[] Bilik Menulisku: Oktober 2018

Rabu, 31 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka, Tentang Jejak Karma




Pagi itu syahdu, dengan rintik yang tersisa dari lebatnya hujan sejak semalam...

"Mmmh...," Rara meregangkan ototnya, sebagai reaksi normal tubuh atas diam yang berjam-jam selama tidur.

"Mmmh jugaa...,", Jaka merengkuh Rara ke dalam pelukan. Udara dingin memang membuat enggan beranjak dari tempat tidur.

"Hari ini ada pemilihan Writer of the Month lagi. And guess who she is?" Rara bertanya sambil meringkuk manja dalam dekapan suaminya.

"Kamu...," yang ditanya menjawab malas.

Selasa, 30 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka, Tentang Maha Mudra



Di suatu sore..

Jaka menjemput Rara di kantornya. Sore itu sangat menyenangkan. Langit biru cerah, berhias bola bundar berwarna kuning terang yang masih gagah mengangkasa, walaupun mulai redup dan menghangat. Larik-larik sinarnya bermain-main menembus dedauan di sepanjang jalan Cipaganti yang rindang.

Hari itu menjelang anniversary mereka. Tapi Jaka membawa Rara tidak dalam rangka itu, karena laki-laki itu bisa jadi lupa sama sekali tentang hari jadi mereka. Jaka hanya ingin menikmati jagung bakar lima rasa khas Lembang ditemani Rara. Bukan untuk alasan romantis -sungguh bukan tipe Jaka- tapi menghabiskan waktu bersama kekasihnya selalu ia butuhkan setelah rutinitas yang penat seharian.

"Hihihi..." Rara tiba-tiba terkikik sendiri.

"Belum juga aku ngajak guyon, kamu udah cekikikan," Jaka ikut tertawa.

"Aku ingat kiriman tulisan dari temanku, tentang Maha Mudra," jawab Rara masih geli sendiri.

Jaka menghentikan mobilnya karena lampu merah dan melirik istrinya. "Widih, keren. Gimana tuh?"

"Ck, you know it already," Rara memonyongkan bibir. "Suka gitu deh, nanya cuma buat ngetes aku doang..."

"Hahaha, bukannya kamu yang suka asyik-asyikan ngetes aku? Nanyain aku sayang apa ngga, kangen apa ngga, sampai nanya which lingerie do I prefer you to wear on..." Jaka menggelengkan kepala, "Aku di luar kota, dan lagi mau presentasi waktu kamu tanya-tanya soal lingerie, Ra!"

"Ya bagus dong, biar makin semangat," Rara tergelak mendengarnya. Suka sekali ia membuat sang kekasih itu "menderita".

"Oya, pasti semangat. Tunggu nanti malam, ya!" Jaka menjawil pipi Rara sebelum kembali menjalankan mobil.

Yang dijawil hanya bisa tersipu, lalu buru-buru membuka aplikasi whatsapp-nya, mencari tulisan temannya tentang Maha Mudra.

"As you know, Mudra itu kan gestures, gerakan-gerakan tubuh. Bisa face gestures, hand gestures, dan tentu saja, body gestures. Selama belajar Hasta (hand) Mudra, aku ngga ngeh kalau ternyata sexual intercourse pun adalah bermudra."

"Ya... Lalu?" Jaka beretorika.

"Lalu..." Rara mengerutkan keningnya -mengerutkan kening juga adalah gerakan Mudra- bingung bagaimana mau menerangkan. "Ya pokoknya puncaknya adalah Maha Mudra." Setelah itu, ia memutuskan untuk membacakan saja isi whatsapp-nya.
"When two lovers are in deep sexual orgasm,

they melt into each other;
Then the woman is no longer the woman, the man is no longer the man.
They become just like the circle of yin and yang,
reaching into each other, meeting in each other, melting,
their own identities forgotten.
That's why love is so beautiful.
This state is called mudra this state of deep, orgasmic intercourse is called mudra.
And the final state of orgasm with the whole is called Maha Mudra,
the great orgasm..." ~ Osho
"Ya... Tapi ngga mudah untuk mencapai Maha Mudra sekarang-sekarang ini," Jaka tersenyum.

"Kenapa?" Rara menatapnya.

"Untuk mencapai state tersebut, ke tujuh chakra pasangan yang bercinta itu harus sama-sama selaras dan harmoni. Jika terjadi, maka penyatuan sempurna dirasakan. Dua tubuh yang menyatu, melebur dalam satu jiwa, seakan tidak ada sehelai tipis layar pun yang memisahkan mereka."

"Wow... Seindah itukah..?" Rara terpesona.

"Ya. Sang pria hilang egonya, sang wanita pun hilang identitasnya. Saling menggapai, serasi dalam setiap gerak, selaras dengan energi alam, harmonis dalam penyatuan, mencapai Maha Mudra -orgasme bercinta yang pada puncaknya."

Rara diam saja, kehilangan kata-kata.

Jaka tersenyum lagi melihat istrinya. "Itulah cinta, dindaku sayang. Tidak perlu lagi meditasi, bercinta itu sudah meditasi yang membawa pada orgasme spiritual tertinggi."

"Betapa indahnya cinta sebenarnya, ya? Cinta yang tanpa ego, tanpa cemburu, tanpa rasa mengikat, tanpa pamrih, hingga saat bercinta pun bisa luruh seutuhnya. Bisakah kita mencapainya?" Jantung Rara berdegup saat mengatakannya, luruh dalam emosinya sendiri.

"Konon, hanya Krishna dan Radha yang mencapainya. Juga Shiva dan Shakti. Mungkin juga kita berdua... Mau?" Jaka menoleh, meringis nakal menggoda sang kekasih hati.

Rara memekik dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan, tidak bisa berkata apa-apa.

"Kenapa? Kamu menggodaku kemarin dengan lingerie-mu itu, kan? Tanggung jawab, dong," Jaka melancarkan kembali serangannya. "Aku jadi sampai bermimpi loh.."

"Mimpi apa?" Rara menurunkan tangannya dari wajah.

"Menggerayangimu..."

Saat itu sudah lampu merah lagi. Jaka menghentikan mobilnya dan menarik rem tangan. Setelah itu ia memandangi Rara dengan penuh cinta, sampai hasrat membawanya untuk memajukan wajah dan mencari bibir istrinya...

********

Baca Fiksi Rara & Jaka yang lain juga yaa, terima kasih :)

Senin, 29 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka, Tentang Cipta, Rasa, Karsa


Suatu Senin yang sibuk,
"Aku jadi ragu lagi..", Rara mengirimkan pesan singkat yang tanggung kepada suaminya.
"Ragu kenapa?", Jaka membalas dengan cepat. Entah karena sedang luang, atau merasakan urgensinya. Yang kedua, sepertinya, karena jika sedang luang pun, Jaka biasanya slowres --kayak ol shop yang ramai gitu..
"Sudah kuniatkan benar-benar proyek itu. Sudah sreg banget rasanya..", lagi-lagi Rara menggantung. Kelihatan benar jika ia sedang bimbang.
"Terus..", Jaka menanggapi dengan sabar. Tau benar ia, Rara suka plinplan.

Jumat, 26 Oktober 2018

Kumpulan Fiksi Rara & Jaka


"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya." ~ Al-Fajr, 27-28

Dua ayat dalam Al-Qur'an ini membuat saya terhenyak pada suatu waktu dulu. Apa itu jiwa yang tenang? Bagaimanakah hati yang puas lagi diridhoiNya? Akankah saya kembali dalam keadaan itu?

Dari sana, pencarian saya dimulai. Pencarian untuk jiwa yang tenang, agar bisa kembali dengan puas dan diridhoi. Kemudian, terjadilah seperti yang selalu dikatakan oleh banyak orang; jika seorang murid siap, maka didatangkanlah Guru. And all of a sudden, sejak itu, Guru-guru pun berdatangan menemui saya.

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Visuddha


"Iya... insyaaAllah, daag...", Rara menjawab ajakan seorang rekan kerjanya sebelum ia masuk ke mobil.
Dari dalam mobil, Jaka melambaikan tangan, ikut berpamitan pda teman-teman Rara.
"Mau janjian kemana", tanyanya saat sang kekasih sudah duduk di sampingnya.

"Diajak arisan wiken besok. Aku ga suka arisan, males banget deh dateng..."
"Kalo males kenapa janji dateng?"

Rabu, 24 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Hening


Jumat sore itu basah. Rinai hujanlah yang membuat bumi Padjajaran itu demikian. Air yang tumpah ruah dari langit mengenai atap-atap, pohon-pohon, lahan-lahan. Memfasilitasi wangi tanah untuk menguar, yang lembut melewati hidung Rara.

"Mmmh, I love rain..", si empunya hidung menghirup dalam-dalam aroma tanah basah itu.

Jaka tersenyum. Ia baru saja pulang dan menaruh barang-barangnya di meja kamar tidur. Inginnya langsung mandi, tapi siluet kekasihnya di depan jendela kamar yang sedang memandangi hujan itu terlalu menggoda untuk dilewatkan. Dengan kemeja yang separuh terbuka, dipeluknya Rara.

Senin, 15 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka, Tentang Mengamati

 

Di suatu malam yang cerah, dengan bintang-bintang bertaburan dan bulan benderang,
"Aku bingung sama orang yang katanya Guru Spiritual itu..." kata Rara sambil merapatkan jaketnya. Walaupun cerah, Bandung tetap termasuk kota dengan suhu rendah. Angin suka sekali bersemilir di cekungan yang dikelilingi pegunungan itu.
"Bingung ya pegangan, dong.. Sini," Jaka menggoda istrinya itu, dan merengkuhnya ke dalam pelukan. Mereka berdua sedang menikmati kopi di salah satu tempat duduk beratap payung besar di pinggir jalan Braga.

Fiksi Rara & Jaka, Tentang Kangen


"Aku kangen..", suara itu membuatku bergidik. Bukan karena ketakutan, tapi karena energinya mampu membangkitkan apa yang tidak seharusnya bangkit..
"Don't do that, Ra. Please..", aku menjawabnya dengan separuh tersiksa.
"Do what? Aku bikin apa, memangnya?", suara manja yang khas di ujung sana itu terdengar bingung.

Fiksi Rara & Jaka, Tentang Nanti


"Nanti aku akan rajin Yoga. Sekarang masih agak sibuk kalau harus melakukannya selama 30 menit setiap pagi," Rara berkata sambil mengaduk-aduk Tripple Chocolate cake camilan sorenya.
"Surya Namaskara bukannya hanya beberapa menit saja?" Jaka membalas sambil memperhatikan sang kekasih hati. Geli ia, betapa Rara banyak sekali memiliki rencana untuk masa depannya.
"Oh iya, cuma 12 gerakan yang bisa selesai dalam 3 sampai 5 menit saja. Tapi bukan itu maksudku. Nanti aku mau lebih kuantitatif dalam berolah raga."
"Harus nanti? Kenapa tidak sekarang?"
*********

Jumat, 05 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Bercinta


Rara~
"Itu kamu, Ra. Kamu di atas sana, asyik masyuk bercinta, sedang aku berada entah di mana."
Aku ternganga.
"Lalu, dengan siapa aku bercinta?", tanyaku kebingungan.
"Denganku."

Fiksi Rara & Jaka; A Song by Daniel Beddingfield


If you're not the one then why does my soul feel glad today?
If you're not the one then why does my hand fit yours this way?
If you are not mine then why does your heart return my call?
If you are not mine would I have the strength to stand at all?
******

Fiksi Rara & Jaka; The Beginning, Part-2, Dia, Jaka

Dia, Jaka...
Aku meringis bingung ke arahnya. Mengapa dia berjalan ke sini, ke arahku? Eh, ke arahku, bukan ya? Tambah bingung, aku memandang sekeliling untuk memastikan. Kalau melihat ekspresi wajah orang-orang yang ikutan bising menemani langkahnya, iya, dia memang menujuku. Tapi kenapa?
"Itu.. Ngg.. Pada nyuruh aku ngajak kamu jalan," lapornya dengan kikuk sesampainya di hadapanku.

Fiksi Rara & Jaka; The Beginning, Part-1, Dia, Rara

Dia, Rara...


Aku mengamatinya dengan seksama. Tinggi, langsing, manis. Tapi pengamatanku itu terganggu. Seseorang menjawil lenganku.
"Kalo suka, ajak jalanlah," sarannya penuh pengertian.
Aku tertawa saja mendengarnya. Memangnya gampang, mengajaknya jalan? Dia terasa begitu jauh, dengan seluruh keluarganya sebagai 'pengawal' yang siap memanjakannya setiap saat. Sedang aku, malah dibiasakan untuk selalu mandiri dan tidak merepotkan.

"Coba ajalah, siapa tau dianya mau. Ngga usah banyak takut!" saran lain masuk ke telingaku.

Fiksi Rara & Jaka; An Intro...


Once upon a time...
There was a couple, who were deeply in love. A love that is indescribable, more than words can say, even beyond feelings. A love that unites two body into one soul --a unity, absolute oneness.
Two persons utterly disappear into each other;
There is not even a small,thin screen dividing them; 
There is no division at all.It is unio mystica. 
Two persons function as ifthey are one person; 
two bodies, but one soul.It is absolute harmony. 
It is love at its peak.~ Osho  

Selasa, 02 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Cemburu

*image: pixabay

Di ruang tunggu, menjelang boarding, Jaka sedang asyik berbincang dengan seseorang yang cantik nan seksi, dan Rara sedang tidak terlihat ...

"Hi, don't mind me, I'm just gonna get something from my bag and straightly go to the bathroom again.", semenit kemudian datang Rara, dan memintakan maklum atas dirinya yang menyela pembicaraan itu. Namun demikian, ia tak kuasa menyembunyikan intonasinya yang galak.

"No, I was just leaving...", bule asal Australia itu -ketahuan dari aksen Inggrisnya yang aneh- jadi salah tingkah menyikapi Rara, "Thank you for the help. Bye!", kalimat terakhirnya ini ditujukan untuk Jaka. Yang diajak say goodbye itu lalu hanya tersenyum saja.

Senin, 01 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Iba



*image: pixabay

"Sebentar..", Rara turun lagi dari mobil, tepat sebelum Jaka menjalankannya.

Laki-laki itu terpaksa menaikkan rem tangan lagi dan menunggu. Sudah hapal benar ia, akan tingkah lalu Rara yang cenderung spontan. Apa saja yang dilihat kekasihnya itu, bisa jadi langsung mempengaruhinya dalam mengambil keputusan.



Seperti beberapa saat sebelum itu, ketika Jaka meletakkan selembar uang di depan seorang pengemis yang tertidur di trotoar dan Rara menyaksikannya dengan wajah iba. Pasti ia kembali ke pengemis itu lagi untuk menambahkan uang, atau bahkan membelikannya makanan.



Fiksi Rara & Jaka; Tentang Rasa Bersalah

*image: pixabay

"Aneh, kok aku ngga merasa bersalah, ya, keluar dari grup wa itu.."
"Grup wa apa?"

Jaka menggandeng tangan Rara untuk menyeberang jalan. Mereka akan menghabiskan siang itu dengan makan bersama. Kawasan Dago saat itu lumayan tenang. Matahari bersinar lembut, dan mobil jarang yang lalu-lalang. Tumben...

Rara menjawab pertanyaan itu sekaligus alasannya, lalu sibuk membolak-balik buku menu. Ia yang biasanya rewel soal makanan, sedangkan Jaka lebih pasrah, ia suka hampir semua yang dihidangkan.

"Lalu?"

"Ya aku kan admin, masa aku walk out... Kamu mau apa? Pesen ini gimana?", Rara menunjuk satu jenis yang diberi bintang.