[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Sebuah Ilmu

Jumat, 26 Juli 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Sebuah Ilmu


Siang tadi panas, begitu juga dengan hati Rara. Ia sedang kesal kepada seorang teman, yang selalu meminjam barangnya tapi selalu juga lupa tidak mengembalikan. Lupa, atau pura-pura lupa, Rara sudah tidak mengerti lagi bedanya. Dalam kekesalannya, ia mengadu pada Jaka. Untungnya, sang suami yang biasanya tidak mudah terusik, kali itu mendengarkan ceritanya dengan sungguh-sungguh.

"Ini sudah yang ke berapa kalinya, Ra?" tanya Jaka sambil tetap mempertahankan ketenangannya. "Bukannya dia sudah sering begitu? Kamu ngga melarang dia meminjam lagi?"

"Waktu itu aku terpaksa meminjamkan," Rara membela diri. "Masa orang ngga boleh pinjem payung saat hujan..."

Jaka diam sembari mengatur napas. Rara sudah berkali-kali mengeluhkan hal yang sama tentang temannya itu, dan mestinya sudah ada pelajaran yang diambil mengenainya. 

"Yang bawa payung cuma kamu aja?" tanyanya lagi. "Yang lain gimana?"

"Yang lain ngga ada yang mau minjemiiin," Rara berseru dengan putus asa. "Semua udah tau gimana kelakuannya, huhuhuu.."

Jaka jadi luluh hatinya mendengar isakan Rara. Istrinya itu memang tipe yang tidak tegaan, yang kemudian berimbas pada kemampuannya untuk berlaku tegas. 

Tanpa memeluk Rara dulu, Jaka langsung mengambil sikap diam. Dipejamkannya mata, lalu berhening diri selama beberapa saat. Setelah itu, dirangkulnya sang istri untuk membantunya menenangkan diri.

********

Sore ini Rara sudah biasa-biasa lagi. Ia sedang sibuk di dapur, menggoreng Risoles untuk suguhan Tea time bersama Jaka, ketika telepon genggamnya berbunyi. Tanpa melepaskan pandang dari masakannya, ia mengangkat telepon dan berbicara selama beberapa menit, sampai...

"Yeay, dia mau mampir ke sini, balikin payung kesayangankuuu!" ia berteriak. Terburu-buru ia mengangkat Risolesnya dari panci, lalu menghambur ke arah Jaka.

Yang tiba-tiba dipeluk itu agak terkejut, tapi langsung paham maksudnya. "Lain kali, ngga perlu dipinjamkan apa-apa lagi yaa," pesannya.

Rara mengangguk cepat, karena hatinya begitu riang. "How did you do that?" tanyanya sungguh-sungguh. Sesungguh niatnya untuk belajar.

"Did what?" Jaka balik bertanya.

"Aku tau kamu yang bikin dia kembaliin payungku," jawab Rara serius. "Ajariiin!"

Sambil tertawa, Jaka menjawil pipi istrinya. "Semua terjadi atas izinNya, Ra, bukan gara-gara aku."

"Aku tau itu..." suara Rara melembut, mulai merayu. "Tapi kan... Owh c'mon, ajariiin!" 

Jaka tertawa lagi. Rara dan emosinya yang suka meletup-letup, dengan karakternya yang ekspresif, dengan kesadarannya yang masih terbatasi perasaan...

"Ngga semua bisa diajarin ke kamu, selama masih belum belajar mengendalikan diri," Jaka menjawab jujur. "Dan ngga usah ngerayu-rayu, aku serius dan bukannya merendahkan atau meninggikan, kita belajar berkesadaran lagi dulu, ya."

Merasa bahwa strateginya sudah terbaca, Rara mundur teratur. Ia lalu kembali kepada risolesnya sambil merenung. Ya, tidak ada keselarasan yang bisa dipaksakan. Pada dasarnya semua pengetahuan dapat diakses setiap orang, walau belum tentu semua dapat menguasainya. Ada bakat dan jatah khusus, juga proses belajar yang tidak mudah, untuk seseorang bisa memiliki sebuah ilmu tertentu. 

Lagipula, tidak akan seseorang dipercayakan mengemban ilmu, semasa kesadarannya belum mencapai tahap yang sama dengan keilmuannya. Tak lain, agar pengaplikasiannya juga seiring sejalan dengan maksud dan tujuan sang ilmu, dan demi keseimbangan seluruh alam. 

Kemudian sambil tersenyum dalam kepahaman, Rara berlalu ke ruang tengah, membawakan sepiring Risoles dan secangkir teh manis untuk suaminya.

********

*terinspirasi dari obrolan dengan ko Robert Freddy🙏😊
Baca lagi kisah mereka di Kumpulan Fiksi Rara & Jaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar