[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; The Beginning, Part-1, Dia, Rara

Jumat, 05 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka; The Beginning, Part-1, Dia, Rara

Dia, Rara...


Aku mengamatinya dengan seksama. Tinggi, langsing, manis. Tapi pengamatanku itu terganggu. Seseorang menjawil lenganku.
"Kalo suka, ajak jalanlah," sarannya penuh pengertian.
Aku tertawa saja mendengarnya. Memangnya gampang, mengajaknya jalan? Dia terasa begitu jauh, dengan seluruh keluarganya sebagai 'pengawal' yang siap memanjakannya setiap saat. Sedang aku, malah dibiasakan untuk selalu mandiri dan tidak merepotkan.

"Coba ajalah, siapa tau dianya mau. Ngga usah banyak takut!" saran lain masuk ke telingaku.

Benar juga, ya! "Anything is possible!" ego laki-lakiku tertantang.
Lalu aku bergerak menujunya, yang masih mengobrol dan tertawa-tawa. Ah, wajahnya, tawanya, gerakan tubuhnya.. tertawan hatiku dibuatnya!
Ingatanku melayang, ke suatu waktu dulu, saat mataku pertama menangkap sosoknya. Lama, terpaku, tak kuasa berpaling hingga tanganku dicubit. Itu pacarku yang mencubit. Tahu ia, rupanya, bahwa aku memperhatikan seseorang yang bukan dia, dengan perhatian yang sama -bahkan mungkin lebih.
"Suatu saat kamu bakal jadian sama dia," katanya setengah menerawang setengah serius. Mirip-mirip peramal yang sedang 'kemasukan' dalam memberi saran.
Walau berhasil kututupi dengan baik lewat seurai tawa, tapi hatiku kebat-kebit juga mendengarnya.
"Nah, gitu dong, berani!"
"Cocoklah kalo kalian jadi!"

Suara-suara itu menghentikan lamunan, menemani langkahku.
"Duh, kenapa harus seberisik itu, sih?" aku membatin sambil cengar-cengir. Memang banyak sekali yang mendukungku maju untuk bersama dengannya. Entah apa yang dilihat orang-orang itu pada kami berdua ya?
Tiba-tiba ia menoleh, sadar bila sedang jadi pusat perhatianku, juga orang-orang di sekitar. Dengan pandangan bingung, ia meringis menunggu jawaban dariku.
"Itu.. Ngg.. Pada nyuruh aku ngajak kamu jalan," laporku dengan keberanian yang dipaksakan. Sebenarnya, keberanian macam apa yang bersembunyi di balik alasan, ya? Sudahlah..
Dan, tanpa kuduga, ia tersenyum mengiyakan.
"Hahay! Tidak hanya orang-orang itu, tapi nampaknya seluruh jagad pun mendukungku!", teriakku dalam hati.
Jadi begitulah, kami pergi berdua berkeliling kota. Bertiga, karena adikku ikut menemani. Belum sebesar itu ternyata, nyaliku untuk menghabiskan waktu hanya berduaan dengannya. Kalau diingat-ingat lagi, tentu adikku itu cukup tersiksa berperan jadi nyamuk di sepanjang perjalanan. Hahaha!
Malam mulai menjelang, dan kami memutuskan untuk pulang. Belum puas rasanya aku bersamanya, walau hampir sepertiga pulau indah itu kami jelajahi. Aku tentu tidak akan memberi kesan buruk di awal kepada orangtuanya, bukan?
Sekarang, hanya samar-samar saja aku mengingat detilnya. Aku memang jarang berpegang pada kejadiannya. Yang kugenggam kuat adalah rasanya. Oleh karena itulah, aku tidak akan pernah bisa melupakan rasanya. 

Rasa nyaman yang, somehow, tidak asing, walau sepertinya itu adalah pertama kali aku berada dekat dengannya. Rasa yang membuatku bergerak menujunya -secara otomatis, seluruh tubuhku tak kuasa menahan dorongan tak kasat mata itu. Rasa yang bertahan, familiar, begitu kuat hingga seolah mampu menembus ruang dan waktu. Rasa yang indah, tak lekang dipengaruhi zaman.

Siapa dia, ya?
********
Baca Fiksi Rara & Jaka yang lain juga yaa, terima kasih :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar