[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Pengalaman

Selasa, 27 November 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Pengalaman


Sore itu masih terang, Jaka baru saja pulang dari perjalanan ke luar kota, dan Rara sedang tidak ada jadwal mengajar. Bosan di dalam ruangan dan enggan pergi-pergi, Jaka mengajak istrinya untuk berjalan di taman saja.

"Apa yang kamu rasakan, Ra?" Jaka bertanya sambil menggandeng tangan Rara.

"Nyaman..." yang ditanya menjawab dengan senyuman manis. Siapa yang tidak merasa nyaman bila digenggam erat namun lembut oleh kekasih hatinya?

Jaka membalas senyumannya. Hatinya pun hangat. Rara selalu bisa membuatnya begitu. Tapi ia sedang ingin berbagi pengetahuan, jadi dilepaskannya sejenak keinginan untuk memesrai sang istri tercinta.

"Kalau melihat pohon-pohon, burung, langit... juga mendengar semua suara yang ada sekarang ini, bagaimana rasanya?" , tanyanya lagi.

"Indah... hatiku jadi berbunga-bunga..." Rara juga menjawab lagi.

"Nikmati baik-baik, ya," Jaka menjawil dagu sang kekasih hati. "Kita hidup untuk mengalami, untuk belajar..."

"Nah, mulai lagi deh bikin bingung orang..." Rara komplain. Ia mendahului suaminya duduk di salah satu bangku taman. Di bawah pohon yang paling rindang.

Matahari semakin bergulir ke barat, sehingga teriknya nyaris tak bersisa. Suasana jadi tambah sejuk, apalagi angin musim hujan juga mulai meniu-niup. Rara menggigil sedikit.

Jaka duduk di samping kekasihnya itu, memeluknya agar terlindung dari terpaan angin.

"Seumur-umur, hidup adalah proses penciptaan," Jaka memulai penjelasannya. "Kita bebas berkehendak, dengan hak free will kita, untuk mencipta apa saja sesuai dengan pikir, ucap dan laku kita sendiri. Apa saja itulah yang menjadi pengalaman kita hidup di dunia."

"Dan, semua pengalaman itu untuk belajar?" Rara bingung.

"Ya, untuk belajar. Pengalaman A akan membawa pada pengalaman B, pengalaman menyakiti akan membawa pada pengalaman disakiti, dan seterusnya. Supaya banyak yang dialami kemudian dipelajari."

"Dan semua itu hanya untuk dapat mengalami??" Rara bingung lagi.

"Iya. Pengalaman yang dialami sesadar-sadarnya. Kita memang di dunia hanya untuk mengalami," sang suami menegaskan. "Mengalami yang bukan secara tidak sadar, menurut aturan orang lain atau, bahkan hanya mengikuti doktrinan. Pengalaman yang menjadi pembelajaran bagi jiwa."

Rara mengangguk-angguk tanda mengerti, tapi ia juga ingin menegaskan sesuatu, "Bukan mengikuti aturan atau doktrinan, maksudnya agar kita tidak berlaku berdasar ketakutan, ya?"

Jaka tersenyum. Kekasih hatinya itu mulai paham. "Yup. Kita bergerak dari rasa takut menuju cinta tanpa syarat."

"Agar pengalaman ini indah?" kembali Rara ingin menegaskan.

"Ya, pengalaman yang berlandas cinta itu pasti indah, bukan?" suaminya menjawab. Betapa inginnya ia mencium sang kekasih hati, tapi segera disadarinya di mana mereka sedang berada.

"Dan kesadaran membawa kita pada pikir, ucap dan laku yang selaras dengan tarian semesta?" kali itu Rara bertanya untuk dirinya sendiri.

Jaka tersenyum lagi. Dikecupnya kepala istri tercinta sambil membisikkan sesuatu,

"Biar semakin sadar, yuk, meditasi bareng lagi... di ranjang..."

...dan Rara hanya bisa tersipu mendengarnya.

********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar