[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Mengalir

Rabu, 16 Januari 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Mengalir


Jaka dan Rara sudah berada di sebuah tempat terpencil di salah satu pulau besar Indonesia, dalam rangka panggilan tugas. Mereka diantar sampai ke penginapan, yang ternyata sebuah paviliun kecil di dekat rumah kliennya. Sungguh tempat yang sangat menyatu dengan alam, di sebuah lembah yang ada air terjunnya.

"Kenapa?" tanya Jaka melihat ekspresi bengong Rara. Bagaimanapun, ia agak sedikit khawatir akan respon istrinya tentang tempat terpencil itu.

 "Aku suka..." Rara menjawabnya sambil lalu, karena ia buru-buru berlari menuju paviliun tempatnya bermalam nanti.

Jaka menyusul dengan koper Rara, yang entah apa saja isinya karena berat sekali...

Setelah beberes, keduanya segera keluar lagi untuk berjalan ke air terjun. Seakan tidak ingin berlama-lama mendiamkan mahakarya di hadapan mereka itu tanpa disapa. Jaka meraih tangan Rara untuk berhening sejenak saat mereka mendekat. Minta izin Sang Maha untuk sekadar menikmati keindahan alamnya. Jika tidak diraih, mungkin istrinya itu akan langsung menceburkan diri ke telaganya.

Rara manut dan ikutan hening, ia juga sudah tau suaminya akan begitu. Lalu mereka berjalan lagi, dengan Rara menggandeng lengan Jaka.

"Serasa lebih dekat denganNya, ya, kalau berada di alam terbuka yang indah begini?" ia bertanya.

Jaka tersenyum mengiyakan. 

"Pulang dari sini nanti kayaknya aku udah sakti kayak kamu deh..." Rara berkata setengah bercanda setengah serius. Ia memang mengalami luapan emosi yang luar biasa overwhealming di sana. Merasakan energi yang besar sekaligus menyamankan. Begitukah rasanya dekat dengan Sang Maha?

Mendengar itu, Jaka tertawa. "Sakti itu apa sih," tanyanya dengan geli. 

"Ya kayak kamu..." jawab Rara sambil berhati-hati meniti jembatan kayu kecil. "Yang sudah hebat sampai diminta kemana-mana gini..."

"Tingkat tertinggi dalam sebuah amofera sufistik itu bukan seberapa hebat kita menempuh jalan spiritual lalu bisa merengkuh Tuhan..." Jaka membantu istrinya menyeberang menuju telaga. "Melainkan titik tertinggi kepasrahan kita kepada Tuhan untuk direngkuh olehNya."

Rara terdiam. "Apa itu amofera?"

"Sambil jalan, Ra..." sang suami mengingatkan. "Kalo ngga, nanti jatuh ini kita berdua..."

"Amofera itu suluk..." Jaka meneruskan. "Semacam mabuk dalam cinta kepada Sang Maha."

"Kayak penari-penari Sufi itu?" tanya Rara lagi.

"Iya..." jawab Jaka. "Intinya, hidup ya biar mengalir sajalah. Tidak perlu banyak keinginan, supaya kehendakNya lancar kita lakoni."

"Kayak air terjun itu, ya?" Rara duduk di sebuah batu alam yang datar, menghadap air terjun. Tampias airnya mengenai wajah, menggelitik indera untuk mengingatNya.

"Ya," Jaka ikutan duduk. "Semua makhluk memang hidup hanya untuk melakoni perannya masing-masing saja, sesuai yang dikehendakiNya atas kita. Damai dan lestari, kalau semua berjalan sesuai arahan."

Rara mengangguk. Ia jadi membayangkan bagaimana seandainya si air terjun punya kehendak sendiri untuk berpindah tempat karena bosan di sana. Sama seperti dirinya, yang kadang punya banyak keinginan pribadi, yang mungkin saja tidak sesuai dengan kehendakNya. Kalau semua punya keinginan yang di luar keseimbangan alam, kacau balau bukan, hasilnya?

"Ngga mau nyemplung?" suara Jaka mengejutkannya. Rara langsung mengangguk, lalu melepaskan t-shirtnya dan menenggelamkan badan di telaga.

Tapi suaminya tidak ikut. "Aku mau nontonin kamu berenang aja," katanya sambil mengedipkan mata.

********
Baca lgi kisah Rara & Jaka di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka


10 komentar:

  1. Wah asik nih nontonin orang berenang

    BalasHapus
  2. Teh Putu... Jadi ngingetin udah lama ini belum renang lagi

    BalasHapus
  3. Asik asik perasaan pas baca ini kaya baca Suma dan Jati Wesi di Aroma Karsa hehe, feel nya gituu

    BalasHapus
  4. Lhaa...kenapa malah sang suami yang gak nyebur?
    Takut masuk angin yaa, Raka...?

    Iya beneeerrr tuuh...
    Kalo masuk angin, siapa doonk yang jagain Rara...??


    **laff banget sama couple iniih...

    BalasHapus
  5. aku masih meraba-raba bagaimana rara dan jaka ini dalam gambaran fisiknya.
    karena yang udah terbangun di kepala kok kayak mentah lagi di episode berikutnya, hehehe

    BalasHapus
  6. Jadi kesentil aku masih suka punya banyak keinginan di hidup ini

    BalasHapus
  7. Auto nyanyi: "air mengalir sampai jaauuuh..."

    Makin keren, Teh, tulisannya.

    BalasHapus
  8. Serius, jd ingin berenang, makasih sudah menginspirasi, hehe

    BalasHapus