[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka: Tentang Siwa dan Shakti -1

Minggu, 17 Mei 2020

Fiksi Rara & Jaka: Tentang Siwa dan Shakti -1


Jaka dan Rara, seperti yang lainnya, sudah melakukan banyak kegiatan bersama-sama selama lockdown ini. Termasuk bernyanyi-nyanyi gaje seperti malam ini...

I found a love for me
Darling just dive right in
And follow my lead
I never knew you were that someone 
waiting for me...

"Sebentar..." Rara memotong suaminya yang sedang mendendangkan lagu berjudul Perfect itu.

"Follow my lead?" ia bertanya. Baru ngeh ia akan makna dari lirik itu. "Apa itu artinya pihak perempuan selalu jadi follower? Mengikuti dan menuruti aja semua perintah laki-laki?"

Ditanya begitu, Jaka menghentikan lagunya lalu memandang sang istri dengan penuh sayang.

"Pada dasarnya, pria itu hanya menyediakan diri untuk wanitanya," katanya setelah menghela napas panjang. 

Sambil menunggu Rara mencerna kalimatnya, dinyalakannya sebatang rokok. Setelah satu isapan yang nampaknya sangat nikmat, ia kembali bicara,

"Kan ada yang pernah bilang, bahwa Shakti merupakan personifikasi atau konsep kekuatan kreatif feminin Illahi, yang sering disebut sebagai 'Great Divine Mother'. Di dunia yang sederhana, Shakti paling aktif memanifestasi melalui perwujudan dan kreativitas wanita."

"Ya..." Rara mengangguk setuju. Ia memang pendukung feminisme, menolak beranggapan bahwa perempuan itu "lemah". Perempuan itu harus berdaya. "Lalu?"

"Dan bahwa Shakti itu artinya kekuatan suci atau pemberdayaan," Jaka melanjutkan. "Ia adalah energi kosmik primordial dan mewakili kekuatan dinamis yang bergerak ke seluruh penjuru alam."

"Kalau Siwa apa?" tanya Rara lagi.

"Siwa adalah keagungan yang abadi, yang tidak bermakna tanpa adanya Shakti," suaminya menjawab. "Ia adalah keheningan yang tak lekang waktu, pasif, hingga Sang Shakti datang untuk memberi arti. Mewarnai." 

Rara terdiam. Jaka selalu bisa membuatnya terpana-pana. Dan berhubung Rara itu tipenya Sapiosexual yang cenderung tertarik secara seksual berdasar kecerdasan orang, maka pemahaman Jaka sangat membuatnya jatuh cinta.

Karena istrinya diam saja, Jaka meneruskan. 

"Siwa adalah simbol kekuatan pelebur, dan bersama Parwati, Shakti-nya, Ia mentransformasi," jelasnya. "Siwa dengan Parwati bagai api dengan sifat panasnya, mawar dengan harumnya. Bisa dibayangkankah, apa jadinya Siwa tanpa Shakti? Apa artinya api tanpa panas, dan mawar tanpa harumnya? 

Lagi-lagi, Rara terpana-pana saja mendengarnya. 

"Jadi pada dasarnya, laki-laki itu hanya menyediakan diri," Jaka tersenyum melihat istrinya yang melongo saja. "Kami ada untuk memfasilitasi wanita untuk menjadi diri yang terbaiknya. Bukan karena merasa lebih baik, lebih hebat, tapi karena sadar bahwa kami juga tidak berdaya tanpa Shakti-nya."

Serta-merta, Rara tersenyum. Ia tau bahwa Shakti dalam bahasa Sansekerta artinya kekuatan, senjata. Ia juga tau bahwa selama ini Jaka sudah menjadi Siwa-nya yang baik. 

"You bring out the best in me..." Rara bergelayut manja pada suaminya.

"Semua perempuan itu sejatinya memang hebat, luar biasa," Jaka mematikan rokoknya setelah sebuah isapan terakhir, yang juga nampaknya sangat nikmat. "Cuma laki-lakinya aja yang kadang suka nutupin kehebatannya dengan ego patriarki..."

Rara melepaskan pelukannya dan mulai tegang lagi. Jaka tertawa melihatnya. 

"Baru juga mau dibales meluk, udah dilepas," katanya sambil menghela napas panjang lagi. Malam ini nampaknya akan seru dengan komplain dari istrinya tentang pria dan egonya...

"Maksudnya gimana itu?" Rara mulai menuntut jawaban.

"Kamu inget ngga dulu, waktu zaman pedekate?" Jaka menjawabnya dengan pertanyaan balik.

Rara melirik ke arah kiri bawah, mencoba mengorek divisi memori di otaknya, mencari data. 

Sementara itu, Jaka tidak menunggunya untuk menjawab. Ia hanya bertanya retorika saja, tidak butuh jawaban.

"Ada banyak pertanyaan, sharing, diskusi..." lanjutnya sambil menyisip kopi yang sudah mendingin. 

"Aku yang banyak bertanya," Rara tertawa setelah berhasil mengingat-ingat. "Ya kamunya sih, kayak yang banyak tau gitu jadi aku kepengin nanya, ahahah!"

Jaka ikut tertawa, menyadari bahwa daya tariknya memang di sana. Tanpa banyak berbuat apa-apa, kasih murninya, ketenangannya, pemahamannya, dan caranya menjelaskan yang rumit menjadi sederhana adalah memang dirinya sebagai mana adanya. Tidak heran jika ia menjadi magnet untuk hal itu, karena tidak hanya wanita, para pria pun mencarinya untuk bertanya-tanya.

"Ya kamu juga sih..." balas Jaka masih tertawa. Digulirkannya pandangan dari atas ke bawah, menyapu seluruh tubuh Rara.

*bersambung

********
*hatur nuhun Kang E dan Bang A atas inspirasinya...

Baca lagi kisah yang lainnya di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar