[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Wish and Command

Jumat, 14 Juni 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Wish and Command


Jaka sedang tugas di luar kota lagi. Di luar pulau, malah, membuat Rara semakin merasa suaminya itu jauh dari jangkauan. Padahal sudah dua hari ini ia sedih dan kepengin dipeluk sambil ditenangkan. Tapi kadang-kadang Jaka bukanlah suami yang menyenangkan, terutama dalam hal menenangkan...

"Disuruh eling melulu," Rara merajuk. "Orang lagi pengin disayang-sayang, malah dikasih wejangan."

Di ujung sana, Jaka sebenarnya tertawa geli. Namun ia tetap membalas dengan sepenuh sadar agar Rara belajar.

"Sampai kapan kamu mau disenang-senangin terus?" tanyanya. "Aku kan bukan tipe yang membujuk-rayu dengan banyak lisan yang melenakan..."

Mau tidak mau, Rara menyetujui pendapat Jaka. Memang sudah dari kemarin suaminya itu berusaha membuatnya tenang, walau bukan dengan kata-kata indah bak puisi. Dan sampai hari ini, ia belum juga sadar akan kondisinya sendiri -masih ingin dibuai lagi dengan simpati.

"Gara-gara temanku, sih," Rara menggerutu. "Jadinya aku rugi besar. Aku emang ngga bakat jualan!" 

Rara baru saja membuka usaha membuat parcel lebaran berdua dengan temannya. Modalnya berdua, tugasnya dibagi dua; sang teman mencari pelanggan dan ia --karena bakat mengaturnya yang luar biasa-- yang belanja dan menatanya. Sayang, seorang pelanggan yang direferensikan temannya ternyata memberikan bukti transfer palsu dan membuat usaha itu gagal total.

"Bukan gara-gara teman," sahut Jaka dengan sabar. "Sampai kapan kamu mau menyalahkan orang lain? Kenapa ngga nyalahin pak Jokowi sekalian, atau Tuhan?"

Kali ini, Rara bisa tertawa karena kata-kata suaminya. 

Lega sekali Jaka mendengarnya. "Dan berhentilah mensugesti dirimu dengan ketidakmampuan, Ra," ia kembali serius. "Sudah seberapa lama pikiran itu mengendap di bawah sadarmu, hingga mewujud seperti ini?"

Rara menghentikan tawanya dan ternganga. Sebuah kepahaman baru menghampirinya. Ya, ia memang sudah lama sekali mendoktrinasi dirinya dengan "Saya tidak bakat jualan" dan hasilnya, semesta mewujudkan permohonannya itu. Your wish is my command, begitu kata alam raya.

"Jadi, semua salah aku sendiri, ya?" tanyanya dengan sedih. 

"Tidak ada yang salah," jawab Jaka. "Semua yang terjadi pada kita itu yang paling sesuai adanya. Terjadi begini karena sesuai pikiran bawah sadarmu yang kerap menjegal keberhasilan. Dan terjadi begini karena memang sudah harus terjadi pada waktu yang sesuai. Agar kamu belajar untuk menyadari apa yang bisa diwujudkan semesta atas hasil pikirmu sendiri."

Rara ternganga lagi dibuatnya. Ya, ia jadi sadar sekarang, bahwa Tuhan sudah merancang alam ini dengan hukum-hukum yang teraplikasi otomatis pada segenap makhlukNya. Semesta sudah memberlakukan hukum tarik-menarik dan melakukan tugas dengan sempurna --apa yang ada di pikiran bawah sadarnya selama ini telah mewujud. Lalu siapa yang harus dikomplain? Dan bahwa ia memang harus mengalami ini supaya belajar darinya --belajar ganti cara berpikir, menanamkan kepositifan dalam bawah sadar. Sudikah ia menggantinya, setelah puluhan tahun ini?

"Ra?" suara Jaka menggema lembut melalui gelombang di udara. Tak hanya suara sebenarnya, karena sang suami itu selalu mengirimkan energi setiap kali istrinya merasa sedih. Dan getarannya selalu menyamankan.

"Kamu kalo dateng itu dingin," Rara tersenyum menikmati semacam tiupan angin yang tetiba mampir di kulitnya. "Tapi nanti malem pas kamu sampe rumah, aku mau yang hangat-hangat..."

Lalu Jaka gantian tertawa. "Your wish is my command" katanya dengan suara serak yang penuh hasrat. 

Dan hari belum berganti malam ketika Rara membuat dirinya terbuai kehangatan itu...

********
Baca lagi kisah kasih mereka di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka 

1 komentar:

  1. Benar juga ya, sebaiknya sebelum melakukan sesuatu kita harus meyakinkan diri kita terlebih dahulu bahwa kita mampu agar nantinya tidak ada keraguan lagi.

    BalasHapus