[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Wayang

Sabtu, 12 Januari 2019

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Wayang


Jaka masih di luar pulau untuk, seperti biasa, melaksanakan panggilan pekerjaan yang terkadang mendadak. Rara yang sudah punya banyak rencana untuk akhir minggu ini bersama suaminya jadi kebingungan. Tidak tau harus apa.

"Pagi dinda..." sapa Jaka via aplikasi pesan instan, seakan tau bahwa kekasih hatinya sedang merindu.

"Pagi kanda..." balas Rara sambil meringis sendiri. Selalu ada sesuatu yang dirasakan Rara dalam setiap ucap dan laku sang suami kepadanya. Sesuatu yang mengejutkan sekaligus menyamankan -entah apa... 

Mengetahui bahwa istrinya sudah bangun tidur dan sedang tidak ingin banyak mengetik, Jaka segera menelponnya.

"Mau ke mana hari ini, sayang" tanyanya sambil menyalakan rokok.

"Aku ngga tau..." jawab Rara setengah kesal. "Aku udah bikin rencana jalan ke sana-sini bareng kamu. Sekarang aku jadi bingung mau ke mana sendirian..."

Jaka tersenyum. Diketahui atau tidak, senyum adalah pemantik kesadaran, dan oleh karenanya -apalagi jika menghadapi dindanya yang sedang PMS- ia selalu tersenyum.

"Aku jadi ingat kata-kata Osho," katanya. Lalu ia mengutip kalimat dari Guru besar itu, "Whatsoever happens, accept and enjoy, and don’t force anything. If you feel like talking, talk. If you feel like being silent, be silent - just move with the feeling."

"But I don't feel like doing anything without you..." Rara merajuk. "Aku ngga tau mau ngapain, maunya sama kamu. Ke sini doong..."

Jaka menghela napas. Kalau Rara sudah merajuk begitu, ingin rasanya ia terbang ke rumah untuk menenangkan. Tapi tentu saja ia tidak dapat meninggalkan pekerjaannya hanya karena rajukan, bukan? 

"Aku ngga bisa..." jawab Jaka jujur adanya sambil mengisap rokoknya dalam-dalam.

"Nanti malem aku pake lingerie yang kamu beliin itu deh..." Rara kembali merayu.

Senyap sebentar, karena Jaka tetiba hilang dari udara. Tidak tau harus berkata apa kecuali membayangkan kekasih hatinya menari-nari hanya dengan selembar pakaian yang menerawang. Sungguh perempuan itu adalah surga sekaligus nerakanya para lelaki...

Jaka mengembuskan asap rokoknya, berusaha mengembalikan kesadaran. Diaksesnya lagi keadaan hening, bathin yang bening, kalau tidak ingin larut dalam khayalan.

"Nikmati saja dulu aktivitasmu tanpa aku, Ra..." bujuknya. "Seperti biasanya saja, melakukan sesuatu dengan tanpa diusahakan, kecuali mengikuti nurani."

Rara merengut. "Aku ngga mau ngapa-ngapain kalo ngga ada kamu!" sahutnya kesal.

Rokoknya sudah mau habis, jadi Jaka mengisapnya untuk terkahir kali. 

"Ya sudah, ngga usah ngapa-ngapain dulu. Jangan memaksakan apapun yang tidak kamu inginkan. Sedang ingin diam ya diam, sedang ingin berjalan ya berjalan," lanjutnya. "Kalo kamu maunya jalan sama aku, tunggu aku pulang ya?"

Rara tidak bersuara, sadar bahwa kelakuannya menyebalkan. "Iya... Maaf ya..." katanya.

Jaka tersenyum lagi, tapi kali ini bukan untuk sadar. Ia senang Rara paham. "Manusia kan di dunia ini hanya untuk mengalami, jadi ya alami saja semuanya sesuai tuntunan hati," jelasnya dengan lembut. "Tuntanan hati adalah kebenaran sejati, jadi apapun itu adalah kemauanNya. Ya kayak jadi wayang aja, manut sama arahan sang dalang."

Sekarang Rara yang tersenyum. Ia jadi semakin ingin suaminya segera pulang. Ingin memeluknya untuk mengucapkan terima kasih atas berbagai pelajaran. Tapi ia juga sudah sadar, bahwa yang sedang dilakukannya juga dilakukan suaminya adalah sebentuk kepasrahan wayang atas dalang. Tidak ada keterpaksaan, hanya ada kenyamanan dalam setiap gerak.

Jadi ia hanya berkata, "Ya sudah, aku di sini dulu melakukan hal-hal sendiri, yaa. Sambil nungguin kamu pulang."

"Nunggunya sambil pake lingerie, ngga..." kali ini Jaka dengan sepenuh rela membiarkan pikirannya melayang...

********
Baca kisah lain mereka tentang kehidupan di Kumpulan Fiksi Rara & Jaka

*thank you mas Guru for the lesson 😇🙏


1 komentar:

  1. Mantap...alami saja semuanya dengan tuntunan hati.
    Pesan kecil yg bermanfaat buat saya.
    Tks. Ceritanya..

    BalasHapus