[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Iba

Senin, 01 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Iba



*image: pixabay

"Sebentar..", Rara turun lagi dari mobil, tepat sebelum Jaka menjalankannya.

Laki-laki itu terpaksa menaikkan rem tangan lagi dan menunggu. Sudah hapal benar ia, akan tingkah lalu Rara yang cenderung spontan. Apa saja yang dilihat kekasihnya itu, bisa jadi langsung mempengaruhinya dalam mengambil keputusan.



Seperti beberapa saat sebelum itu, ketika Jaka meletakkan selembar uang di depan seorang pengemis yang tertidur di trotoar dan Rara menyaksikannya dengan wajah iba. Pasti ia kembali ke pengemis itu lagi untuk menambahkan uang, atau bahkan membelikannya makanan.



Benar saja, Rara duduk lagi di mobil dengan berseri-seri.

Jaka memperhatikannya dengan tersenyum, "Udah? Dibeliin apa orangnya tadi?"

"Nasi kuning.. Huhuhuu..", sang pujaan hati itu tiba-tiba tersedu-sedu.

"Loh? Kenapa??", lagi-lagi Jaka mengembalikan posisi perseneling ke netral dan menarik rem tangan.

"Kasiaaan, huhuhuuu..."

"Ya ampun, kirain ada apa... Udah dong, Ra. Ngga perlu berlebihan begitu. Emosinya dipake pada tempatnya aja kapan-kapan yaa..."

"Ini kan tempatnya, huhuu... Masa kasian sama orang ngga boleh?!"

"Ya boleh, tapi tidak berlebihan. Rasa kasihan itu suka rancu, Ra. Terkadang memperlihatkan welas asih pada sesama, tapi bisa juga diselubungi ego bahwa kita ada di posisi yang lebih tinggi."

"Ibaku tidak diselubungi ego, Jaka!", Rara mulai kesal. Ia berpaling, memilih melihat ke trotoar di sampingnya, membuang muka. Mudah-mudahan mukanya ngga dipungut orang...

"Aku tau... Bagaimana kalau air matamu diganti senyum aja? Senyummu kan bisa sambil diselingi doa kebaikan untuknya. Kamu ingat kan, doamu adalah rasamu? Apa jadinya si pengemis itu kalau setiap orang mengirimkannya tangisan --bisakah kamu bayangkan bagaimana ia akan menanggulangi limpahan energi kesedihan itu?"

Serta merta, Rara menatap Jaka. Sang belahan jiwa itu suka sekali membuatnya ternganga. Mereka bertatapan selama sekian detik, sampai Rara memejamkan matanya dan mulai berdoa. Sebilah senyum terukir di wajahnya, mengantarkan energi kebaikan bagi si pengemis dengan rasa terbaik yang dimilikinya --welas asih, rahmaan rahiim.

Jaka ikut tersenyum. Ia mengecup dahi kekasihnya itu dan mulai menjalankan mobil. Perjalanan mereka masih panjang. Masih ada banyak yang perlu diajak berbagi kasih sayang. Perjalanan untuk melayani sesama, dan ia bahagia Rara mendampinginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar