[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Hidup yang Bermimpi

Selasa, 12 Februari 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Hidup yang Bermimpi


Jaka dan Rara baru selesai bermain hujan, di sebuah cafe di daerah atas Bandung yang dingin nan syahdu. Keduanya sudah berganti pakaian, dan sedang menikmati minuman hangat mereka di teras belakang cafe. Rumput ada sejauh mata memandang, dan perbukitan khas Lembang adalah latarnya. 

"Dingin, ya?" Jaka meraih tubuh Rara yang sedikit menggigil agar lebih dekat dengan tubuhnya.

"Surya Mudra," kata sejoli itu berbarengan.

"Iya..." lanjut Rara sambil memperlihatkan pose jarinya di sebelah tangan, sedangkan tangan yang lain membawa gelas Bandrek ke bibirnya. Setelah menyisip minuman hangat itu, ia meringkuk nyaman dalam dekapan suaminya.

Jaka juga menyeruput kopinya, sambil melayangkan pandang pada bukit yang blueish-green berkabut di ujung sana. "Dan, nikmat mana yang mampu didustakan..." gumamnya tersenyum.

"Kita berasal dari mana?" tanya Rara tiba-tiba. 

"Hm?" Jaka menyeruput kopinya lagi. "Berasal dari... Indonesia?" jawabnya jahil.

Rara tertawa sambil mencubit perut Jaka. 

"Kalo sama kamu bawaannya pengin jahil terus..." Jaka mengecup rambut istrinya penuh sayang.

"Badan kita, berasal dari hasil senggama, saat bertemu sperma dan sel telur yang kemudian maujud menjadi jasad," jelas Jaka kembali serius.

"Tapi kan, kita bukan badan..." Rara bertanya lagi. Badannya sendiri mulai menghangat. Surya Mudra memang ampuh menghalau kedinginan.

"Ya, karena badan nanti akan kembali pada unsur pembentuknya masing-masing. Tanah, air, api, udara," Jaka beringsut. Mengambil jarak dari Rara untuk merokok. "Oleh sebab itu, kita bukanlah tubuh yang berjiwa, tapi kita adalah jiwa yang memiliki raga."

"Ya..." gumam Rara. Sepertinya ia sudah tau itu.

"Nah, usahakan untuk tidak sekadar tau itu," Jaka mengembuskan asap rokoknya. "Bangun, dan jalani hidup dengan penuh kesadaran. Kalau tidak, ya namanya hidup dalam mimpi. Belum bangun."

Rara tertawa menutupi malu. Jaka bisa membaca pikirannya. 

"Kebanyakan orang sedang lelap tertidur saat ini, Ra," lanjut Jaka. "Makan dan mandi dalam tidur, bekerja bahkan bercinta dalam tidur, karena tidak sadar akan apa yang sedang dilakukan."

"Itu makanya disebut time flies, ya?" Rara bertanya retorika --iatidak memerlukan jawaban. "Ngga ngeh, tiba-tiba sudah siang, sudah sore, sudah malam."

"Ya, sudah malam dan sudah waktunya tidur lagi. Tidur dalam tidur," Jaka mengisap rokok dengan nikmat. Rokok memang sebuah meditasi yang intoxicated. 

Rara turut menikmati momen itu. Ia suka melihat suaminya mengisap dan mengembuskan asap rokoknya dengan sepenuh sadar --walau tau rokok tidaklah sehat. 

Seharusnya, semua hal memang dilakukan seperti merokok. Setiap isapan dan embusan itu adalah kenikmatan yang disadari, surga di bumi yang berwujud lintingan tembakau dan cengkeh.

Rara mendekati Jaka, yang lalu sibuk mengusir-usir asap rokoknya agar menjauh.

"Ngga apa-apa kok," kata Rara sambil memeluk sang suami. 

Setetes air sisa hujan di ujung daun sirih di sisi meja mereka jadi menunda jatuhnya, menahan diri untuk segera kembali ke tanah, sekadar turut menyaksikan romantisme itu...

********
*story inspired by a chat with a friend, and a wa status
**pict taken from another friend

Baca lagi kisah kasih mereka di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka


8 komentar:

  1. Sehati bangets yah nih duo sejoli. Kl dukungan suami penuh kayak gini, mimpi bisa tercapai dan kitapun makin semangat mengejarnya

    BalasHapus
  2. Ini mungkin yaa...penyebab aku ngerasa hari-hari teh berlalu begitu saja dan berjalan sangat cepat.
    Karena aku tidak menikmati hidup, menikmati laku dan waktu.

    Thans to Jaka Rara yang kembali membuka mataku.

    BalasHapus
  3. Duh kebayang jaka yang suka jahil terus sama Rara ya hehe. Teh bikin kumpulan cerpen cetaknya atuh

    BalasHapus
  4. Menarik nih ungkapan Kita bukan tubuh yang berjiwa tapi jiwa yang memiliki raga. Daleeem

    BalasHapus
  5. duh kerelaan Rara untuk ikut menikmati racun bersama orang yang dicintai walaupun tau akibatnya....kesadaran yang membuat tidak sadar wkwkwkkwkw

    BalasHapus
  6. Dalem banget nih pemaknaan time flies-nya.

    BTW, tentang pertanyaan kita berasal dari mana? Dalam filsafat manusia, kita berasal dari Ayah yang membatin Ibu. Kita berasal dari kasih sayang ayah dan ibu. Idealnya begitu..

    BalasHapus
  7. Jaka dan Rara ini romantis ya. Btw, tembakau dan cengkeh dalam rokok itu ada manfaatnya. Asal tidak berlebihan.

    BalasHapus
  8. Jaka ama Rara kalo lagi ngobrol mesra-mesraan suka bikin gemeeesh nih!

    BalasHapus