[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Selaras

Rabu, 12 Desember 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Selaras


Hari ini Jaka pulang dari kerjaanya di luar pulau. Ia meminta Rara menjemput, supaya bisa diajaknya sang istri itu nonton bioskop. Jadilah sore itu Rara sudah berdiri manis di depan pintu penjemputan di terminal kedatangan, menunggu suaminya yang katanya sedang berjalan keluar.

"Halo sayang..." suara Jaka terdengar dekat sekali di telinga Rara.

Ya ampun, laki-laki itu ternyata sudah ada di sampingnya, menyelinap diam-diam untuk mengagetkan. Jail!

Terkejut, Rara melonjak. "Nakal!" protesnya begitu sadar.

"Duh, jangan ngomong-ngomong nakal doong..." Jaka mengerang. "Banyak orang nih..."

Rara tertawa. "Lah emang mau ngapain?"

Jaka tersenyum. "Mau ini..." katanya mengecup dahi sang istri tercinta. Betapa rindunya ia pada Rara. "Ke atas dulu yuk, liat-liat pesawat."

Rara menurut. Dibiarkannya suaminya menggandeng tangannya sambil menyeret-nyeret koper. Lagipula, jadwal menonton mereka masih lama. Ia sudah pesan tiketnya terlebih dulu tadi.

Tanpa bersuara, sejoli itu berdiri menghadap lapangan tempat pesawat hilir-mudik take-offing dan landing. Jaka memeluk Rara dari belakang, memegangi jemarinya, sambil sesekali membaui rambut kekasih hatinya yang wangi apel.

"Aneh..." Rara bergumam.

"Hm?" Jaka juga bergumam.

"Aku merasa..." jawab Rara lamat-lamat. "Merasa selaras..."

"Dengan?" Jaka tersenyum simpul. Paham benar ia apa yang dimaksud Rara.

"Dengan... semua," Rara ragu sendiri. "Semua terasa melambat, seperti film yang dipasang pada slow motion..."

Jaka diam, ingin mendengarkan penjabaran istrinya.

Dan Rara memang meneruskan. "Tapi semua bergerak dalam ritme yang sama...", lanjutnya, "...sibuk, sendiri-sendiri, tapi saling melengkapi."

Jaka masih diam.

"Melaksanakan tugasnya masing-masing, tapi dalam irama yang sama..." Rara menjelaskan dengan setengah sadar. "Simetris, sesuai polanya sendiri-sendiri, tapi tidak tumpang tindih..."

Jaka mencium lagi rambut Rara, dan yang dicium menoleh.

"Bingung ngga sama omongan aku?" tanyanya.

Jaka menggeleng sambil tersenyum. "Ya memang begitu..." jawabnya. "Semua makhluk memiliki perannya masing-masing di sini. Walau terlihat sendiri-sendiri, namun sebetulnya saling terintegrasi, saling melengkapi, memenuhi."

Gantian Rara yang diam. Mencerna.

"Jadi idealnya, kita tidak saling merendahkan, mencaci, membenci satu dengan yang lainnya," Jaka meneruskan. "Semua ada tugasnya sendiri-sendiri, berjalan sesuai alurnya masing-masing, tapi dalam ritme yang sama."

"Ritmenya semesta..." Rara berkata setengah sadar lagi.

"Ya," sahut suaminya, yang kemudian mengeratkan dekapan. "Kita semua bergerak sesuai peran masing-masing, tapi saling sinergis, selaras."

Lalu keduanya hening lagi, menikmati pesawat-pesawat yang datang dan pergi. Mengamati peran-peran yang bergerak. Mengalami kehidupan dan keselarasannya. Sampai Jaka tak tahan sendiri dan mulai nakal lagi...

"Hei," protes Rara. "Geli!" Namun tak urung, dinikmatinya juga kecupan sang kekasih di lehernya...

********

Baca kisah kasih mereka lagi di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar