[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Bercinta

Jumat, 05 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Bercinta


Rara~
"Itu kamu, Ra. Kamu di atas sana, asyik masyuk bercinta, sedang aku berada entah di mana."
Aku ternganga.
"Lalu, dengan siapa aku bercinta?", tanyaku kebingungan.
"Denganku."

Serta merta, aku mematikan ponsel dengan galau. Selain kalimat yang membuat deg-degan itu, Jaka juga mengajak ketemu untuk makan siang. Bisa kacau-balau hariku jika berkomunikasi dengannya. Ia sering sekali bicara yang di luar pemahaman orang biasa. Tentang ini dan itu, yang malah jadinya mengingatkanku akan hari-hari kami dulu. Mana enak sih, rasanya baper?
Apalagi maunya? Bukankah kami sudah tidak lagi bersama? Sesuatu terjadi, dan kami harus berpisah. Jadi?
"Aku cuma ingin memberitahumu, kalau kita adalah soulmate, Ra. Kamu cinta sejatiku.", jelasnya santai pada siang itu, saat kami akhirnya menghabiskan waktu untuk makan siang berdua.
"And how would you explain our divorce, then?", balasku kalem. "Cinta sejati kok bisa pisah", aku meneruskan dalam hati, misuh-misuh sendiri.
"Karena kebersamaan kita tidak selalu harus secara fisik, tapi juga bathin. Coba kamu ingat-ingat lagi."
"Ingat-ingat?", aku melengos. "Apa yang harus diingat-ingat? Dan kenapa juga harus aku mengingat-ingat?!" Lama-lama, kesal juga aku dibuatnya.
"Ingat-ingat tentang kita saat bercinta, Ra. Di sana aku temukan jawaban bahwa kita sebenarnya adalah sepasang kekasih sejati."
Hampir saja milkshake stroberiku tersembur ke mukanya jika tidak keburu kutahan dengan tangan --sesuatu yang aku sesali kemudian.
"Tidak ada yang ingin kuingat lagi tentang kita, terlebih bagian itu. Bercinta adalah hal yang sakral, dan aku tidak merasa pantas membicarakannya denganmu!"
Lalu aku melempar tisu makan berisi semprotan milkshake stroberi ke meja, bangkit, dan pergi... walaupun kemudian langkahku tertahan karena ia menyambar pergelangan tangan kananku.
"Rara, please tunggu sebentar. Kamu benar, bercinta adalah hal yang sakral. Tapi tolong diingat-ingat bagaimana dulu kita bercinta, ya...."
Aku melakukan gerakan melepaskan tangan seperti yang kulihat dalam video tutorial "Bertahan menghadapi serangan di jalan" di youtube. Dengan segera, aku kembali memiliki tangan kananku, melempar pandangan marah kepadanya, lalu membalikkan badan dan berlari.
********
Gadis itu tersenyum semringah di sana. Di atas sebuah bukit. Angin berputar-putar lembut di sisinya, membentuk corong dan meliuk-liuk. Beberapa helai daun kuning ikut terbang menari bersamanya. Sebelah tangannya juga ikut berputar -dan nampaknya, sebab itulah tornado mungil itu terbentuk.
Dari wajahnya yang terlihat puas, pasti sesuatu yang hebat baru saja terjadi padanya. Sesuatu yang hebat seperti...
"Tunggu dulu... Apakah dia baru saja menikmati rasanya orgasme? Dengan siapa dia bercinta?", aku memandang berkeliling, mencari si pelaku yang bertanggung jawab atas kejadian itu. Tidak ada siapa-siapa.
Tiba-tiba aku tersentak, terduduk dan bangun dari tidur malamku. Astaga, apa aku baru saja memergoki sepasang kekasih yang selesai bercinta?
Lalu wajahku menghangat, menandakan darah yang merambat naik ke urat-urat halus di pipi. Bukan apa-apa, aku jadi malu sendiri. Tidak hanya malu karena pergokan itu, tapi juga, rasa-rasanya, begitulah tampangku yang terlihat dari cermin, sesaat setelah bercinta dengan... dengan...
Aargh! Kenapa dengan dia?!
********

"Explain, please!", ketikku singkat kepadanya, sesaat setelah aku duduk di depan meja kerja.


"Ah! Kamu sudah ingat, ya?", jawabnya hampir satu jam kemudian.
Begitulah dia dan kelakuannya dalam membalas pesan. Aku memberinya emoticon "meh".
"Haha, kamu manis, deh."
"To the point sajalah. Aku semalam memimpikan seorang perempuan yang baru saja bercinta. Apa maksudnya?"
Mantanku itu adalah seseorang dengan kemampuan tinggi, mimpiku tentu saja berhubungan dengan permintaannya untuk "mengingat-ingat". Tapi sedetik kemudian, kusesali kiriman pesan itu dan buru-buru mencoba menghapusnya. Malu sekali membicarakan itu dengannya. Sayang, hanya ada pilihan "Delete for me", yang berarti pesan itu sudah dibacanya -walaupun tanda centang itu tidak berubah biru. Seketika, darah mengalir banyak-banyak ke wajahku.
"Dengan wajah bersemburat merah dan jiwa yang utuh. Begitu, bukan?"
"Ya...", aku menelan ludah, pipiku jadi panas lagi.
"Itu kamu, Ra. Kamu di atas sana, asyik masyuk bercinta, sedang aku berada entah di mana."
Aku ternganga.
"Lalu, dengan siapa aku bercinta?", tanyaku kebingungan.
"Denganku."

********

Jaka~


Demikianlah hal itu adanya, kami memang dua sejoli. Sepasang kekasih yang telah berkali-kali menjalin cinta, dalam banyak sesi kehidupan yang berbeda. Aku membantunya melihatnya. Melihat kami berdua.


"Kebersamaan kita tidak selalu secara fisik, Ra. Beberapa kali aku menjadi pasanganmu, tapi ada masa-masa di mana kamu terlahir sendiri tanpaku. Namun secara bathin kita tetap bersama. Seperti saat kamu di atas bukit itu."
Rara termangu, berusaha mempercayai pendengarannya, dan penglihatannya yang tidak biasa.
"Itulah mengapa sejak kita berpisah, dengan terheran-heran aku tidak merasakan sedih yang semestinya ada. Aku seperti tidak kehilanganmu sama sekali. Walaupun yah, kita baru bertemu lagi setelah sekian tahun ini."
Rara masih diam. Aku memaklumi kagetnya. Tidak setiap hari kan, bisa menyaksikan sesuatu yang di luar indera penglihatan.
"Orang bisa berkata atau bertindak apa saja, but the feeling stays. Rasa itu selalu ada, Ra. Rasa yang utuh, terpenuhi. Orgasme yang mengantarku menuju kesadaran tertinggi, yang didapat hanya jika bercinta denganmu..."
"Tapi kita sudah tidak bersama...", akhirnya perempuan kesayanganku itu bicara.
"Aku sadar itu. Aku tunggu kamu di kehidupan berikutnya, ya. Atau kamu mau kembali padaku sekarang dan kita bercinta lagi dengan orgasme yang luar biasa? I miss you a lot lately..."
There you go, sekalian sajalah kukeluarkan isi hatiku. Entah bagaimana Rara akan menanggapinya setelah ia pulih dari keterkejutannya, kuserahkan saja pada Sang Maha --walau hatiku kebat-kebit menunggu jawabnya.
********
A note:
Bercinta adalah kegiatan yang sakral. Kenikmatan tertinggi yang pencapaiannya tidak hanya akan mengantarkan pada euforia erotis semata. Jika dilakukan dengan sang belahan jiwa - kekasih sejati yang mencinta dengan tulus tanpa syarat, bukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan biologis belaka- energinya akan membawa pada tingkat spiritual yang lebih tinggi.


*Dibuat dalam rangka sedikit belajar tentang Tantra, the hidden knowledge of spiritual orgasm~

*********

Baca Fiksi Rara & Jaka yang lain juga yaa, terima kasih :)

3 komentar:

  1. Buat anak di bawah umur sepertiku, perlu mikir nih bacanya :D

    BalasHapus
  2. Tulisannya tjakeep, bagus. Jarang ada yang mau nulisin kaya gini kan yaa teh di blog hehe

    BalasHapus