[] Bilik Menulisku: Fiksi Jaka & Rara; Tentang Energi Negatif

Rabu, 04 Maret 2020

Fiksi Jaka & Rara; Tentang Energi Negatif


Siang itu mungkin berjalan biasa-biasa saja bagi yang lainnya, tapi bagi Rara, rasanya beda. Ia tadinya sedang anteng mengerjakan tulisan, sampai sebuah pesan instan masuk ke gawainya. Seseorang yang dikenalnya di media sosial sedang main ke Bandung, katanya ingin mengajak bertemu. Rara lalu mengungkapkan keberatannya pelan-pelan, dengan tidak enak hati karena orangnya memaksa. Berlama-lama berada dalam pembicaraan teks itu tanpa sadar membuatnya jadi kemrungsung sendiri... 

"Kepalaku kenapa pusing, ya?" tanyanya kepada Jaka. "Mual juga..."

Suaminya itu sedang bertugas di luar kota lagi, jadi hanya bisa mengeceknya dari jauh.

"Abis ngapain tadi?" tanyanya dengan nada siaga. Jaka memang lumayan peka energi. Ia jelas bisa ikut merasakan ketidaknyamanan istrinya. 

Rara terdiam sejenak, mengingat-ingat. Rasanya tidak ada hal aneh apapun yang bisa membuatnya tiba-tiba seperti itu.

"Ngga ngapa-ngapain sih..." ia mengetik jawaban. "Abis chatting di whatsapp aja."

"Chatting sama siapa?" Jaka kembali bertanya. "Coba di-screenshoot." Ia berkata begitu bukan karena cemburu --bukan tipenya begitu. Tapi ia memang mencurigai sesuatu.

Tak lama, sebuah foto percakapan muncul di layar telepon genggam Jaka. Belum lagi gambar itu diunduh, ia segera menghapusnya. 

"Hapus obrolannya ya," katanya singkat, tanpa penjelasan.

Serta merta, Rara menghapusnya. Ia tau benar kapan waktunya Jaka tidak bisa dibantah. "Sudah," lapornya cepat. 

"Sekarang, coba ambil sikap hening sejenak," sang suami meminta. "Terhubung dengan Sang Maha Sumber, terhubung denganku juga."

Rara menurut. Ia turun dari kursi dan duduk bersila di lantai. Dilihatnya gawainya bersinar, Jaka mengirimkan pesan lagi.

"Dalam tuntunanNya, niatkan untuk menyelaraskan segenap energi yang tidak selaras dengan tubuhmu," begitu isinya. "Berserah, biarkan mereka kembali kepada sumbernya dengan bahagia. Aku bantu dari sini."

Walau Rara jadi bergidik, tapi ia segera memejamkan mata. Diulangnya kalimat-kalimat Jaka di dalam hati, lalu berpasrah. Tak lama, tubuhnya seperti diselimuti kabut tipis yang hangat. Makin lama makin hangat, membuatnya bersendawa dan ingin muntah. Perutnya terasa diaduk-aduk, kepalanya tambah berat. Rara berusaha mempertahankan keadaan heningnya. Ia sudah meniatkan untuk terhubung, Sang Maha beserta seluruh Semesta tentu melindunginya. Benar saja, dalam beberapa saat, keadaan tidak mengenakkan itu menghilang. Hangat yang menyelubunginya memudar, tubuhnya kembali normal, hatinya tenang. Ia tidak ingin menghentikan kondisi itu, malah ingin berlama-lama di sana. Betapa nyamannya...

Telepon genggam Rara bergetar keras di lantai, mengenai kakinya. Tapi itu tidak membuatnya terlonjak kaget. Berada dalam posisi hening memang memfasilitasi keadaan eling dan waspada, walaupun terlihat santai saja. Tidak ada keterkejutan di sana, seluruh tubuh dan pikiran seakan fokus dan bersiaga, tapi tetap rileks. Perlahan, Rara menarik napas panjang dan menyudahi sesi heningnya. Diangkatnya kedua tangan di atas kepala untuk menghaturkan terima kasih atas karunia yang terlimpah kepadanya. Lalu dengan wajah semringah, ia membuka mata, mencari gawainya.    

"Sudah dulu..." Jaka menulis demikian. 

"Ada yang salah dengan obrolanku dengan orang itu, ya?" Rara menjawab dengan pertanyaan. 

"Sebenarnya, hanya mengobrol pada aplikasi pesan begini juga terjadi pertukaran energi," Jaka menjelaskan. "Kalau peka, akan terasa vibrasi dari setiap kata yang diketik. Makanya dikatakan untuk selalu jernih batin, terhubung dengan Sang Sumber di dalam diri, supaya semua hal disadari."

"Aku sadar kok..." Rara membela diri, walau setelah diingat-ingat lagi, ia memang terbawa emosi.

Jaka tersenyum membacanya, istrinya itu memang suka ngeyelan. "Santai, jaga perasaannya. Kalau tidak hening, jadi tidak awas. Mudah terseret arus obrolannya, terpancing emosinya," lanjutnya. "Dan itu menjadi celah untuk masuknya entitas yang tidak selaras."

"Masuknya entitas yang tidak selaras??" Rara bergidik lagi. Ia tau soal makhluk-makhluk alam bawah, tapi tidak pernah mengira bahwa keberadaan mereka bisa sedemikian dekat...

"Iya, kan terdeteksi vibrasi energinya..." yang ditanya menjawab. "Mungkin ada perasaan sakit hati lalu ingin balas dendam, atau respon-respon negatif yang tidak disadari lainnya."

Di ujung sana, Rara menarik napas lagi dalam-dalam, berusaha mengembalikan kesadaran. "Hanya dengan begitu saja sudah bisa masuk?"

"Getarannya kan selaras," Jaka meneruskan. "Mereka memang bertugas begitu. Yah, dualitas kehidupan aja; salah-benar, surga-neraka. Kita penebar terang, sebaliknya, mereka penebar gelap. Eling lan waspada yang akan menghindari kita dari pengaruh-pengaruh entitas bawah."

"Gitu yaa..." Rara menganguk-angguk sendiri. "Jadi harus selalu eling ya. Terhubung..."

"Disadari aja semua," balas Jaka. "Sakit disadari, kesal disadari, marah disadari."

Rara menjawabnya dengan emoticon senyum sambil bertanya, "Tapi aku udah ngga apa-apa, ya?"

"Sudah ngga ada, sayang. Kamu sudah nyaman kan saat kita berbalas chat begini? Itu artinya sudah selaras," Jaka membalas senyumnya. "Nah, aku mau nerusin kerjaan. Kamu istirahat aja dulu, ya," ia berpamitan.

Rara mengirimkan sebuah senyuman lagi, lalu bangun dan menuju ranjangnya untuk berbaring. Dibacanya lagi semua percakapan dengan suaminya barusan, untuk kembali mengingat-ingat. Satu pelajaran lagi sudah didapatnya. Bahwa keberadaan entitas rendah memang ada di sekitar manusia --percaya maupun tidak. Bekerja dalam gelap maupun terang, menebar virus kenegatifan. Memancing kemarahan, memicu kekhawatiran. Mengipasi keangkuhan, memanasi nafsu. Teguh menjalankan perannya menegakkan dualisme hidup. Halus menelusup, hingga tidak mudah terdeteksi, tapi sangat memengaruhi emosi. Bergerak seringan asap, namun berat menunggangi siapapun tanpa pandang bulu. Perlu kewaspadaan agar tidak tersusupi. Yah, eling saja, disadari semuanya agar terbebas dari jeratnya... 

********
Sebuah pelajaran dari acara Mahadaya Suwung Avatar, Solo, Februari 2020
Special Thanks to Mas SHD atas limpahan kasihnya. Juga Mas Aris Munandar, matur nuwun sanget atas pelajaran energinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar