[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Guru

Senin, 14 Oktober 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Guru


Rara sedang sibuk menyiapkan pakaian dan perlengkapan bepergian Jaka. Suaminya itu akan pergi ke luar pulau untuk menjalankan tugas. Jaka sendiri asyik bermain daring, ia pasrah saja pada pilihan Rara. Soalnya kalau ia yang pilih sendiri malah serba salah jadinya. For several things, better let women do that, agree?

"Kemarin itu waktu meeting term, guru-guru diceramahin panjang lebar sama ibu Branch Manager," Rara memulai ceritanya sambil menaruh alat mandi ke kantung bagian dalam koper.

"Ceramah apa?" Jaka bergeming. Tak rela ia meninggalkan permaiannya barang sejenak.

"Itu..." jawab Rara perlahan. "Gegara ada guru yang nge-date sama muridnya, jadilah semua dijejali lagi dengan pasal-pasal dalam kontrak kerja."

Sambil bergumam, iseng saja, Jaka menimpali dengan pertanyaan, "Memangnya kenapa kalau guru kencan sama muridnya?"

Sedetik kemudian, Jaka menyadari kesalahannya. Itu tadi adalah pertanyaan yang sama sekali salah dan tidak mungkin di-undo. Ia lalu memejamkan mata, pasrah menunggu reaksi Rara.

Rara memandang suaminya dengan tatapan tak percaya. "Jadi maksudmu sah saja kalau murid dan guru berkencan? Kamu suka gitu juga, kah?" katanya meradang.

Dengan terpaksa, Jaka meletakkan gawainya dan menatap Rara. Ia tau benar kalau sang pujaan hati sedang PMS. Salah-salah kata, bisa berabe jadinya. Apalagi, Jaka sedang sering sekali tugas di luar. Ia tidak ingin Rara salah tangkap dan cemburu.

"Aku kan bukan guru, Ra..." jelasnya dengan sabar. "Aku ngga pernah buka perguruan, ngga pernah mengangkat murid juga. Dari mana dapat kencan sama muridnya?"

"Oh, yes you are," balas Rara ketus. "Kamu guru dan punya banyak murid. Hampir semua orang bertanya ini dan itu ke kamu, kan?"

"Iya..." Jaka tersenyum salah tingkah. "Tapi aku ngga pernah beranggapan bahwa aku guru. Kalau mereka sampai berpendapat begitu kan di luar kemauanku..."

Rara terdiam. Ia tau Jaka berkata benar, walaupun di sisi lain Rara juga tidak salah. Jaka memang banyak follower-nya. Kata-katanya digugu, perbuatannya ditiru.

"Apa siy, kriteria seorang guru itu?" ia akhirnya bertanya bingung.

"Ya kamu kan juga guru," Jaka terkekeh. Lalu, buru-buru ditambahkannya penjelasannya sebelum Rara kembali protes.

"Yang aku tau, guru itu hendaknya bisa mengerti level muridnya dengan baik. Ini supaya pelajaran lebih mudah dipahami. Jangan sampai guru bicara sesuatu yang di atas level muridnya," katanya. "Guru juga idealnya tidak mengiming-imingi apapun kepada muridnya, apalagi mengancam-ancam."

Masih cemberut, Rara berjalan ke tempat tidur dan membaringkan kepalanya di pangkuan Jaka. Kerjaan packing-nya sudah selesai.

"Guru juga sebaiknya tidak terlibat secara emosional dengan muridnya, walau kadang tidak terhindarkan," Jaka melanjutan. "Jadi berbagi ya berbagi saja, membimbing sepenuh hati dan menyerahkan kembali pada muridnya tentang pelajarannya. Tidak ada paksaan, tidak memberi harapan, tidak emosional."

"Kamu terlibat emosional kok, sama muridmu," tukas Rara.

"Haish..." yang dituduh begitu memejamkan matanya lagi, pasrah. "Murid yang mana? Kan aku udah bilang ngga punya murid."

"Punya doong... Aku," Rara terkikik lalu bergelung manja pada Jaka.

"Hehehe, kamu kan bukan muridku. Kamu dindaku," Jaka mengecup kepala Rara tepat di Sahasraranya. "Semakin pintar dan selaras dengan semesta, yaa.."

Rara menikmati kecupan penuh doa itu. "I love you," katanya sambil  mengambil tangan suaminya, gurunya untuk diciumnya dengan sayang.

Tak tahan dengan sentuhan itu, serta merta Jaka mencari bibir istrinya dengan penuh hasrat. Malam itu lalu ditutup dengan adegan tujuh belas tahun ke atas...

**********
Baca lagi kisah kasih mereka di Kumpulan Fiksi Rara & Jaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar