[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; tentang Iblas

Selasa, 15 Januari 2019

Fiksi Rara & Jaka; tentang Iblas


Pagi ini Jaka sudah dapat kabar untuk sebuah pekerjaan di luar kota lagi. Kali ini agak jauh, sehingga Rara berat hati mengizinkan. Bulan ini, sang suami itu hanya beberapa hari saja bertemu dengannya...

"Ya udah ikut, yuk..." ajak Jaka. Ia juga jadi berat hati kalau Rara begini.

"Ngga mau... Jauh," Rara merajuk. Kota tujuan itu agak terpencil, jauh dari kota. Ia tidak bisa membayangkan dirinya berada entah di mana dan hanya di hotel saja tanpa Jaka. 

Jaka tersenyum. Rara itu anak kompleks -begitu sebutannya- yang sangat dimanjakan kedua orangtuanya. Lahir dan besar di kota metropolitan yang penuh fasilitas yang melenakan.

"Ya udah..." ia menghela napas. "Ngga usah ikut..." sambungnya tenang.

"Ngga mauuuu!" sang istri itu tambah merajuk.

"Ya habis gimana dong..." Jaka terdengar pasrah. "Oya, tempat menginapnya dekat air terjun, katanya. Asyik kan, setiap saat bisa dengar gemuruh air," katanya mencoba membujuk.

Rara mulai bergeming. Sudah semingguan ini ia membayangkan beryoga di alam terbuka. 

"Ngg..." gumamnya mengungkapkan ketertarikan. "Mau sih... Tapi nanti..." Rara menyangkal sendiri imajinasinya.

Jaka tersenyum melihatnya. "Coba ngaca dulu, sana," sarannya pada Rara. 

Serta merta, Rara berlari ke meja riasnya dan bercermin. "Kenapa?" tanyanya bingung.

"Kamu bimbang," jawab Jaka. "Iblas."

"Ha?" Rara bingung. "Apa itu?".

"Iblas itu asal dari kata iblis. Ia adalah keraguan dalam hatimu. Makanya kata sang Nabi, jika ragu, tinggalkan," Jaka menjawab tegas. 

"Aku mau ikut, cuma takut kalau nanti medannya sulit..." Rara membela diri.

"Aku sesuai prasangkamu," Jaka menegaskan lagi. Istrinya itu memang suka plinplan. "Jadi, berprasangka baiklah pada setiap keadaan. Selalu ada kehendakNya pada setiap keadaan."

Mata Rara berkaca-kaca. Ia sedang sensitif, dan suara Jaka terdengar kesal. "Kok aku dimarahin..." katanya memelas.

Seketika, Jaka menjadi luluh. Ia tidak pernah bermaksud menyakiti apa dan siapa saja, apalagi Rara. "Aku ngga marah..." suaranya melembut. 

Dihampirinya Rara, lalu dipeluknya dari belakang. Dipandangnya sang istri melalui cermin, dan membelai pipinya sebelum dibasahi airmata. "Masa aku marahin kamu..." Jaka tersenyum. "Kamu mah disayang aja..."

********
Sila baca kisah mereka tentang kehidupan yang lain di: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar