[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Keberserahan

Jumat, 18 Januari 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Keberserahan


Dua sejoli Jaka dan Rara masih bermalam di sebuah rumah mungil di tepian telaga. Air terjun yang jatuh dari ngarai di atas sana bergemuruh menemani tidur mereka yang nyenyak. Nyaman, karena sadar sedang dikelilingi kenaturalan, meskipun malam begitu pekat tanpa lampu penerang. Nikmat mana yang hendak didustakan?

"Hari ini sampai jam berapa?" tanya Rara pada suaminya. Sudah beberapa hari ini ia ditinggal saat Jaka bekerja, dan ia sama sekali tidak keberatan. 

"Sampai sore," jawab Jaka. Ia baru selesai berhening diri di atas sebuah batu datar di pinggir telaga, sambil menemani Rara yang beryoga di sela bebatuan.
"Sini yuk..." ia meraih pinggang istrinya, menariknya masuk ke dalam telaga. 

Yang diajak itu tertawa manja, lalu keduanya asyik berenang dan bercanda di kolam renang alam yang berair biru kehijauan itu. Sesekali, Jaka menangkap tubuh Rara dan mencumbunya. Siapa yang tidak ingin berintim-ria di tengah kesendirian yang menakjubkan itu?

Bermenit-menit yang rasanya tidak lama itu pun berlalu, sampai tetiba, "Ra..." panggil Jaka. Matanya lekat menatap air terjun di ujung telaga.

"Ya?" Rara menjawab. Dari nada suaranya, Jaka seperti mengisyaratkan sesuatu.

"Kita jalan ke balik air terjun itu, yuk!" ajak Jaka. Lalu, alih-alih mendengarkan protes Rara, ia segera menarik tangan istrinya untuk mulai berjalan ke sana melewati bebatuan.

"Wh --what are you thinking?" Rara mengikuti dengan tertatih-tatih.

"I'm not," Jaka menjawab singkat. Jawaban yang jujur, karena ia memang tidak sedang berpikir.

Jaka sudah lumayan lama mengurangi pekerjaan otak itu. Ia tidak lagi berencana, tidak bertarget, tidak membandingkan, tidak berspekulasi, dan tidak-tidak lain yang menggunakan pikiran. Geraknya kini hanya berdasar tuntunan hati, hingga tidak ada yang dilakukannya tanpa arahan dari dalam. Totally surrender, like a puppet moved by its Puppeteer.

Rara terkejut mendengar jawaban Jaka. Tidak berpikir, hanya otomatis mengajak ke sebuah tempat yang entah ada apa di sana. Sebuah kejujuran bisa jadi sangat menakutkan, bukan? But somehow, she managed to be calm. Ada sepercik perasaan nyaman yang terbantahkan mengalir di dadanya. Pikirannya bisa jadi menakuti, tapi hatinya kukuh mempertahankan rasa itu, dan genggaman tangan Jaka menambah keyakinannya. 

"Apa ini artinya aku sudah bisa jadi wayang yang berserah pada sang Dalang?!" teriak Rara -menyimbangkan suara gemuruh yang semakin dekat.

"I don't know --Tanya saja hatimu!" Jaka juga berteriak. "Your heart knows better!"

Terkesiap, Rara hanya melongo saja walaupun sependapat. Betapa kagumnya ia, pada jiwa-jiwa yang sudah paham akan kesejatian. Yang sadar sepenuhnya bahwa keberadaannya di sini hanyalah untuk mengalami, dan oleh karenanya, tiada daya upaya untuk melawan kehendak Sang Maha. Rara tersenyum simpul. Ia sudah mendapatkan jawabannya, bahkan sebelum bertanya. 

Di depannya, memunggungi sang istri untuk membukakan jalan bagi mereka berdua, Jaka ikut tersenyum. Ia tidak tau apa yang ada di balik tirai air raksasa di hadapannya itu. Yang ia tau, ia hanya mengikuti tuntunan untuk membawa serta sang istri ke sana. Tanpa prasangka, tanpa curiga, hanya keyakinan bahwa sesuatu yang luar biasa sedang menanti mereka. 

Dirasakannya tangan Rara menggenggam tangannya lebih erat. Menyatakan kesediaan untuk diajak berperan menjadi wayang yang sebenarnya bersama...

********
Baca lagi kisah mereka berdua tentang pelajaran hidup di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka

11 komentar:

  1. Lha ternyata sebetulnya ini cerita wayang tokh? Baru tau. Selalu senang membacanya. Nuhun.

    BalasHapus
  2. Bilangin sama Jaka..
    Aku pun mau loh berperan menjadi wayang yang sebenernya, asalkan sama kamoo Jakaa eeaa..eeaa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. jadi pingin ketawa gara-gara komen-nya teh nchie =))
      *aku sereceh itu ya Allah...*

      Hapus
    2. ciiieee, mbak Sri, wkwkkw. Nanti jadi kisah Fiksi Sri dan Jaka dong XD

      Hapus
    3. Pasrah memang susah ya. Tapi tetap harus diusahakan...

      Hapus
  3. Whaaa jaka udah bebas dr urusan dunia ya. Saya mah masih, teh. Matak stres. Sagala dispekulasikan. Dibandingkan. Belon bisa pasrah heuheh

    BalasHapus
  4. Sampai jumpa jaka, please come back with new story ya

    BalasHapus
  5. Wah selalu ada cerita baru dari Jaka dan Rara ini...

    BalasHapus
  6. Ihhh... aku jadi kabita bercumbu di telaga. Wkwkwk... tapi takut ada yang noong atuhlah. :)))

    BalasHapus
  7. Cerita Jaka dan Rara ini udah kayak ciri khasnya teh Ayu heheh

    BalasHapus
  8. Ya ampun, kirain Jaka & Rara mau public affection display ala artis2 Hollywood gitu hahaha

    BalasHapus