[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Realitas

Minggu, 03 Februari 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Realitas


Minggu pagi ini Jaka pulang. Rara menjemputnya di bandara, dan merencanakan untuk jalan setelahnya. Menghabiskan waktu berdua saja seharian, karena ia sudah rindu sekali pada suaminya. Namun sang suami itu terlihat lelah, mungkin kurang tidur karena pekerjaan yang harus diselesaikan malam sebelumnya.

"Ya udah pulang aja, yuk?" Rara berkata. Tumben, biasanya ia kekeuh sekali kalau sudah punya rencana. Tapi egonya berhasil ditundukkan oleh rasa sayang.

"Ya..." sahut Jaka sambil nyengir minta maklum. "Tidur dua jam-tiga jam, lalu kita bercinta."

Rara jadi tersipu-sipu mendengarnya, lalu segera menjalankan kendaraan. Ia yang menyetir, supaya Jaka bisa beristirahat.

"Kalo direncanain, memang suka gagal, ya?" tanyanya separuh bergumam.

Jake tertawa saja. "Maafkan aku yang sedang lelah ini, yaa..."

"Bukan itu," Rara meralat ucapannya. "You know I wouldn't mind at all. Maksudku, selalu saja ada yang salah dalam pengaplikasiannya."

"Yakinkah, kalau itu salah?" tanya Jaka. "Atau, realitas itu hanyalah satu?"

Rara menggelengkan kepala, tidak mengerti.

"Bagaimana kalau bersikap netral saja?" ajak Jaka sambil berusaha menahan kantuk. "Keberadaan hanya ada satu walau mengekspresikan diri ke dalam berbagai bentuk. Esa, sehingga tidak ada evaluasi. Semua yang ada, yang terjadi, adalah netral adanya."

Rara masih diam, jadi Jaka melanjutkan,

"Tidak usah memikirkan salah-benar, baik-buruk, yang terjadi adalah yang sudah sewajarnya terjadi," katanya sebelum menguap. "Tidak ada satu yang lebih tinggi dari yang lainnya, jadi tidak usah membagi-bagi. Tidak ada penghukuman, dan tidak ada persiapan."

Samar-samar, terdengar bunyi jangkrik di kepala Rara. Ia masih kurang paham. 

"Tidak ada yang salah dengan tubuh, tidak ada yang luar biasa dari ruh --keduanya sama indah. Api dan air, ya demikian adanya, tidak untuk dicela karena panas atau dibela karena dingin" Jaka sudah hampir tertidur. 

Lalu Jaka menguap lagi, mengisi otaknya dengan oksigen agar terjaga. "Tidak ada yang perlu dipuji dari samadhi, tidak ada yang bisa dikutuk tentang seks. Semua diterima dengan totalitas saja sebagaimana adanya."

Rara menghela napas. Sedikit demi sedikit, hijab terlepas dari pikirannya.

"Go beyond duality?" tanyanya. "Just relax and be?"

"Jaka tersenyum, "Ya, lampaui dualitas, santai saja dan hadir."

"Eh tapi..." sambungnya buru-buru, "Saat ini aku akan mengutamakan seks daripada samadhi. Aku sudah beberapa hari berturut-turut, siang dan malam bermeditasi. Aku kan kangen kamu pakai lingerie..." 

Kali ini, Rara tertawa. Ya sudah, ia akan menerima saja keadaannya. Menjadi tempat berpulangnya sang suami, menjadi keteduhan yang melepas kepenatan, menjadi yoni bagi lingga. Sepenuh rela.

********

Baca lagi kisah kasih mereka di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar