustakaan besar
selesai dibangun. Gedungnya keren, tidak ‘kuno’ seperti penilaian saya terhadap
sebuah gedung yang berpenghuni buku-buku (ck ck ck, judgmental sekali saya,
hee…). Berlapis kaca-kaca tebal berwarna hijau dan bergaya arsitek modern,
gedung Perpustakaan itu justru mencolok. Apalagi disandingkan dengan gedung
sebelahnya : Gedung Badan Pusat Arsip Daerah-Bapusipda, yang dari namanya juga
sudah bikin ‘ngantuk (lagi-lagi sok menilai, maaf ya, hee...).
Setelah diresmikan,
saya dan Kayla (putri pertama saya yang saat itu masih TK) segera mendaftar
sebagai Anggota. Tidak perlu membayar administrasi dsb, hanya perlu membawa 4
buah pasfoto berukuran 2x3, untuk ditempel di empat buah kartu pinjam buku.
Kartu pinjam buku itu nantinya akan disimpan pihak admin, dijadikan ‘bukti’
bahwa kita membawa (maksimal) empat buah buku ke rumah, dan dikembalikan lagi
setelah kita memulangkannya. Member Card-nya sendiri berbahan plastik, mirip
kartu ATM, jadi tidak mudah lecek/kusut dan cocok diselipkan dalam dompet J
And so,
begitulah, sejak Kayla selesai UAS kemarin, saya jadi lebih sering mengajaknya ke
perpustakaan, sambil menunggu wiken datang dan papanya mengajak jalan-jalan.
Adiknya bagaimana? Raynor, putra bungsu saya yang berusia 2 tahun 10 bulan itu
pun senang sekali dibawa ke perpusatakaan. Soalnya, ruang baca anak-anak ternyata
ada perosotannya! Ya, diantara rak-rak buku, pada sebuah sisi, sebuah perosotan
kecil tertempel didindingnya. Tidak terlalu curam, landainya cukup untuk membuat
senang sekaligus aman untuk anak-anak batita. Tangga naiknya bersudut sekitar
30°, dengan sebuah rak buku dibawahnya, dan pegangan besi disampingnya.
Raynor sebelum main Perosotan
Perpustakaan
yang konon katanya bertaraf internasional itu memiliki empat lantai. Lantai
pertama adalah Lobby dengan sebuah meja informasi yang dilengkapi seperangkat
komputer untuk mendata tamu (kita diizinkan untuk mengisi sendiri daftar
pengunjung), dan Ruang Baca Anak-anak. Lantai kedua adalah Ruang Baca Remaja,
Ruang Baca Dewasa, Ruang Diskusi dan Konsultasi. Berikutnya adalah Ruang
Majalah/Koran dan Koleksi Digital, Ruang Administrasi & Pendaftaran. Kita
mendaftar sekalian langsung dipotret di lantai tiga ini jika ingin menjadi
anggota (catatan : seperti bikin SIM, hasil fotonya yang langsung dicetak ke
kartu pasti jelek, hiks..). Kita juga membayar denda disini jika terlambat
mengembalikan buku, 300 rupiah per harinya (ya, saya pernah telat balikin…).
Lalu, lantai yang terakhir adalah Aula dan Ruang Tunggu VIP.
Sesuai dengan
fungsi ruangan masing-masing, rak-rak bukunya disusun sedemikian rupa. Ya itu
tadi, di Ruang Baca Anak dilengkapi dengan sebuah perosotan kecil, dan penataan
yang lebih lapang, supaya tidak nampak membosankan. Dinding-dindingnya dihias
dengan ‘lukisan bercerita’, tergambar panjang memenuhi tiap sisi, menampilkan
beberapa dongeng rakyat, salah satunya adalah kisah Sangkuriang. Buku-buku
tersusun rapi, lengkap mulai dari buku pengetahuan umum, pengetahuan agama,
kisah cerita dari berbagai Negara, komik dan majalah, sampai buku bergambar
untuk Toddler usia 2-3 tahun. Semua berdiri tegap sejangkauan tangan-tangan mungil,
diatas hamparan karpet abu yang bersih terawat. Di ruang baca Remaja dan Dewasa, tentunya rak-rak bukunya lebih tinggi menjulang, dan dijajar lebih dinamis, serta tetap dilengkapi dengan kursi-kursi baca yang nyaman.
Duduk-duduk di bangku empuk, sambil baca-baca
Di ruang Baca Anak, selain boleh
santai-santai berlesehan (bahkan tidur-tiduran), beberapa sofa warna-warni dan
meja bulat putih diletakkan di tengah ruangan. Cocok sekali untuk mendukung
karakter anak yang tidak bisa diajak serius dalam membaca buku. Ruang ini
dilengkapi juga oleh seperangkat TV layar datar besar dan DVD Player di salah
satu pojok, loh, untuk memfasilitasi mereka yang ingin menonton film
pengetahuan/pendidikan. Dan di sudut lain, terdapat sebuah ruangan luas yang
berpanggung. Tidak terlalu tinggi siy, tapi suka dijadikan tempat untuk pentas
menyanyi oleh kedua anak saya. Asal tidak terlalu ribut/mengganggu yang lain
(atau keburu ditimpuk sendal…), sepertinya sah-sah saja menyanyi di Ruang Baca
Anak ^_^
Oh ya, setiap
lantai menyediakan kursi warna hijau dan kuning untuk membaca atau
ber-online-an di ruang terbukanya. Sungguh tidak akan membosankan, duduk-duduk menunggu di
bangku-bangku empuk itu sambil melihat-lihat keluar. Kaca-kaca hijau
transparannya menyajikan pemandangan kompleks Kawaluyaan dan sekitarnya, hingga
jajaran pegunungan dikejauhan. Bandung
banget deh pokoknya J
Kay dan Ray, bermain-main di depan kaca hijau besar di lantai-2
Diantara semua
yang bagus-bagus diatas, ada satu yang bikin saya agak ‘komplen’, yaitu jam
operasionalnya. Perpustakaan itu hanya buka dari mulai pukul 8 pagi sampai 3
sore saja. Padahal Perpustakaan Nasional di Jakarta buka sampai jam 4 sore, dan
bahkan Perpustakaan di Negara lain ada yang tutupnya pukul 6 sore menjelang malam. Menurut
saya, sebagai salah satu bagian dari lembaga Negara, yang memang sudah tugasnya
melayani secara umum, sebaiknya memiliki jam operasional yang mendukung semua
lapisan/usia masyarakat. Soalnya, suami saya suka ingin ikut kesana, tapi
tentunya tidak memungkinkan karena sebagai karyawan, ia baru selesai kerja pada
pukul 5 sore.
Saya juga sering
bertanya-tanya, bagaimana caranya ya, anak-anak sekarang yang bersekolah hampir
full time, dari pagi sampai jam 3-4 sore, bisa berkunjung kesana? Untungnya, Kayla
masih kelas 1 (pulang sekolah jam 1 siang) dan Raynor belum bersekolah, jadi
punya waktu yang pas untuk ikut membaca di perpustakaan. Seorang teman yang
sedang meneruskan kuliahnya ke jenjang S2 pun ikut ber-irihati, mendengar
cerita saya tentang perpustakaan mewah dekat rumah itu. Sebab, selain
profesinya sebagai pegawai, ia juga adalah seorang mahasiswa yang amat sangat
butuh tempat bacaan alternatif (selain perpus kampus) yang menunjang pendidikan dan thesis-nya nanti.
Well, eniwei
baswei, saya senang sekali karena Perpustakaan Daerah Bandung ini dapat dijadikan
tempat tongkrongan gratis, (kebetulan) dekat dengan rumah, dan pastinya punya
peran positif untuk anak-anak. Selain sebagai hiburan, banyak membaca tentu
membuat mereka semakin pintar dan berwawasan bukan? Soalnya, semakin dini
anak-anak dikenalkan untuk membaca, akan semakin banyak pula manfaatnya bagi
mereka kelak. Apalagi jika kita, orangtuanya sendiri, yang membiasakannya sejak
kecil, sambil leyeh-leyeh di kasur menjelang tidur malam. Walaupun lupa
sumbernya, saya pernah mendapat info, bahwa membacakan cerita untuk anak itu
tingkat efektifitasnya sama dengan 10 hari belajar baca-tulis di sekolah, loh J
Berikut ini,
sekalian saya kutip ‘khasiat’ dari membaca yaa…
12 Manfaat ‘Read
a Story’ :
- Kemampuan berbahasa meningkat
- Kemampuan mendengar meningkat
- Kemampuan berkomunikasi verbal meningkat
- Kemampuan konseptual meningkat
- Kemampuan memecahkan masalah meningkat
- Daya imajinasi dan kreativitas bertambah
- EQ (Kecerdasan Emosional) naik
- Nilai moral bertambah
- Wawasan bertambah
- Pengetahuan ragam budaya bertambah
- Mendapatkan relaksasi jiwa dan raga
- Keakraban emosi antara orangtua dan anak meningkat
iri mak...kami tinggal di daerah banget, jd pas ada perpustakaan daerah yg diiklankan di radio, saya langsung kesana mendaftar...tempatnya cuma bekas kantor camat jadul....yg saya cari cuma buku statistik daerah, malah ga ada....kapan ya bisa perpusnya kayak yang di gambar itu....*gleknelenludah.
BalasHapusperpustakaannya keren banget. Kotaku masih kalah jauh. Aku sering juga ke perpustakaan. Cuma sendirian soalnya belum punya anak kak.
BalasHapus@ mak enci.. hiks, seharusnya perpustakaan yang bagus itu ada merata di setiap kota ya. kan menunjang sekali pendidikan.. kalo ke bandung kabarin ya, nanti diajakin tur kesana :)
BalasHapus@ hp yitno : wah, senangnya rajin ke perpus. ayo minta pemda-nya untuk bikinin kotanya perpus yg keren ^_^
BalasHapusPerpusnya bagus, di Pekanbaru Riau juga ada puswil Soeman HS yang bagus juga Mbak, anak saya juga sering saya ajak ke sana :)
BalasHapusIya senang ya, bawa anak2 ke perpus :)
BalasHapusAh, pengen banget ih ke sana, seruuu..apalagi aku suka baca :) Tapi jauh euy..
BalasHapusJauh tp worth it pisan, teh. Kadieu atuh kita kopdaran :)
BalasHapus