[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Persepsi dan Realita -bagian 1

Kamis, 09 Mei 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Persepsi dan Realita -bagian 1


Sore yang cerah. Rara dan Jaka bergandengan tangan saat mereka menyusuri jalan setapak di taman depan. Masih ada sekitar satu jam menjelang berbuka puasa, dan mereka memilih ngabuburit sambil membawa beberapa bungkus Samosa. Gorengan khas India masakan Rara itu mau dibagikan kepada para musafir yang lewat. 

"Aaaaw!" Rara menjerti dan berlari menjauh. Seekor belalang besar yang tetiba hinggap di depan mereka yang membuatnya demikian. 

Jaka tidak ikutan kaget --rasanya hampir tidak ada yang bisa membuatnya terkejut. Jadi ia tertawa saja, dan menghampiri istrinya untuk kembali berjalan. 

"Kenapa aku bisa takut banget sama belalang, ya?" Rara bergidik. Ia mencengkeram erat-erat lengan suaminya.

"Ada perangkat lain selain indera, yang membuat kita dapat mengidentifikasikan sesuatu yang nir-kasat," kata Jaka. "Namanya 'rasa'."

Tidak paham, Rara memandang suaminya dengan kening berkerut.

"Perangkat canggih bernama rasa lah, yang mentransformasikan sensasi badaniah menjadi nir-kasat atau melampaui indera," Jaka berkata lagi. "Seperti rasamu terhadap belalang itu."

Masih tidak mengerti, kerutan di dahi Rara makin bertambah.

"Seperti saat kita mendengar kata 'cokelat', maka pikiran membawa pada pengidentifikasian tentang warna dan bentuknya," Jaka memberikan contoh. "Tidak berhenti sampai pengidentifikasian secara fisik, pikiran menggali-gali lagi informasi lain, termasuk membuka kembali kesan-kesan mental yang terkait dengannya."

"Ooh..." Rara mulai paham.

"Hanya dalam waktu yang singkat saja, pikiran sudah dapat menghadirkan abstraksi dari 'rasa' si empunya nama -apakah itu bernama cokelat, kolak, atau belalang," Jaka meneruskan. "Rasa membuat kita mudah mengingat sesuatu, dan kesan membantu kita mengingat dan membayangkannya."

Rara mengangguk-angguk. "Tanpa kesan, kita kesulitan mengingat tentang sesuatu hal, ya?" tanyanya. 

"Ya," jawab Jaka. "Kesan itu berperan penting, karena jika kesan pertama yang tertangkap oleh indera itu buruk, maka akan ada penolakan di batin kita. Selanjutnya, kesan buruk itu akan terus menghantui --seperti kesan kamu akan belalang."

Rara mengangguk lagi. 

"Sebaliknya, jika inderawi menangkap kesan baik akan sesuatu, maka akan menimbulkan keterikatan, kemelekatan," lanjut Jaka. 

"Seperti kegandrungan akan cokelat atau es krim," sahut Rara. 

"Ya,"Jaka tersenyum. "Demikianlah kita, manusia. Setiap hari menimbun berbagai kesan dalam batinnya. Kadang tanpa sadar bahwa kesan-kesan itu bersifat dualistik. Ada manis dan pahit, ada takut dan berani, dan sebagainya."

"Bukankah memang begitu adanya dunia?" tanya Rara. "Semua serba dualistik, dan kesan sangat berpengaruh terhadapnya."

"Kelak," Jaka menjawab, "jika sudah mampu menerima penangkapan indera dengan hanya disadari, maka kita akan sampai pada kebenaran sejati, yaitu bahwa segala sesuatu itu netral adanya -tanpa memedulikan penilaian kita."

"Bahwa sejatinya belalang itu tetap akan berlompatan -tidak bergantung pada takut atau beraninya kita," Rara berkesimpulan. "Jadi biasa aja menyikapi segala sesuatu, ya? Supaya ngga menimbulkan kesan mendalam sehingga dapat memengaruhi sikap dalam hidup..."

"Ya, kalau bisa begitu," Jaka tersenyum lagi sambil memandang Rara. "Kalau belum bisa ya ngga apa-apa. Namanya juga hidup di bumi itu untuk belajar."

Rara memandang balik suaminya, dan ikutan tersenyum. Senja sudah hampir selesai, Jaka lalu menggandeng lagi istrinya, menuntunnya pulang...

********
*Terima kasih kepada pak Ngurah Agung atas inspirasinya <3 

Baca lagi kisah kasih mereka di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka

9 komentar:

  1. Kang Jaka yang ngemong Rara ini caranya asyik, pantesan Rara gak pernah nyanggah ya manut aja. Lucu dan edukated buat jd panutan pasangan nih

    BalasHapus
  2. Aku kalo ama belalang mah masih aman, tapi kalo ama kecoak bawaannya pasti menjerit kayak Rara hehehe

    Sepertinya aku punya kesan buruk ama kecoak yak hehe

    BalasHapus
  3. Bener juga ya, kadang kita kesan pertama pada sesuatu bisa menimbulkan rasa selanjutnya. Dulu saya juga paling gak suka dengan kecoa. Akhirnya sampai sekarang kalau lihat kecoa bawaannya pengen menghindar hihihi

    BalasHapus
  4. Persepsi dan realita ini agak rumit ya. Masih belajar bikin persepsi baik biar realitanya kebawa baik :)

    BalasHapus
  5. setuju biasa aja teh menyikapi sesuatu jadi ga perlu berlebihan takutnya soalna aku gitu hehehe

    BalasHapus
  6. Aku kok ga bisa gitu yaa, teh...
    Aku masih selalu mengaitkan sesuatu dengan rasa.
    Apa dengan tidak mengaitkan sesuatu dengan persepsi (rasa) akan mematikan kita terhadap makna "benda" itu sendiri?

    BalasHapus
  7. Dapat pembelajaran baru lagi dari Rara dan Jaka, saat ini masih belajar netral, buat saya masih harus belajar dan berlatih

    BalasHapus
  8. Mungkin ini makanya ada pepatah 'kesan pertama itu penting', biar kalau ketemu langsung ingetnya hal yang baik-baiknya.

    BalasHapus
  9. Wah Rata dan Jaka ini hobi banget ya mengupas dan mengulas sesuatu hehe..mantaps lah..

    BalasHapus