[] Bilik Menulisku: Fiksi Jaka & Rara, Tentang Tantra

Senin, 03 Desember 2018

Fiksi Jaka & Rara, Tentang Tantra


Malam Minggu, dan malam terakhir Jaka dan Rara di sebuah pulau, jauh dari rumah. Jaka sudah menyelesaikan pekerjaannya, dan besok bisa pulang. Jadi malam itu mereka habiskan separuhnya di tepi pantai saja. Mendengarkan deru ombak yang berkejaran, di sela-sela heningnya sang Lautan dalam. Keduanya senyap, pemandangan itu menghipnotis mereka...

"Indah, ya?" Jaka terkagum-kagum.

Rara tidak menjawab, ia sedang begitu terkesima.

"Ra.. Balik, yuk.." Jaka bicara lagi. Berlama-lama dalam keadaan seromantis itu membuat pikirannya lari ke arah yang lebih erotis.


"Hm?" yang dipanggil akhirnya menjawab.

"Balik ke penginapan, yuk," Jaka mengulangi ajakannya. Ditatapnya kekasih hatinya dengan saksama. Menikmati ciptaan Sang Maha dalam bentuk wanita yang begitu indah terlihat di matanya.

Rara menoleh. Ditatapnya kembali sang suami dengan sepenuh hati. "Ah, mata itu..." batinnya. Mata yang selalu membuatnya tenggelam tanpa ingin diselamatkan.

Jaka melirik ke kiri dan ke kanan, memastikan tidak ada yang memperhatikan, lalu mencari bibir sang istri tercinta.

Rara terkejut, namun tidak ditolaknya ciuman itu. Dinikmatinya hingga buih ombak menggelitik kakinya.

Jaka lalu meraih tangan istrinya, mengajaknya kembali ke penginapan. Di sana, mereka meneruskan kemesraan itu di ranjang.

Saling tatap, sejoli itu mengirimkan getaran kasih sekaligus hasrat yang kuat. Jaka mengambil napas dalam dan memejamkan matanya sejenak.

"Kenapa harus menarik napas panjang dan memejam dulu?" tanya Rara sambil mengecup menggoda.

"Karena aku ingin menjadi sesadarnya saat bercinta denganmu..." jawab Jaka. Rara selalu berhasil menggodanya, tapi ia tidak pernah keberatan.

"Bukankah bercinta itu memabukkan?" sang istri bertanya lagi dalam erangan.

"Ya... Dan aku ingin mabuk dalam kesadaran," Jaka menjawab dengan napas tersengal. "Begitulah Tantra dalam seks. Ia merangkai nafsu birahi menuju cinta Illahi."

"Begitukah?" Rara sudah hampir kehilangan kesadarannya, buaian sang suami begitu memabukkan.

"Proses bercinta tidak bisa terburu-buru," Jaka menghentikan ciuman dan rabaannya. "Itu makanya aku perlu menarik napas dalam dulu, mengusahakan agar tetap terhubung dengan yang di dalam. Cobalah," ajaknya sambil tersenyum.

Dengan usaha yang keras, Rara melakukan apa yang diminta suaminya. Dipejamkannya mata, diaturnya napas, dikembalikannya kesadaran.

Jaka tersenyum lagi memandang Rara. "Bercinta bukan sekadar mengalami sensasi ragawi. Walau memabukkan, usahakan agar tetap sadar penuh-hadir utuh, demi mengalami hal yang paling indah yang ada bagi sepasang manusia."

Rara mengangguk dalam keheningannya. Ia merasakan kembali kesadarannya, lalu membuka mata.

"Siap, sayang?" Jaka bertanya dengan sabar. Dilihatnya Rara mengangguk lembut, menandakan bahwa ia diizinkan kembali menggauli sang istri.

Dan... begitulah yang terjadi berikutnya. Sang suami yang mengalami tubuh istrinya yang menggelinjang dalam kenikmatan, dan sang istri yang mengalami suaminya yang melenguh panjang, juga dalam kenikmatan. Menjadi dua jiwa yang melebur menjadi satu, tanpa kemelakatan ego maupun identitas. Hanya keindahan penyatuan yang mengiringi sensasi erotis inderawi. Bercinta yang dahsyat, yang melantunkan melodi Illahi.

********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar