[] Bilik Menulisku: Fiksi Rara & Jaka; Tentang Rasa Bersalah

Senin, 01 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Rasa Bersalah

*image: pixabay

"Aneh, kok aku ngga merasa bersalah, ya, keluar dari grup wa itu.."
"Grup wa apa?"

Jaka menggandeng tangan Rara untuk menyeberang jalan. Mereka akan menghabiskan siang itu dengan makan bersama. Kawasan Dago saat itu lumayan tenang. Matahari bersinar lembut, dan mobil jarang yang lalu-lalang. Tumben...

Rara menjawab pertanyaan itu sekaligus alasannya, lalu sibuk membolak-balik buku menu. Ia yang biasanya rewel soal makanan, sedangkan Jaka lebih pasrah, ia suka hampir semua yang dihidangkan.

"Lalu?"

"Ya aku kan admin, masa aku walk out... Kamu mau apa? Pesen ini gimana?", Rara menunjuk satu jenis yang diberi bintang.

"Apa ajalah...", Jaka memanggil simbak waitress, lalu menyulut sebatang rokok. "Memangnya jadi admin memberimu sebuah hak untuk merasa bersalah, ya?"

"Ya ngga gitu... Maksudku...", Rara menceritakan permasalahannya. "Tapi ya itu, aku ngga merasa bersalah. Aneh ngga?"

"Tidak ada yang benar-benar salah, atau benar-benar benar, Ra.. Semua kembali kepada dirimu sendiri. Kalau nyaman dengannya, dan diputuskan dengan penuh kesadaran, kenapa harus merasa bersalah?"

"Walaupun konsekuensinya dikucilkan?"

"Semua perbuatan hadir bersama konsekuensinya. Oleh karenanya, lakukan perbuatan yang paling menyamankan hati. Dengan demikian, konsekuensinya akan lebih mudah diterima."

"Biarpun itu salah?", Rara mengambil bungkus rokok kekasihnya, mencegahnya untuk menyulut batang kedua. Jaka meringis, miris melihat bagaimana bungkusan berharga itu dijejalkan sekenanya ke dalam clutch Rara yang sudah sangat penuh isinya.

"Sekali lagi, tidak ada yang benar-benar salah, dan sebaliknya. Lakukan apapun itu yang membuatmu nyaman. Free yourself. Atau, kamu akan selamanya hidup di bawah aturan orang lain."

"Admin lain ngga akan walk out gitu, kayaknya..."

"Nah, sekarang kamu hidup dalam perbandingan. Siapa sih, yang mengajarkanmu untuk membanding-bandingkan?"

Rara terdiam. Bayangan masa kecilnya berkelebatan di depan mata. Hampir setiap anak hidup dalam perbandingan. Si anu ranking-nya tinggi lah, si inu prestasinya begitu lah. Belum lagi di sekolah. Rasanya guru-guru pun lebih membiasakan muridnya untuk berkompetisi ketimbang bekerja sama. Walaupun persaingan itu memecut motivasi, tapi mungkin akan beda hasilnya saat anak-anak itu tumbuh dewasa dan terlibat dalam banyak kegiatan, jika sedari dulu mudah untuk bekerja sama.

Rara memonyongkan mulutnya, mengakui kebenaran kata-kata Jaka.

"I hate it when you're right...", katanya.

"Hahaha... sini!", Jaka meraih kekasihnya itu ke dalam pelukan, sambil diam-diam mengambil lagi rokoknya dari tas kecil Rara...

********* 

Baca Fiksi Rara & Jaka yang lain juga yaa, terima kasih :)

1. Tentang Iba
2. Tentang Cemburu

6 komentar:

  1. Ini pasti ada lanjutannya lagi kan Teh ? Jadi penasaran nih sama ceritanya hehe

    BalasHapus
  2. Euleuh kenapa atuh left group, Rara? :D

    BalasHapus
  3. "Semua perbuatan hadir bersama konsekuensinya. Oleh karenanya, lakukan perbuatan yang paling menyamankan hati. Dengan demikian, konsekuensinya akan lebih mudah diterima."
    Like this

    BalasHapus
  4. Waah Rara leftnya pamit ga sih...hehe..kalaubpamit rada mendinglah apalagi klo dgn alasannya yg dpt diterima..

    BalasHapus
  5. Setuju banget, semua perbuatan pasti ada konsekuensinya ya, teh.

    BalasHapus