[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Mengirim Energi Kasih

Rabu, 03 Juni 2020

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Mengirim Energi Kasih


Malam ini Jaka dan Rara sedang terpisah jarak lagi. Seperti biasa, ada tugas luar kota yang harus dikerjakan Jaka, yang sama sekali tidak terpengaruh oleh masalah pandemi yang sedang melanda secara global. Rara, yang sama tidak ambil pusingnya tentang hal itu, setia menunggu saja di rumah. Ada banyak deadline yang harus dikerjakannya juga, salah satunya adalah tugas menulis dari Semesta yang baru saja selesai.

"Kangen..." Rara mengudarakan sebuah pesan kepada suaminya.

Sang suami tersenyum. Ia tau bagaimana manjanya istrinya, jadi dibalasnya dengan emoticon pelukan. 

"Sudah meditasi belum?" Rara bertanya. Baginya, menanyakan soal meditasi itu romantis sekali dibandingkan dengan pertanyaan-pertanyaan lain. 

"Belum..." Jaka menjawab. "Punggungku sakit..."

Sontak, Rara menegakkan tubuh. Terkejut ia, mengingat Jaka jarang sekali mengeluh --suaminya bukan tipe begitu. Jadi kalau Jaka berkata demikian, mungkin benar sedang ada masalah. 

"Serius..?" ia bertanya separuh cemas. Entah mengapa, di sekitaran tubuhnya terasa ada yang meremang. Sensasi hangat dan dingin bermunculan silih berganti. Rara menyadari keberadaan yang membuatnya terdiam itu.

"Pegel-pegel aja..." yang dicemaskan membalas. Namun saling berbalas pesan itu terhenti di sana. Rara tidak menjawab apa-apa.

"Aduh..." Jaka menuliskan pesan lagi. Dirasa-rasakannya sejenak sesuatu yang tiba-tiba menghampiri. "Lagi ngirimin, ya? Kerasa banget energinya." 

Tapi Rara masih belum menjawab. Ia memang sedang mengirimkan energi, yang secara refleks saja dilakukannya.

"Kamu langsung meditasi, ya?" lagi-lagi pesan Jaka yang muncul. 

Di ujung di mana pesan itu sampai, ada Rara yang sedang memejamkan mata dan bernapas dengan teratur. Ketenangan yang dalam menyelimutinya, dengan rasa damai yang tak terkira, hingga rasanya seperti menghilang. Ia seolah melebur jadi satu dengan semesta raya, ada di titik nol, menyatu dengan lautan energi yang tak terhingga. Di sana, ia melayangkan sebentuk kasih yang dirasanya dimilikinya, dengan segenap kekuatan yang menjadi jatahnya, kepada Jaka. 

"Terima kasih yaa..." sebuah pesan datang lagi, membuat Rara membuka mata, walau kedamaian masih bersamanya.

Selama beberapa detik, Rara mencerna ucapan Jaka hingga senyum paham hinggap di wajahnya.

"Wah..." balasnya dengan takjub. "Sampe ya kirimannya?"

"Iya, sampe..." Jaka menjawab sebagaimana adanya. "Terharu deh aku..."

Rara tertawa membacanya. Tapi ia sedang tidak ingin menanggapi pujian itu. Ia baru saja melakukan sesuatu yang menurutnya hebat, dan perlu tau apakah benar demikian atau suaminya sedang mengisenginya saja.

"Seriusan niy..." ia merajuk. "Rasanya emang gimana? Kok tau kalo itu dari aku?"

Di ujung yang lain Jaka juga tertawa, dan ia tidak ingin melewatkan kesempatan itu untuk menggoda istrinya.

"Mau tau aja, atau mau tau banget?" ia membalas. 

Rara memberinya emoticon tertawa yang banyak, walaupun gemas sekali ia menunggu pembabaran yang serius. Diulanginya lagi pertanyaan-pertanyaan yang memberondong, mendesak untuk dijawab.

"Jadi gini..." Jaka menggantung pesannya yang membuat Rara kesal lagi. Senang sekali ia mengganggu istrinya. Kalau saja mereka berdekatan, pasti sudah ada yang kena cubit. 

"Betulan ada," Jaka menulis pesan lagi, setelah puas tertawa. "Angin berembus, tapi di sekitaran tangan, mungkin salah sasaran. Kamu update GPS dulu aja."

Rara tertawa lagi. Ya, mungkin salah sasaran karena baru kali ini ia melakukannya, walau secara teori ia tau tentang kirim-mengirim energi. Lagipula, Jaka sudah sering melakukan itu juga padanya. "Tapi kok tau kalau itu dari aku?" balasnya.

Kan keliatan..." suaminya menjawab ringan. "Tadi waktu aku bilang sakit punggung, kamu langsung pingin kirim energi. Terus kamu berhening diri, dan langsung memancarkan energinya, dikhususkan ke aku. Bener begitu, ngga?"

Astaga... Rara takjub lagi dibuatnya. Memang begitu yang terjadi padanya tadi, persis sekali. 

"Iya, aku tadi takut kamu kenapa-kenapa..." jawabnya jujur. "Jadi pingin kirim energi. Dan itu melesat begitu aja tanpa diniatkan. Tiba-tiba sekujur tubuh jadi semriwing, dan setelah sadar bahwa aku dikasih kekuatan energi, baru diniatkan terhubung dengan semua keberadaan agung. Terus bayangin kirim ke kamu..."

Jaka tersenyum membacanya. Ia tau benar bahwa istrinya sayang, dan itu mendorongnya mengirimkan energi. Energi kasih murni yang menyembuhkan.

"Ini mulai terasa hangat ke punggung, Ra..." katanya sambil merasa-rasakan sensasi yang menghinggapi tubuhnya. "Ngga nyasar ternyata. Mungkin tadi bingung, jadi menyebar di sekitar tangan dulu. Hilang nih pegelnya..."

Rara memekik senang. Bangga sekali rasanya bisa melakukan hal yang selama ini hanya sebatas dibicarakan orang dan dikirimkan kepadanya. Sekarang, ia juga sudah bisa mengirimkan energi kasih itu sendiri. 

"Terima kasih, yaa..." ia membalas. Setelah itu, dipejamkannya lagi matanya, membayangkan memeluk Jaka. Tanpanya, Rara mungkin tidak akan sampai pada pencapaian ini. Tidak dapat benar-benar belajar dan paham akan artinya pure love, dan tidak bisa mengirimkan energi kasih murni yang hanya hadir saat cinta sudah tidak bersyarat. Jaka sungguh membantunya meraih itu, mendukungnya untuk setahap demi setahap menjadi versi terbaik atas dirinya sendiri.

"Aku yang terima kasih..." Jaka menjawab sambil tersenyum.

Serta merta, Rara mengirimkan emoticon peluk yang banyak dan bertanya, "Kangen ngga..?"

Jaka mengirimkan pelukan saja sebagai balasan, yang lalu mengundang protes dari istrinya.

"Kok cuma peluk aja? Ngga kangen juga? Ya udah aku gapapa," katanya merajuk lagi, membuat Jaka makin tertawa...

********

Hatur nuhun, Kangmas Guru, atas pelajaran, dukungan, dan kiriman energinya...

Baca lagi kisah yang lainnya di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar