[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Edisi Rindu Jaka

Jumat, 11 Januari 2019

Fiksi Rara & Jaka; Edisi Rindu Jaka


Malam Jumat ini Rara tidak bersama Jaka. Kekasih hatinya itu sedang tugas di luar kota lagi selama beberapa hari. Tugas melayani banyak orang lagi, yang terkadang membuat Rara iri...

"Kadang aku cemburu loh, sama orang-orang itu..." Rara mengirimkan pesan instan pada Jaka.

"Cemburu gimana?" tanya Jaka. Lalu ia teringat sesuatu. Sepertinya ini hari-hari di mana istrinya itu sedang mengalami PMS. Mood-nya pasti sedang tidak enak, jadi ia harus ekstra hati-hati dalam berkata.

"Kalo tentang murid... Aku kan sudah pernah bilang, Ra. Aku ngga pernah ngambil murid. Kalo mereka bilang aku Guru, itu haknya..."

"Ngga kok..." Rara menjawab. Diamatinya pikiran-pikiran yang menyela, tentang Wiswara dan Sukesi, tentang perempuan-perempuan yang suka mengirim pesan jalur pribadi ke suaminya. Pikiran yang kalau diikuti, pasti turun ke wilayah emosi.

Jaka merasakan kegundahan Rara, tapi seperti biasa, yang bisa dilakukannya adalah bicara fakta. "Selama ini aku sudah berusaha hidup bukan untuk diriku..." katanya. "Hidup hanya untuk melayani. Bagaimana mungkin aku akan mementingkan diri lagi..."

Mata Rara memanas. Air meremang di dalamnya. Ya, ia tau Jaka sedang memenuhi panggilannya. Pergi ke mana-mana untuk melayani sesama. Dan ia kagum pada ketulusannya.

Suaminya itu sudah hampir tidak pernah lagi berada di "luar jalur". Ia nyaris tidak pernah "berpikir", semua dilakoninya sesuai tuntunan hati. Walau demikian, tutur katanya tetap santun dan tertata rapi, dan selalu pas, menyesuaikan diri dengan kemampuan si penerima. Tindakannya pun demikian. Penuh senyum dan penuh pengabdian.

Rara takjub akan pemahamannya, dan bagaimana hal itu disampaikannya dengan ringan dan apa adanya. Pemahaman yang dibarengi keluhuran ucap dan laku yang sesuai dengan segala situasi dan kondisi. Seakan berdansa dengan semesta -selaras dengan ritme alam.

"Pak imamku..." Rara akhirnya mengirimkan sebuah pesan setelah jeda yang cukup lama.

"Pengertian imam apa ya?" tanya Jaka. Jengah ia membaca itu.

"Pokoknya aku bakal jadi tulang rusuk yang manut," balas Rara.

"Ngga usah ada imam-imaman, tulang rusuk-tulang rusukkan yaa," Jaka memintanya. "Sama-sama aja, saling mengisi dan mendukung, berbagi dan mengingatkan. Bersama menujuNya..."

Dibilang begitu, Rara jadi tambah ingin menangis. "Kangeen," katanya. lalu, dicarinya lagi sebuah puisi yang pernah dibacanya.

"Ingatkah Kau dulu, pada suatu masa ketika kita masih bersatu?
Saat yang sangat indah, damai..
Lalu Kau dan aku berpisah, tetiba aku hanya ada dalam benakMu.
Tapi entah mengapa, saat itu juga sangat indah, damai..

Mungkinkah karena aku tau Kau tidak benar-benar meninggalkanku?
Dan akupun tidaklah sungguh-sungguh pergi..
Bahwa Kau dan aku tetaplah satu?
Berdua mabuk dalam kasih sembari menikmati sembilu rindu..

Kau di sana, dan aku di sini
Ada pilu yang menghujam karena kita saling mendamba
Tapi benarkah begitu, bahwa Kau jauh dariku?
Atau nyatanya Kau selalu di dekat sini, sedekat nadi di leherku?

Ya, rasanya memang begitu karena aku tau
Wajahmu, senyummu, belaian rindu dan kecupan sayangMu di saat suka maupun dukaku
Juga perhatianmu, kasihmu,
Yang tak pernah luluh walau benci dan sayang silih berganti menguasai hatiku

Lalu, kapankah kita bisa kembali bersatu?
Masih lamakah, sampai matahari mejadi abu?

Tidak, katamu.
Aku selalu di sini untukmu.
Temui aku dalam keheninganmu, rasakan aku dalam kemeriahan pestamu
Karena di setiap saat itu, kita sudah bersatu dan bercumbu"

Lama tidak ada balasan, mungkin Jaka sedang membacanya perlahan. Lalu sebuah jawaban datang, “I will be waiting here... For your silence to break, For your soul to shake, For your love to wake.”

"Jalaludin Rumi..." Rara membalasnya dengan isak dan senyuman.

Jaka ikut tersenyum. Segera ia berhening diri, mengirimkan salam cinta dan rindu yang dititipkan pada alam. Ia tau, di sana Rara akan menerimanya.

Dan benar saja. Rara merasakan tubuhnya menghangat. Hatinya berdesir, menyadari sang suami pun sedang merindu. Jadi ditutupnya telepon genggamnya, lalu bergelung di tempat tidur, bersiap menerima pelukan penuh cinta...

********
Baca lagi tentang kisah mereka berbagi pengetahuan tentang kehidupan di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka 

14 komentar:

  1. namanya sama dengan namaku, jadi bacanya dengan seksama hihihi

    BalasHapus
  2. Duh klo aku juga ndak sanggup klo LDW hihi

    BalasHapus
  3. Hahahhaha.... so romantik. Bisa banget nih pemilihan kata2nya. Juara.

    BalasHapus
  4. Suka banget cara Rara menyatakan perasaannya dan cara Jaka menanggapi kecemburan Rara hihi, lanjutin lagi dong teh kisah Jaka Raranya seru bikin kesemsem bacanya hihi

    BalasHapus
  5. Aku suka banget tulisannya
    Bikin betah baca deh hehe

    BalasHapus
  6. Dah lama ga baca postingan cerpen gini. Sukaaaa

    BalasHapus
  7. jadi pingin senyum kalau baca ini :D

    BalasHapus
  8. LDM an ini yah huhuhu saya kok ga sanggup kalau seandainya harus LDM an

    BalasHapus
  9. LDM hmmm sy gak sanggup kayaknya.. apalagi sehari2 tinggal sama keluarga suami.. apalagi.. haha jadu curhat 😂

    BalasHapus
  10. Ini rara dan jaka, ngikutin ceritanya menyenangkan sekali

    BalasHapus
  11. Thanks for sharing, artikelnya menarik..

    BalasHapus