[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang MengalamiNya

Senin, 25 Maret 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang MengalamiNya


Rara sedang libur panjang karena murid-muridnya sudah selesai mengikuti ujian kenaikan tingkat. Jadi ia di rumah saja beberapa hari ini. Menghabiskan banyak waktu di kamar dan di sofa, juga di meja makan dan teras, untuk membaca. Ia dan Jaka sama-sama suka membeli buku, fisik maupun elektronik, dan kebanyakan masih belum sempat dibaca. Jadi liburan ini adalah kesempatannya menghabiskan satu-dua buku yang sedang menarik perhatiannya; buku tentang Sufi dan Tantra. 

"Aku sudah membaca setengah-setengah," lapornya pada Jaka saat jam makan siang. Suaminya itu sedang bertemu dengan seorang klien di sebuah daerah pinggir kota.

"Setengah-setengah gimana?" suara Jaka terdengar sambil mengunyah. 

"Setengah yang Sufi, setengah yang Tantra, ahahaha," Rara terbahak sendiri. 

Jaka ikut tertawa. Rara memang mudah sekali bosan membaca buku. Kadang baru separuh jalan sudah ditinggalkan dan beralih ke buku baru.

"Tapi dua buku ini aku niatkan buat dibaca sampai habis," suara Rara terdengar lagi di ujung telepon sana. "Ada sebuah persamaan yang aku ngga nyangka akan ketemu dalam keduanya."

"Hmm..." Jaka sepertinya sudah menghabiskan makan siangnya, dan menyalakan rokok.

"Minum dulu baru ngerokok," Rara mengingatkan. "Tantra dan Sufi itu mengakui keberadaan Tuhan secara mutlak tak terbantahkan."

"Sudah minum..." Jaka menyela. "Terus?"

"Tapi, alih-alih menjelaskan keberadaan itu dengan teori-teori yang mungkin malah bisa mengaburkan realitanya, maka keduanya sama-sama mengajak untuk mengalami langsung keberadaan Sang Maha itu," jelas Rara panjang lebar. "Sebuah ajakan yang sebenarnya sudah lama sekali ada."

Jaka tertawa mendengarnya. Ya, dia paham benar bagaimana "ajakan" tersebut sangatlah tidak umum di zaman now ini. Mengalami Tuhan? Bagaimana mungkin??

"Terus..." tanyanya sambil mengebulkan asap rokok dengan nikmatnya. 

"Caranya adalah, dalam Tantraisme yaitu dengan memulainya dari diri sendiri dulu," jawab Rara semangat. Lupa ia, bahwa Jaka bisa jadi lebih banyak tau daripada yang ia tau. Tapi Jaka diam saja. Ia penasaran dengan penjelasan istrinya tentang Tantra. 

"Sebetulnya seperti yang sudah dipahami juga, bahwa IA tidaklah jauh," Rara meneruskan. "Mengalaminya adalah dengan cara merujuk ke diri sendiri, apa dan kapan diri bisa masuk ke dalam ruang kosong di mana tidak ada lagi segala gatra, bentuk atau rupa."

"Dan..." Jaka bertanya jahil. "Apa dan kapankah itu?"

Rara tertawa. Sadar bahwa suaminya memang lebih tau darinya. "Saat kedua energi maskulin dan feminin menyatu. Saat dikatakan bahwa dua yang berbeda itu luluh dalam keindahan bercinta. Sang wanita hilang identitasnya, sang pria lepas egonya. Hanya penyatuan yang membuat keduanya lebur dalam lautan energi tak berhingga, bersama menikmati keadaan di sini-kini yang tidak terpenjarakan apapun. Mengalami getaran maha halus, di mana tidak ada sesuatupun yang mampu mendeskrisikannya." 

"Waw..." Jaka menelan ludah. "Luar biasa... Btw, kenapa harus ngomongin Tantra sekarang sih..."

Di seberang sana, Rara terkikik geli.

"Lalu Sufisme," ia melanjutkan. "Yang juga mengabarkan bahwa jika ingin mengalamiNya, maka mabuklah dengan meminum anggurNya. Lampaui pikiran yang membawa pada hal-hal yang dualistik. Tanggalkan, dan temukan Tuhan yang bertahta di dalam hati. IA dikatakan sangatlah rahasia, penuh misteri, perawan murni yang bersembunyi. IA menunggu untuk ditemukan, dan jika sudah maka menyatulah. Mabuk bersama keagungannya yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata."

Lagi-lagi, Jaka hanya berkata, "Waw." Sependek pengetahuannya tentang Tantra dan Sufi, ia tau bahwa ia tidak bisa menjelaskannya sebagaimana Rara menjelaskannya. Penjelasan yang membuatnya jadi ingin cepat-cepat pulang dan "menyatu". Eh.

"Kok no komen..." Rara protes.

"Ya, begitulah..." akhirnya ia berkata. "Keseluruhan semesta ini adalah jembatan untuk mengenalNya, mengalamiNya, secara langsung tanpa teori-teori. Tapi tentu masih ada banyak sekali laku untuk mengenal dan mengalamiNya. Setiap orang punya caranya masing-masing, saling menghormati saja."

"Iya, aku tau..." Rara membalas. "Aku baru tau sekarang dan terkesima, mengapa para Sufi begitu sering asyik masyuk sendiri. Ternyata sedang berintim-ria denganNya."

"Ngga terkesima dengan cara Tantra berasyik-masyuk, kah?" Jaka jahil lagi.

Lalu keduanya tertawa. Menyadari betapa IA sangat dekat dan mudah dikenali. Caranya ada banyak dan sekalinya terhubung, maka hidup tidak akan pernah sama lagi seperti sebelumnya...

********
Baca lagi kisah kasih mereka di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka

1 komentar:

  1. Ada yang bilang manusia itu jagat cilik, jadi kalau mau mengenal Tuhan ya kenali diri sendiri dulu, tapi prakteknya mah hese geuningan yah

    BalasHapus