[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Dosa

Kamis, 13 Desember 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Dosa


Malam itu Jaka dan Rara baru saja keluar dari bioskop di sebuah mall. Sebuah film bertema penyihir baru saja disaksikan. Rara suka sekali serial Harry Potter, dan karenanya, film yang konon adalah cikal bakal kisah kesukaan itu harus ditonton. Jaka juga jadi ikutan suka -atau sebenarnya hanya supaya istrinya senang saja? Entahlah...

"Aku paling suka sama Dumbledore," Rara menggelayut manja pada Jaka sambil berjalan ke luar. "Selama yang kukenal, ia hanya kakek tua sakti yang berjenggot putih, ternyata seganteng Jude Law, hihihi."

Jaka ikut tertawa. Ia bukan tipe cemburuan, jadi kekaguman Rara hanya diresponnya dengan santai. "Aku tertarik pada kisah hidupnya. Katamu, dia menyimpan banyak rahasia di dunia persihiran, kan?"

"Oh iya," jawab Rara antusias. "Ia adalah salah seorang yang punya peran penting di sana. Ada satu kisah kelam yang begitu disembunyikannya. Tentang almarhum adiknya..."

Jaka menoleh, menyimak. Saat itu mereka sudah duduk-duduk di lobby bioskop, menikmati sisa-sisa popcorn dan soft drink yang tidak sempat dihabiskan di dalam.

Menyadari bahwa omongannya dinantikan, Rara melanjutkan, "Adiknya meninggal karena sebuah kesalahan, dan sebagai kakak yang sangat menyayangi, Dumbledore begitu terpukul."

Jaka mendengarkan sambil mengunyah berondong jagungnya. "Lalu?"

"Dosakah, jika seseorang begitu menyayangi hingga apa yang dilakukannya untuk melindungi malah menyakiti?" tanya Rara, yang sepertinya terbawa perasaan hingga matanya berkaca-kaca.

Yang ditanya menghentikan camilannya. "Apa sih, dosa itu?" Jaka bertanya balik dengan serius. Ini harus diluruskan, mengingat orang sering cepat sekali mengambil kesimpulan apakah sesuatu itu dosa atau tidak.

Rara menggeleng. Ia sedang tidak ingin berteori.

"Dosa bukanlah manifestasi dari kemarahan Sang Maha. Dari banyak sifatNya, murka adalah jauh yang kesekian. Pengasih dan Penyayang malah yang sering disebut, bukan?" sang suami menjawab. "Tolong jangan mengingatNya hanya karena ketakutan kita terhadap dosa, ya."

"Jadi, apa itu dosa?" Rara bertanya lagi.

"Setiap tindakan, apapun itu, tentu menimbulkan konsekuensi," Jaka mengajak istrinya untuk memahami. "Konsekuensi atas apa yang dilakukan dengan niat buruk adalah apa yang dalam bahasa relijius disebut dosa."

"Jadi, dosa tak lain adalah konsekuensi dari tindakan buruk kita?" Rara memastikan. "Tindakan buruk itu yang bagaimana?"

"SifatNya yang utama adalah Pengasih dan Penyayang. Dari situ saja, kita idealnya sudah bisa menyimpulkan, bahwa Ia tidak menghendaki adanya saling menyakiti," Jaka tersenyum menjelaskan. "Jadi, apapun karma kita, tindakan kita, sebaiknya adalah saling berbagi kasih, dan menghindari menyakiti sesama makhlukNya."

"Kalau menyakiti...?" Rara tambah berkaca-kaca. Ingat dosa, eh, konsekuensi yang mungkin akan diterimanya kelak.

"Secara energi, rasa sakit yang dialami oleh si penerima akan mengenai kita, nempel di lapisan Prana," sang suami meneruskan. "Dan menurut hukum tarik-menarik yang berlaku di semesta ini, di suatu saat yang tepat nanti, energi itu akan menarik duka dan nestapa juga untuk kita..."

Kali ini, Rara benar-benar menangis. Air matanya bercucuran hingga ia sibuk menutupi wajahnya.

"Sang Maha kan bicara bahasa rasa, Ra... Maha tau ia atas segala apa yang terbersit di hati," Jaka memeluk istrinya. "Kalau tidak ada niat untuk menyakiti, ya tidak apa-apa. Kalau terlanjur menyakiti, ya minta dimaafkan."

"Kalau ngga dimaafkan?" Rara mengintip dari balik tangannya sambil tersedu.

"Kalau orangnya sadar akan hukum yang sama, ia tentu memaafkan. Buat apa memendam lara?" Jaka menenangkan. "Kalau ngga, ya memang wayahnya. Rajin meruwat diri dan semakin sering berbuat kebaikan saja."

"Meruwat diri?" Rara mengintip lagi.

"Istighfar..." Jaka mengelus kepala kekasih hatinya. "Dan, nanti kuajari meditasinya, ya."

Rara menurunkan tangannya dari wajah. Air matanya meninggalkan jejak di pipi, dan Jaka turut mengeringkan dengan punggung jarinya.

"Ingat Sang Maha karena cintaNya, ya, "pesannya. "Bukan karena takut dosa."

"Ya..." sahut Rara. "Dosa tak lain adalah konsekuensi dari tindakan kita yang tidak mengikuti sifat Kasih dan SayangNya, menyakiti makhluk ciptaanNya..."

Lalu Jaka memeluk lagi sang istri, mengecup dahinya. Embracing, and showing her of what love and care are about...


********

Baca lagi kisah tentang mereka di sini: Kumpulan Fiksi Rara & Jaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar