[] Bilik Menulisku: [Fiksi] Jaka & Rara; Tentang Cinta

Jumat, 16 November 2018

[Fiksi] Jaka & Rara; Tentang Cinta


Hari Jumat itu, hati Rara rasanya sedang berbunga-bunga. Bibirnya tak lepas dari senyuman, bahkan terkadang, bait-bait lagu meluncur darinya. Something must have gotten into her -something intoxicating. Jaka memandangnya dengan penuh sayang.

"Selamat padi, Dinda...", sapanya.

"Pagi..." yang disapa menjawab. "Aku lagi jatuh cinta." Rara menambahkan.

"Oya? Sama siapa?" tanya Jaka. Meskipun demikian, tidak ada nada keingintahuan dalam suaranya. Biasa saja, sebiasa ia bermalasan di ranjang pagi hari itu, sebelum memulai hari.

"Sama kakandanya..." Rara terkikik geli. Ia memang bersyukur sekali memiliki Jaka sebagai pendampingnya. "I'm in love with my undercover Angel."

Jaka hanya tersenyum menangapi. "Kamu tau, Ra, semua ini awalnya dari Cinta..." ia berkata pada kekasih hatinya itu.

"Hum?" sang kekasih hati bertanya dengan gumaman. Ia tetiba sibuk dengan sisir dan rambutnya.

"I said, everything in this universe comes out of Love," Jaka mengulangi perkataannya. "Even God Himself is Love." Ia bangkit dari tempat tidur, berjalan menuju Rara yang sedang duduk mematut diri di depan meja rias.

"Tuhan adalah Cinta?" Rara bertanya lagi. Diberinya sang suami sebuah senyuman manis, karena mencium kepalanya dan memeluknya dari belakang.

"Yup. Love. A pure one. Cinta yang bukan lawan dari benci," Jaka membalas senyumannya.

"Cinta yang bukan lawan dari benci? Maksudnya?"

"Kita sering salah memaknai Cinta," Jaka menatap istrinya melalui cermin di hadapan mereka. "Segala sesuatu berawal dari Cinta, tapi kita kadang melihatnya dari sudut pandang yang salah, hingga Cinta turun menjadi ketakutan, kecemburuan, sampai kebencian."

Rara membalas tatapan Jaka. Sepasang mata itu begitu dalam dan jernih, sebersih hatinya. Rara terhipnotis, rasanya ingin menghanyutkan diri di telaga itu...

"Konon, dulu hanya ada Adam, saat Sang Maha menciptanya dengan sepenuh Cinta. And then Eve was there too, membawa naluri wanitanya yang penuh khawatir, hingga terperdaya," Jaka meneruskan. "Bayangkan jika ia tidak takut apa-apa dan percaya sepenuhnya pada sang Cinta. Tentu tidak akan ada yang turun ke bumi."

Dilihatnya Rara nampak masih terkesima memandangnya, jadi ia bebas melanjutkan ceritanya.

"But the story is for those who believe." Jaka berkata lagi. "Menyiratkan pesan bahwa hijab terbesar manusia adalah apapun itu yang berlawanan dari Cinta. Menurut Rumi, "Tugasmu bukanlah untuk mencari Cinta, tapi hanya mencari dan menemukan segala dinding di dalammu yang kamu bangun untuk melawannya” Melawan Cinta."

Kalimat itu membuat kesadaran Rara naik lagi. "Begitu, ya?" tanyanya. Teringat ia, akan hari-hari di mana cemburu menguasai. Hari-hari di mana ketakutan muncul dan membuat Cintanya turun derajat.

Jaka tersenyum. Tanpa diberitahu, ia bisa melihat pergulatan batin sang istri yang kadang begitu mencurigainya -egonya pasti sedang berusaha melindunginya dari rasa bersalah. "Kita lihat, siapa yang menang... egonya kah, atau kejujurannya?" serunya dalam hati.

"Maaf ya... Aku dulu suka cemburu-cemburu..." Rara mengaku.

Jaka lega mendengarnya. Kekasihnya itu sudah sangat berubah. Mulai bisa melepaskan hijab penghalangnya satu demi satu. Seperti menguliti bawang, yang selapis demi selapisnya bikin perih. But that will only take her to a better understanding of Love, lead her to a higher Self.

Rara membalikkan tubuhnya, ia tidak lagi memunggungi suaminya. Jaka memeluknya lagi dengan segenap kasih, mengecup kepalanya dan melangitkan kebersyukuran. Kata-kata Sri Khrisna bergema di telinganya,

"Only by undistracted love can men see me, and know me, and enter into me." ~ Khrisna, Baghavad Gita.

"Hanya dengan Cinta yang tanpa distraksi, seseorang bisa menemuiKu, dan mengenalKu, dan memasukiKu."

********

2 komentar:

  1. Selalu romantis dan manis 😂 bijin baper. Hahahaha

    BalasHapus
  2. Cinta juga bisa berubah jadi obsesi?
    Atau ybs ngga bisa bedain antara cinta dan obsesi?

    BalasHapus