[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Tugas

Rabu, 18 September 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Tugas


Siang ini suhu udara panas sekali. Dengan deadline tulisan yang seakan mengejar, Rara jadi merasa penat. Lelah dengan kesibukan yang seakan itu-itu saja --walau jauh di lubuk hati ia menikmatinya. Lalu, seperti biasanya saat sedang butuh dukungan, pikirannya langsung tertuju pada Jaka. Diambilnya telepon genggam dan segera mencari sebuah nomor. 

"Aku capek," ia merajuk. "Perasaan kerjaan kok begini aja, ya?"

"Begini aja, gimana?" di seberang sana, Jaka menjawab dengan sabar. Kebetulan ia sudah selesai makan siang, jadi bicaranya diselingi suara pemantik yang membakar rokoknya.

"Ya gitu deh..." Rara mengernyit. "Rokok ke berapa hari ini?"

"Satu," yang ditanya menjawab. "Satu di siang ini..."

Tapi Rara tidak sedang ingin mengomeli suaminya yang suka kebanyakan merokok itu, jadi ia meneruskan keluhannya.

"Apa aku harus kerja ini, ya? Atau ada kerjaan lain di sana yang lebih cocok untukku?"

Jaka mengembuskan asap rokoknya dulu sebelum menjawab, "Misalnya apa?" 

"Yah... bisnis apa kek gitu..." jawab Rara mengambang. "Etapi aku ngga cocok bisnis ding, dulu sudah pernah dan ngga suka."

Di ujung lain telepon, Jaka tersenyum dikulum. Ya, istrinya itu sama sekali tidak cocok berbisnis. Ia terlalu banyak menebar kasihan, tidak baik buat urusan dagang.

"Atau jadi pegawai..." Rara menggumam, "Pegawai apa ya?"

"Kamu kan waktu bekerja kantoran dulu kepenginnya malah bisa freelance menulis, Ra..." Jaka mengingatkan.

Rara terdiam. Ya, dulu ia pernah mengidamkan itu. Mengidamkan pekerjaannya yang sekarang, yang ternyata kalau dipikir-pikir itu...

"Iya sih, aku menikmati menulis..." ia mengakui. "Rasanya apapun itu yang fokusnya melayani, aku menikmati."

"The desire for objects that lie hidden in us and spring out from time to time are our Vasanas" Jaka mengingatkan. "Keinginan yang terpendam dalam diri dan muncul dari waktu ke waktu adalah Vasana, jejak karma kita." 

Rara terdiam lagi dan setuju. "Kecenderungan itu sudah kubawa terus, ya?"

"Setiap orang membawa kecenderungannya masing-masing dalam setiap sesi kehidupan," Jaka menjelaskan. "Tidak akan hilang walau raga sudah tidak ada, karena jejaknya tetap ada di alam semesta."

"Seperti melati yang walau sudah tidak berjasad, layu dan mengurai di tanah, tapi wanginya masih tercium, ya?" Rara meneruskan. Ia pernah berbicara tentang ini dengan Jaka sebelumnya. 

"Makanya ada orang yang bisa bermusik, bahkan tanpa latihan sedikitpun, karena jejak karmanya di sana," tambah Jaka. "Kemampuanmu yang sekarang tidak lepas dari kebisaanmu di sesi-sesi hidup yang sebelumnya. Malah mungkin ada tugas yang belum selesai di sana, sampai harus mengulanginya lagi sekarang. Tugas untuk memberitahukan tentang indahnya dunia."

"Lalu tugasmu apa?" Rara menggoda suaminya. Penatnya sudah hilang rupanya, hingga tergelitik untuk bercanda. 

"Tugasku?" Jaka mengembuskan asap lagi sebelum menjawab, "Menemanimu."

Rara terkikik geli. "Tapi kamu ngga di sini sekarang," ia merajuk lagi.

"Kita tidak harus selalu bersama secara fisik," jawab Jaka sambil mematikan rokok. "Tapi aku akan selalu mendukungmu."

"Kalo Vasanamu apa?" goda Rara lagi. 

"Entah kenapa, kecenderunganku itu terus-terusan mencari lalu menemukanmu," Jaka menjawab sepenuh hati. "To be together again, as we were meant to be."

Jika siang yang panas itu bisa melelehkan es krim, hati Rara pun meleleh karena kalimat Jaka. "As we always be," sambungnya sambil tersenyum.

Di seberang sana, Jaka ikut tersenyum mendengarnya. "Aku kembali kerja dulu ya," ia berpamitan.

"Ingat terus sama tugasmu, yaa," Rara berpesan penuh sayang.

"I will. Love you," yang diberi pesan tersenyum lagi sambil menutup pembicaraan.

********

"When we act from a feeling of lack (fear) and the desire that springs from it, the action leaves a subtle trace. The unseen result is called a Vasana. The desire for objects that lie hidden in us and spring out from time to time are our Vasanas."

Baca lagi kisah kasih mereka di Kumpulan Fiksi Rara & Jaka

8 komentar:

  1. Duh ko jadi baper deh bacanya..share sama suami deh yaa, boleee hihihihihi

    BalasHapus
  2. oh co cuiit..
    Aku pen ditemenin juga atulaaah, eeaaa
    skalian digombalin hahhahaa

    Jaka oh Jaka..
    Rara,oh Rara

    BalasHapus
  3. Horee, jadi nambah pengetahuanku ini, ada yang namanya 'Vasana.' terima kasih Jaka-Rara eh teh Ayu :)
    Jaka yang bilang kata-kata romantis ke Rara kenapa malah aku yang senyum-senyum seneng ehehehe *terbawa perasaan ini mah

    BalasHapus
  4. Wah, baca ini jadi baper. Hehe ... fiksinya lekat banget dengan keseharian tentang kehidupan penulis.

    BalasHapus
  5. keren mbak kisah Rara dan Jaka nya, ini kali berapa ya aku baca fiksinya Mbak..suka, bahasanya enak walo agak ketinggian buatku karena aku harus googling cari maknya hehehehe..secara keseluruhan aku suka :)

    BalasHapus
  6. Jaka dan Rara ini emang teladan banget ya 👍👍

    BalasHapus
  7. Rara kayak aku. Jangan-jangan jalan karmaku juga gitu ya? :)

    BalasHapus
  8. Ah, Jaka selalu melelhkan hatiku juga deh. Kata-kata bijaknya selalu jadi pengingat buat aku. I love you, Jaka. :))))

    BalasHapus