[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Perjanjian

Selasa, 19 Maret 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Perjanjian


Malam masih muda sekali saat Jaka pulang. Matahari baru saja terbenam, dan Rara baru selesai memasak. Ia jarang masak, tapi mumpung Jaka tidak sedang tugas di luar kota, maka disempatkannya membuat makan malam. Bukan jenis yang susah dan canggih, karena pada dasarnya Jaka suka semua makanan.

"Halo sayang?" sapaan Jaka terdengar dari pintu.

"Haiii..." Rara menghampiri dan memeluk suaminya.

Jaka mengecup kepala istrinya, lalu menggandengnya ke sofa. 

"Aku bikin ikan cakalang, dong," kata Rara pamer. "Kebetulan dapat bunga pepaya di pasar. Sama perkedel jagung yang tipis kering ala Manado gitu."

"Sounds good," begitu saja komentar Jaka. Lalu ia langsung mengangkat kedua kakinya ke atas meja, dan merebahkan kepalanya di sandaran sofa. Nampak lelah sekali ia sepertinya.

"Capek ya?" Rara pengertian. Ia lalu bangkit dan membuatkan teh hangat untuk Jaka.

"Udah atuh, ngga usah berhubungan sama orang itu lagi," Rara menyerahkan mug tehnya. Ia tau benar apa yang membuat Jaka lelah. "Lagian kenapa juga sih, orang itu harus hadir. Tiba-tiba dan menyebalkan pula!" gerutunya kesal.

Jaka jadi tertawa dibuatnya. Ternyata Rara lebih dalam menyikapinya ketimbang dia yang secara langsung berhadapan.

"Begini..." Jaka menyisip teh manisnya, lalu melanjutkan, "Apa yang hadir itu sudah dalam kesepakatanku sebelumnya."

"Maksudnya?" Rara bingung.

"Bahwa semua yang terjadi adalah di bawah persetujuanku sendiri, berdasarkan hukum keadilan yang diberlakukan karma pada seluruh pihak yang terlibat, demi menyeimbangkan segala perbuatan di masa lalu," jelas Jaka panjang lebar.

Ia lalu berhenti sejenak, memberikan waktu bagi Rara berpikir dan baginya sendiri untuk menikmati teh.

"Memang kapan ada perjanjiannya?" Rara mempertanyakan satu-satunya hal yang muncul paling dulu di kepalanya. 

"Sebelum turun, ahahah," Jaka tertawa. "Aku setuju untuk mengalami apa yang telah, sedang, dan akan terjadi di alam dunia ini kepadaku. Semuanya begitu, cuma ga inget aja."

"Iyakah?" tanya Rara lagi.

"Kita menjalani siklus kehidupan untuk belajar apa itu yang namanya cinta dan bukan cinta. Untuk mengalami apa yang namanya dualitas --ada baik dan buruk, sedih dan senang, dan hal-hal yang kontradiktif lainnya demi pembelajaran menuju kasih yang tulus, atau unconditional love," Jaka meneruskan ceritanya. 

"Lalu perjanjiannya di mana...?" Rara mengulang pertanyaan.

"Dalam setiap laku, kita merajut sebab akibat dengan berbagai pihak," jawab Jaka. "Apa yang kita lakukan terhadap orang lain pada masa lalu, membuat kita terjalin ikatan karma dengannya di masa sekarang. Apa yang kita lakukan di masa sekarang, juga menjalin kesepakatan karma di masa depan. Itu perjanjiannya."

Rara lalu mengangguk-angguk tanda mengerti. 

"Intinya sih, semua ini bertujuan untuk memperoleh keseimbangan," Jaka tersenyum. "Dengan selalu berusaha eling serta berlaku welas asih, akan dengan sendirinya menjalin ulang buah karma kita sekarang dan di masa depan dengan pembedayaan diri dan segala kebaikannya."

"Balik-baliknya ke welas asih, ya?" Rara ikut tersenyum. 

"Yup, karma begins with love, and ends when you have perfected yourself in your ability to love unconditionally," Jaka menutup penjelasan. "Sampai di mana kita dapat menyempurnakan diri kita, barulah semua pelajarannya selesai."

Rara mengangguk lagi.

"Makan yuk," Jaka mengelus perutnya yang sudah minta diisi. 

Serta merta, Rara beranjak ke meja makan dan mulai mengisi piring suaminya dengan nasi juga lauk pauk. Jaka memperhatikan dengan senang bagaimana istrinya melakukan semua itu sepenuh hati. Kelak, Rara akan menikmati sendiri hasil perbuatan penuh cintanya itu --dan memang begitulah caranya hukum keseimbangan itu memberlakukan diri. 

********
Baca lagi kisah kasih mereka di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka

1 komentar:

  1. Sekali lagi merasa tercambuk setelah membaca kisah Jaka dan Rara, begitu sulit untuk eling lan wospodo, begitu susah untuk menebar cinta kasih, sehingga yang keluar kadang emosi-emosi negatif dan kemarahan, terima kasih sudah berbagi

    BalasHapus