[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Hening

Rabu, 24 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Hening


Jumat sore itu basah. Rinai hujanlah yang membuat bumi Padjajaran itu demikian. Air yang tumpah ruah dari langit mengenai atap-atap, pohon-pohon, lahan-lahan. Memfasilitasi wangi tanah untuk menguar, yang lembut melewati hidung Rara.

"Mmmh, I love rain..", si empunya hidung menghirup dalam-dalam aroma tanah basah itu.

Jaka tersenyum. Ia baru saja pulang dan menaruh barang-barangnya di meja kamar tidur. Inginnya langsung mandi, tapi siluet kekasihnya di depan jendela kamar yang sedang memandangi hujan itu terlalu menggoda untuk dilewatkan. Dengan kemeja yang separuh terbuka, dipeluknya Rara.

"... and I love you, too.", Jaka mengecup leher Rara, membuatnya menggelinjang kegelian.

"Kamu kan bukan hujan,", Rara terkikik, "Aku bilang love-nya kepada hujan, bukan ke kamu."

"Antara aku dan hujan cuma beda tipis, kok..", Jaka ikut mengedarkan pandang ke halaman yang disiram hujan. Wangi yang sama dengan yang dibaui Rara dinikmatinya dengan segenap kesadaran.

Hening lalu melingkupi seisi ruangan. Hening yang nyaman, dengan suara rintik hujan membelai indera pendengaran, dan sepoi angin meniup-niup indera peraba mereka. Hening yang indah, khidmat, khusyuk...

Selama beberapa menit yang terasa sebentar saja, sepasang kekasih itu hanya berdiam dalam kesadaran. Menikmati damainya di sini-kini, menyalurkan rindu yang syahdu dengan sang Maha.

"Mudah saja, bukan, meditasi itu?", Jaka yang lebih dulu menyudahi sesi hening itu. Tumben, biasanya ia yang suka berlama-lama di dalamnya.

"Ya..", Rara menanggapi. "Dan mereka bilang meditasi adalah ini dan itu, dengan cara yang sulit untuk dikerjakan, juga membosankan.."

"Beri tahu mereka yang belum mengerti. Bahwa meditasi itu sesederhana berada di sini dan sekarang ini.", Jaka mengecup leher Rara lagi.

"Kamu tau, mudah saja buatku untuk memberitahu itu. Tapi bagi banyak orang, konsep di sini-kini itu susah sekali dipahami..."

Jaka diam saja. Ia sedang sibuk menciumi Rara.

"Entah apa saja yang membuat orang-orang itu terhijab dari keadaan sadar penuh-hadir utuh", Rara meneruskan keluhannya, "Zaman sekarang terlalu banyak distraksi, make people hard to just being here and now.."

"Emmh..", Jaka pun nampaknya sedang terdistraksi.

"Hujannya sudah berhenti. Mudah-mudahan pada bisa ngerti ya, bahwa tugas hujan selain melimpahkan air, juga sebagai pembawa hening..", lanjut Rara, ngga ngeh bahwa yang diajak bicara sama sekali tidak memperhatikan.

"Hey.. kamu lagi apa siy..?", ia berusaha melepaskan diri dari dekapan kekasihnya yang semakin erat, "Jakaaa.."

Usahanya gagal, dan mereka berakhir di ranjang...

********

Baca Fiksi Rara & Jaka yang lain juga yaa, terima kasih :)

14 komentar:

  1. Hihi geli, penasaran nih sama kisah selanjutnya, bagus Teh jadi pengen bikin juga ❣️

    BalasHapus
  2. Jujur, saya gak pernah sukses menulis fiksi, wkwkwk

    BalasHapus
  3. Ada kelanjutannya lagi ga teh ini? huhuhuhu

    BalasHapus
  4. Ahahaa ceritanya menarik teh, sederhana, to the point, hening :) aku pun ikut terdistraksi nih hihi

    BalasHapus
  5. hujan bisa bikin hening sesaat ya, petrikornya kusuka, tapi hujan bisa hening di tempat lain juga yang ujung-ujungnya...

    BalasHapus
  6. Hujan emang enaknya di ranjang berdua2an, teh. Cuddling gitu
    Ahahaha :D

    BalasHapus
  7. Aduh meni pengen baca lanjutannya teh.. hanyut sama ceritanya. Memang hujan itu buat suasana hening dan kembalinya kepingan kenangan-kenangan masa lalu 😁

    BalasHapus
  8. Teteeeeh, seru juga mainan fiksi bisa bikin kita jadi bebas berimajinasi di kala hujan

    BalasHapus
  9. Hujan selalu jadi latar favorit kisah fiksi karena tetesan airnya mampu menembus hati para pembaca. Bagus,Mbak :)

    BalasHapus
  10. Udah lama deh nggak baca fiksi di blog. Lanjutkan, Teh :)

    BalasHapus