[] Bilik Menulisku: 2018

Sabtu, 29 Desember 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Cakrawala


Jaka dan Rara sudah hampir sampai tujuan. Ke sebuah pulau yang sepertinya menjadi tempat singgahnya para Dewa-Dewi di bumi, saking cantiknya. Pulau yang dataran tinggi dan rendahnya bersisian dengan indah. Yang gunung dan danaunya saling melengkapi dengan sempurna. Yang pantainya menampilkan segaris lintang di ujungnya, seakan membelah langit dan lautan tepat di tengahnya.

Rara berdecak kagum memandang horison yang terhampar di depan matanya. "Indahnya..."

Jaka tersenyum. "Kalau cara pandang terhadap kehidupan bisa seluas cakrawala, maka hidup akan terlihat sangat indah," katanya menanggapi.

Jumat, 28 Desember 2018

Mudra Untuk Kesejahteraan

Menjelang tahun baru seperti sekarang ini, ada banyak sekali dari kita yang merencanakan resolusi-resolusi untuk dicapai di tahun mendatang. Ada yang resolusinya berkaitan dengan hubungan, karir, bahkan berat badan. Menetapkan resolusi memang dapat membuat kita semangat dalam mengejar target demi peningkatan kualitas diri. 

Jika ada yang memiliki resolusi untuk bertambah sejahtera di bidang karir dan keuangan, maka ada baiknya mencoba Kubera Mudra untuk menemani perjalanan pencapaian. Kubera dalam bahasa Sansekerta berarti kesejahteraan. Melakukan Mudra ini konon dapat membantu meningkatkan kesejahteraan dan kejayaan.

Rabu, 26 Desember 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Hukum Alam dan Kemanusiaan


Sejoli Jaka dan Rara sedang di atas geladak kapal, dalam perjalanan lautnya menuju pulau Dewata untuk ikut merayakan hari raya Galungan dan Kuningan. Kedua hari raya itu memang berdekatan, karena merupakan serangkaian perayaan atas kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (ketidakbenaran), serta persembahan kepada Tuhan atas anugerah kebahagiaan, keberhasilan, dan kesejahteraan.

"Indah sekali..." seru Rara girang. Ia sudah ber-selfie beberapa kali dan mengabadikan banyak pemandangan dalam memory DSLR-nya.

"Kuasa Sang Maha itu lebih terlihat di alam terbuka seperti ini," kata Jaka sambil terpesona pada ombak dan lautan.

Rara ikut mengangguk dan berdiri bersandar di samping suaminya. "Dan betapa hukum alamNya sangat terasa..." sambungnya sambil membenahi rambut yang tertiup-tiup angin. 

"Hukum alam yang bagaimana?" tanya Jaka.

Selasa, 25 Desember 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Bergerak atas nama Cinta


Jaka dan Rara sedang road-tour menikmati liburan akhir tahun dengan merayakan Natal dan Galungan-Kuningan bersama sanak-saudara. Keluarga mereka memang beragam, datang dari berbagai latar budaya, agama, yang menyebar di beberapa pulau Nusantara. Betapa menyenangkannya, berbagi sukacita dengan yang sedang merayakan -terutama mengenai suguhannya.

"Baik sekali ya, Budhe itu?" Rara membuka stoples kastangelnya dengan hati-hati.

"Masakannya juga enak semua, apalagi opornya" Jaka menanggapi dengan gembira. Budhenya membuat hidangan Natal dengan menu khas kampung halamannya, Yogyakarta. 

Jumat, 21 Desember 2018

Mudra Perlindungan

Beberapa lama ini, saya berteman dengan banyak pejalan Spiritual. Para pencari yang tidak kenal lelah dalam menggali potensi diri, untuk meningkatkan kualitas Diri Sejati. Saya juga berkenalan dengan banyak Guru. Para terpilih yang melaluinya, saya, kami, banyak sekali belajar berbenah diri. Orang-orang yang sudah mengelupasi egonya selapis demi selapis, hingga semakin dekat dengan Sang Ilahi. Melepaskan sedikit demi sedikit hijab, hingga mampu memandang dari atas -jauh dari cara pandang biasa. 

Ada beragam metode yang diajarkan. Masing-masing berciri khas, sesuai dengan karakter dan latar belakang Gurunya. Beberapa dari mereka menjelaskan dari sisi sains, beberapa yang lain membabar dari kitab-kitab. Semua unik dan luar biasa. Para murid pun bermacam-macam, namun kami semua sadar bahwa pada akhirnya kami hanya punya satu tujuan yang sama: kembali kepada Sang Maha. 

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Kebangkitan


Siang ini udara panas, sekaligus lembap. Mungkin para Mega sedang menahan diri melimpahkan air -menunggu sang Surya memberi kode untuk dihalangi sinarnya, walaupun bebannya sudah berat. Jaka dan Rara menyejukkan dirin di teras depan, sambil minum jus campuran buatan sendiri.

"Wedaran kemarin bareng mas Guru, pesertanya tambah banyak," Rara melaporkan tentang kajian yang sering diikutinya.

"Oya?" Jaka menyeruput jusnya, mendinginkan tenggorokan. "Aku belum sempat ikutan..."

"Kamunya sibuk terus..." protes Rara acuh tak acuh. Suaminya itu sering sekali bertugas di luar kota dan pulau, membuatnya terkadang harus ikutan ini dan itunya sendiri.

Jaka tersenyum dan segera memeluk sang istri -daripada diprotes lagi. "Nah, sadarkah, bahwa mas Gurumu itu magnetnya begitu kuat?" tanyanya.

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Raga


Siang tadi Rara pergi ke sebuah tempat spa. Sudah lama ia tidak menghabiskan waktu dengan memanjakan diri seperti itu. Jaka mengantarnya pergi, lalu ditinggalnya sang istri di sana untuk ber-me time. Ia sendiri memilih menghabiskan waktu di perpustakaan kota. Ada beberapa buku yang ingin dibacanya.

"Di mana, sayang?" Rara mengirimkan pesan singkat.

"Di perpus sebelah," Jaka menjawab -15 menit kemudian. Gedung perpustakaannya memang berdekatan dengan salon dan spa-nya Rara. 

"Oooh, kirain main ke mana..." Rara membalas. "Duh, enak bangeeet... Udah lama ngga dipijat dan dilulur beginiii..." lanjutnya kegirangan.

"Dipijat juga kok, sama aku..." ketik Jaka singkat.

Rabu, 19 Desember 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Saksi


Seharian ini, Jaka dan Rara di rumah saja. Menghabiskan waktu dengan cuddling, membaca, mainan game online, nonton tv, dan makan. Walau hanya di kamar, tapi keduanya sama sekali tidak bosan. Jendela besar yang menghadap ke taman membuat segar penglihatan. Apalagi, cuacanya juga sedang mendung terus, menambah sejuk suasana.

"Sedang apa, dinda sayang?" tanya Jaka sambil meletakkan buku bacaannya.

Rara sedang memandang ke arah taman, ponselnya masih tergenggam di tangan. "Sedang mellow..." jawabnya enggan.

"Loh, kok mellow?" Jaka beringsut dari duduknya, dan berbaring di sebelah Rara.

"Entah, aku selalu begitu kalau sedang mendung dan melihat pemandangan," suara Rara masih terdengar menggumam. "Kenapa ya?"

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Konfirmasi


Pagi ini mendung. Jaka tidak sedang ada pekerjaan di luar kota, dan Rara juga sedang term break di tempatnya mengajar. Tapi mereka tidak sedang ingin pergi ke mana-mana untuk menghabiskan waktu. Jadi keduanya hanya akan berada di rumah saja; membaca buku, mainan daring, dan nonton tv. Rara juga punya rencana memasak, mumpung suaminya di rumah dan ia bisa memanjakannya lewat makanan.

"Maunya sarapan apa?" tanyanya sambil menggeliat.

"Apa aja..." jawab yang ditanya sambil mengambil lagi istrinya ke dalam pelukan. "Jangan ke mana-mana dulu..." pintanya dengan suara malas.

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Berdansa


Jaka dan Rara sedang berada di taman dekat rumah. Keduanya baru saja selesai jogging dua putaran, dan ingin duduk-duduk sebentar di rerumputan untuk menghilangkan keringat. Sepasang kakek-nenek lewat di hadapan mereka, sambil tertawa dan bergandengan mesra.

"Duh..." Rara sulit memilih kata-kata berikutnya, jadi ia menyaksikannya saja dengan haru.

"Senang ya, lihat yang begitu serasinya..." Jaka menimpali.

"Iri aku..." kata Rara sambil mbrebes mili.

"Loh, kita kan juga begitu..." Jaka memeluknya -walaupun tau pasti sebentar lagi istrinya itu berurai air mata.

Minggu, 16 Desember 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Feminin dan Maskulin


Sejoli Jaka dan Rara masih bermalam mingguan di jalan Braga, salah satu tempat paling bersejarah dan asyik di Bandung. Mereka masih berusaha menghabiskan isi cangkir kopinya, sambil menyaksikan keramaian khas kota kembang yang perpaduan antara lucu dan seru.

"Jadi benar, bahwa laki-laki itu sulit sekali menyatakan rasa?" Rara menyisip cangkirnya.

Jaka sedang menyalakan batang rokok keduanya, jadi ia hanya mengangguk mengiyakan.

"Jadi, bagaimana mengekspresikannya? Katamu, jiwa tidak bergender, dan memiliki kedua kualitas dengan setara -maskulin dan feminin," Rara mencecarnya.

"Dengan tindakan," Jaka menjawab santai. Ia mengisap rokok dan mengepulkan asapnya lagi dengan nikmat.

Kamis, 13 Desember 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Dosa


Malam itu Jaka dan Rara baru saja keluar dari bioskop di sebuah mall. Sebuah film bertema penyihir baru saja disaksikan. Rara suka sekali serial Harry Potter, dan karenanya, film yang konon adalah cikal bakal kisah kesukaan itu harus ditonton. Jaka juga jadi ikutan suka -atau sebenarnya hanya supaya istrinya senang saja? Entahlah...

"Aku paling suka sama Dumbledore," Rara menggelayut manja pada Jaka sambil berjalan ke luar. "Selama yang kukenal, ia hanya kakek tua sakti yang berjenggot putih, ternyata seganteng Jude Law, hihihi."

Jaka ikut tertawa. Ia bukan tipe cemburuan, jadi kekaguman Rara hanya diresponnya dengan santai. "Aku tertarik pada kisah hidupnya. Katamu, dia menyimpan banyak rahasia di dunia persihiran, kan?"

Rabu, 12 Desember 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Selaras


Hari ini Jaka pulang dari kerjaanya di luar pulau. Ia meminta Rara menjemput, supaya bisa diajaknya sang istri itu nonton bioskop. Jadilah sore itu Rara sudah berdiri manis di depan pintu penjemputan di terminal kedatangan, menunggu suaminya yang katanya sedang berjalan keluar.

"Halo sayang..." suara Jaka terdengar dekat sekali di telinga Rara.

Ya ampun, laki-laki itu ternyata sudah ada di sampingnya, menyelinap diam-diam untuk mengagetkan. Jail!

Terkejut, Rara melonjak. "Nakal!" protesnya begitu sadar.

"Duh, jangan ngomong-ngomong nakal doong..." Jaka mengerang. "Banyak orang nih..."

Rara tertawa. "Lah emang mau ngapain?"

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Bergetar


Jaka dan Rara masih dalam perjalanan wisata mereka. Hari ini, keduanya baru saja mengunjungi candi Prambanan, dan sedang duduk-duduk mengistirahatkan kaki. Destinasi wisata itu sudah dikelola lebih baik, terutama mengenai penjualan cinderamata. Namun demikian, tetap ada saja satu-dua yang menghampiri mereka.

Rara melirik-lirik suaminya dengan pandangan bingung. Ia memang jenis yang tidak tegaan. Jaka membalas dengan tatapan tegas: tidak usah beli apa-apa. Tapi apa daya, hatinya melunak menjadi permakluman saat mendapatkan wajah sang istri berubah sedih.

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Makhluk Cahaya


Jaka dan Rara masih berwisata di daerah Jawa tengah. Borobudur dan Prambanan sudah mereka sambangi, dan kali ini, mereka sedang berada di Candi Ratu Boko, Sleman, Yogyakarta.

"Indahnyaa..." Rara berdiam diri sejenak untuk memanjakan mata dan paru-parunya, sesampainya di atas. Dari tempatnya berdiri, ia mungkin sudah berada di sekitar 200 meter di atas permukaan laut.

Jaka mengikuti. Ia berdiri di samping sang istri, untuk turut mengambil napas panjang dan dalam. Situs warisan Nusantara yang satu itu memang tinggi, dan karenanya sejuk sekali udaranya.

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Dua Air

Pantai Baron, Gunung Kidul, Jawa Tengah
pic from: jejakpiknik.com

Jaka dan Rara sudah beberapa hari ini berada di Jawa tengah. Mereka sudah mengunjungi beberapa Candi peninggalan kerajaan-kerajaan Nusantara, serta membeli beberapa barang sebagai tanda mata. Akhir minggu ini, keduanya berniat untuk menyambangi pantai-pantai di sekitaran Yogyakarta.

"Di mana ya, sungainya?" tanya Rara sesampainya di pantai Baron.

"Sungai apa?" Jaka balik bertanya. Ia terlalu sibuk mengendarai mobil sewaan mereka dengan medan ala Gunung Kidul yang menantang, sehingga tidak sempat browsing dulu tentang tujuan wisata mereka.

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Past, Present, Future


Jaka dan Rara sudah selesai berpelesir-ria di seputaran tengah Jawa. Saat ini, mereka sedang on their way pulang, naik kereta. Kereta api sekarang sudah begitu nyaman digunakan untuk bepergian jauh. Dua sejoli itu sangat menikmati perjalanan darat mereka dan puas memandangi alam yang ditawarkan sepanjang jalan.

"Aduh.." seru Rara tiba-tiba. "Aku lupa ngerjain laporan! Kita sampai jam berapa di Bandung, ya?"

"Sekitar subuh," jawab Jaka. "Bukannya udah?"

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Pilihan


Jaka dan Rara sedang berada di kereta, dalam perjalanan mereka pulang, sehabis berpelesiran. Saat itu menjelang subuh, pemandangan di luar sudah tidak kelihatan. Rara sudah selesai membereskan selimutnya, sebentar lagi sampai tujuan. Jaka juga sudah bangun, ia sedang menggeliat membebaskan kekakuan.

"Pagi, sayang..." ia mengedipkan sebelah mata ke Rara. Dikecupnya kekasih hati itu dengan lembut.

Rara membalas kecupannya dan segera berbenah barang bawaan.

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Ritual


Hari ini, Jaka sudah berada di luar pulau lagi untuk menjalankan tugas. Rara tidak ikut, dan sedang sibuk dengan kerjaannya sendiri. Sedari pagi sejak Jaka berangkat, mereka sama sekali belum bertegur sapa, dan Rara sudah rindu sekali pada sang suami.

"Sombong..." begitu ketiknya di whatsapp.

Jaka membalasnya segera dengan tiga buah emoticon nyengir. "Maaf lupa ngabarin, yaa...", sambungnya.

Kamis, 06 Desember 2018

Fiksi Rara & Jaka, Tentang Sumpah


Jaka dan Rara sedang berada di tengah pulau Jawa, untuk melakukan perjalanan wisata. Mereka baru saja turun dari candi Borobudur, dan beristirahat sejenak sambil minum es kelapa muda. Dari warung tempat mereka berteduh dari teriknya matahari, Borobudur terlihat megah, memesona, sekaligus memancarkan aura mistis yang -somehow- indah, walau sulit terdeteksi oleh indera ragawi.

"Kamu merasakannya, kah, Ra?" Jaka bertanya. Beberapa detik sudah berlalu setelah kelapa mudanya diantarkan, dan ia masih terkesima memandang sang mahakarya di hadapannya.

Rara menyeruput es kelapanya dengan nikmat. "Tidak. tapi aku tau apa yang kamu maksud." jawabnya. Jaka memang sangat peka dengan hal-hal di luar indera.

Jaka tersenyum. Dikecupnya kepala sang istri dengan penuh sayang.

Fiksi Rara & Jaka, Tentang Nafsu dan Panggilan Murni


Jaka dan Rara sedang bepergian lagi. Tapi kali ini bukan dalam rangka pekerjaan, melainkan pelesiran. Jaka ingin mengajak istrinya berwisata spiritual, maka Jawa Tengah adalah tujuan mereka. Berbagai candi akan dikunjungi, untuk menapaktilasi maha-mahakarya peninggalan berbagai Wangsa di Nusantara, sekaligus turut merasakan energinya yang luar biasa.

"Kamu tau kan, Ra, siapa yang membangun Borobudur?" Jaka bertanya. Mereka sedang menaiki teras kedua, dan Rara sudah banyak sekali mengambil gambar sejak menapaki teras pertama.

"Ya, Syailendra, pada sekitar abad 8," Rara menyipitkan sebelah mata, meneropong-neropong jarak dengan memutar-mutar lensa DSLRnya.

"Wah, istriku pintar..." Jaka memujinya.

Senin, 03 Desember 2018

Fiksi Jaka & Rara, Tentang Tantra


Malam Minggu, dan malam terakhir Jaka dan Rara di sebuah pulau, jauh dari rumah. Jaka sudah menyelesaikan pekerjaannya, dan besok bisa pulang. Jadi malam itu mereka habiskan separuhnya di tepi pantai saja. Mendengarkan deru ombak yang berkejaran, di sela-sela heningnya sang Lautan dalam. Keduanya senyap, pemandangan itu menghipnotis mereka...

"Indah, ya?" Jaka terkagum-kagum.

Rara tidak menjawab, ia sedang begitu terkesima.

"Ra.. Balik, yuk.." Jaka bicara lagi. Berlama-lama dalam keadaan seromantis itu membuat pikirannya lari ke arah yang lebih erotis.

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Dialog Dengan Semesta


Jaka dan Rara sedang berada di bandara, hendak kembali ke kotanya, setelah menyelesaikan sebuah pekerjaan di luar pulau. Mereka sudah melakukan check-in, dan saat ini tinggal menunggu saja di ruang boarding.

"Duh..." Rara mengeluh sambil melongok-longok ke dalam tasnya.

"Kenapa?" tanya Jaka. Ia sendiri sudah asyik dengan mainan daringnya.

"Harusnya tadi aku pembalut, euy..." Rara merogoh-rogoh tasnya lagi. "I should have listened to it, tsk!" ia mendumel.

"Listen to what?" sang suami acuh tak acuh. Sudah sering kali ia mengalami ini. Mengalami Rara yang mengomeli dirinya sendiri.

Minggu, 02 Desember 2018

Diskusi dengan FMB9: Membangun Indonesia, Menyejahterakan Jawa Barat


Sadarkah, bahwa sebagai pelaku dunia maya, kita turut memahat dunia? Sadarkah, bahwa jari-jari kita, ikut mengukir sejarah perekonomian internasional? Sadarkah? Ya, wahai Facebookers, Instagramers, Twitters, Bloggers, dan para Users serentetan aplikasi apapun itu yang ada di internet, kita adalah pelukis ada kanvas nan megah di jagad maya.

Hal itu dikemukakan oleh ibu Rosarita Niken Widiastuti, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementrian Komunikasi Informatika Republik Indonesia, hari Kamis, tanggal 29 Nopember 2018 lalu. 

Jumat, 30 November 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Ibu Bumi


Jaka dan Rara masih berada di luar pulau. Jaka sedang mendapat panggilan kerjaan di sana, dan Rara menemani. Mereka menginap di sebuah tempat di tepi pantai, tapi sore itu, keduanya sedang berkendara di kaki bukit, setelah berbagai urusan diselesaikan Jaka bersama kliennya. Tidak sampai sepuluh menit setelah berpamitan, sesuatu terjadi pada mobil sewaan mereka. Bannya bocor.

"Wah, kayaknya harus nunggu tukang tambal ban, nih," lapor Jaka setelah memeriksa keadaan. Memang tidak mungkin lagi berkendara menuruni gunung dengan ban yang kempesnya sampai menempel pada velgnya.

"Tukang tambalnya di mana?" Rara memanjangkan leher. Tidak ada sesiapapun di bukit itu, kecuali mereka berdua, dan rumah si klien yang berada nun jauh di atas.

"Ya di bawah..." Jaka mengambil telepon genggamnya. "Aku telepon Bliman dulu, bisa ngga ya, dia ke sini bawa ban serep..."

Kamis, 29 November 2018

I am YOU ~ A Poem



Hey, YOU

Were You the one who wondered, what it was like to be Me?
Did You wonder, what it felt to be Me?
Did you?

But why?

Rabu, 28 November 2018

To Be YOU ~ A Poem



Hey, You.

What is it like to be You?
I wonder, oh yes I wonder,
what does it feel to be You

Does it feel strange,
when the wind sweeps thru'?
and Your whole body shivers in delight?

Selasa, 27 November 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Pengalaman


Sore itu masih terang, Jaka baru saja pulang dari perjalanan ke luar kota, dan Rara sedang tidak ada jadwal mengajar. Bosan di dalam ruangan dan enggan pergi-pergi, Jaka mengajak istrinya untuk berjalan di taman saja.

"Apa yang kamu rasakan, Ra?" Jaka bertanya sambil menggandeng tangan Rara.

"Nyaman..." yang ditanya menjawab dengan senyuman manis. Siapa yang tidak merasa nyaman bila digenggam erat namun lembut oleh kekasih hatinya?

Jaka membalas senyumannya. Hatinya pun hangat. Rara selalu bisa membuatnya begitu. Tapi ia sedang ingin berbagi pengetahuan, jadi dilepaskannya sejenak keinginan untuk memesrai sang istri tercinta.

"Kalau melihat pohon-pohon, burung, langit... juga mendengar semua suara yang ada sekarang ini, bagaimana rasanya?" , tanyanya lagi.

"Indah... hatiku jadi berbunga-bunga..." Rara juga menjawab lagi.

"Nikmati baik-baik, ya," Jaka menjawil dagu sang kekasih hati. "Kita hidup untuk mengalami, untuk belajar..."

"Nah, mulai lagi deh bikin bingung orang..." Rara komplain. Ia mendahului suaminya duduk di salah satu bangku taman. Di bawah pohon yang paling rindang.

Matahari semakin bergulir ke barat, sehingga teriknya nyaris tak bersisa. Suasana jadi tambah sejuk, apalagi angin musim hujan juga mulai meniu-niup. Rara menggigil sedikit.

Jaka duduk di samping kekasihnya itu, memeluknya agar terlindung dari terpaan angin.

"Seumur-umur, hidup adalah proses penciptaan," Jaka memulai penjelasannya. "Kita bebas berkehendak, dengan hak free will kita, untuk mencipta apa saja sesuai dengan pikir, ucap dan laku kita sendiri. Apa saja itulah yang menjadi pengalaman kita hidup di dunia."

"Dan, semua pengalaman itu untuk belajar?" Rara bingung.

"Ya, untuk belajar. Pengalaman A akan membawa pada pengalaman B, pengalaman menyakiti akan membawa pada pengalaman disakiti, dan seterusnya. Supaya banyak yang dialami kemudian dipelajari."

"Dan semua itu hanya untuk dapat mengalami??" Rara bingung lagi.

"Iya. Pengalaman yang dialami sesadar-sadarnya. Kita memang di dunia hanya untuk mengalami," sang suami menegaskan. "Mengalami yang bukan secara tidak sadar, menurut aturan orang lain atau, bahkan hanya mengikuti doktrinan. Pengalaman yang menjadi pembelajaran bagi jiwa."

Rara mengangguk-angguk tanda mengerti, tapi ia juga ingin menegaskan sesuatu, "Bukan mengikuti aturan atau doktrinan, maksudnya agar kita tidak berlaku berdasar ketakutan, ya?"

Jaka tersenyum. Kekasih hatinya itu mulai paham. "Yup. Kita bergerak dari rasa takut menuju cinta tanpa syarat."

"Agar pengalaman ini indah?" kembali Rara ingin menegaskan.

"Ya, pengalaman yang berlandas cinta itu pasti indah, bukan?" suaminya menjawab. Betapa inginnya ia mencium sang kekasih hati, tapi segera disadarinya di mana mereka sedang berada.

"Dan kesadaran membawa kita pada pikir, ucap dan laku yang selaras dengan tarian semesta?" kali itu Rara bertanya untuk dirinya sendiri.

Jaka tersenyum lagi. Dikecupnya kepala istri tercinta sambil membisikkan sesuatu,

"Biar semakin sadar, yuk, meditasi bareng lagi... di ranjang..."

...dan Rara hanya bisa tersipu mendengarnya.

********

Senin, 26 November 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Viveka


Di suatu malam yang gerah, walaupun Bandung sedang mengalami musim hujan, Rara menonton televisi sambil bergelung nyaman di pelukan Jaka. Jendela yang terbuka mengantarkan angin malam yang sepoi-sepoi bergerak ke seluruh ruangan, membuat suhu jadi sedikit lebih adem. Jaka sendiri, seperti biasa, asyik dengan gawainya. Entah apa yang dilakukannya kali itu; mengunduh sesuatu, atau bermain daring. Tiba-tiba,

"Ada yang aneh denganku..." Rara mengernyitkan kening, mencoba merasa dan menerka.

"Aneh kenapa?" Jaka bertanya. Sedetik kemudian kepekaannya beraksi, ia juga ikut merasakan keanehan yang dikatakan Rara. "Tadi abis apa?" tanyanya lagi dengan kalem.

Jumat, 23 November 2018

Gen Posting: Positive Thinking, "In Indonesia Kreatif" Era

"There are 12 types of Young People," said Mr. Andoko Darta, an Expert Staff of The Ministry of Communication and Information. 

He was there as one of the guess speakers, in "Flash Blogging, 4 Tahun Indonesia Kreatif" event, held by the Ministry. He then broke down the types into six only -because we were having Sholat Jumat, so he had to save some time.

1. The Creator

These are people who create things out of their gifted talents. Writers, Start Uppers, Choreographers, for examples. They make many things to be read, sold, enjoyed, admired.

Rabu, 21 November 2018

Fiksi Rara & Jaka, Tentang Perkataan Baik


Saat itu sudah menjelang siang. Rara sedang tidak enak badan, sepertinya virus flu telah mampir ke badannya. Jaka tidak ada di rumah, sedang meneruskan pekerjaannya di luar kota. Jadi, diteleponnya saja sang suami itu, sekalian melepas rindu dan bermanja.

"Aku mau sakit nih..." Rara merajuk.

"Loh, sakit kok mau? Jangan mau dong," Jaka menyahut.

Jumat, 16 November 2018

[Fiksi] Jaka & Rara; Tentang Cinta


Hari Jumat itu, hati Rara rasanya sedang berbunga-bunga. Bibirnya tak lepas dari senyuman, bahkan terkadang, bait-bait lagu meluncur darinya. Something must have gotten into her -something intoxicating. Jaka memandangnya dengan penuh sayang.

"Selamat padi, Dinda...", sapanya.

"Pagi..." yang disapa menjawab. "Aku lagi jatuh cinta." Rara menambahkan.

"Oya? Sama siapa?" tanya Jaka. Meskipun demikian, tidak ada nada keingintahuan dalam suaranya. Biasa saja, sebiasa ia bermalasan di ranjang pagi hari itu, sebelum memulai hari.

"Sama kakandanya..." Rara terkikik geli. Ia memang bersyukur sekali memiliki Jaka sebagai pendampingnya. "I'm in love with my undercover Angel."

Rabu, 14 November 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Merindu


Siang ini mendung lagi, membuat hari jadi terasa gloomy and syahdu. Rara dan Jaka baru saja menikmati santap siang bersama, dan memutuskan untuk bersantai sejenak di taman. Kota Kembang ini punya banyak taman, semuanya membuat bumi Parahyangan semakin sejuk. Rara berhenti berjalan dan duduk di sebuah bangku, sementara Jaka membeli sekotak kue balok dulu untuk menemani istirahat siang.

Baru saja dua detik Rara duduk dan memandang sekitar, "Oh my God...", gumamnya terkesima. Pepohonan belum pernah terlihat sedemikian cantik di matanya, sampai dengan saat itu.

"Kenapa..?" Jaka duduk di sampingnya. Diletakkannya kotak kue agar tangannya bisa merangkul sang kekasih hati.

Senin, 12 November 2018

Fiksi [17++] Rara & Jaka, Tentang Wanita


Pagi itu masih diselimuti hujan sisa semalam. Rara juga masih berselimutkan tangan suaminya yang melingkari pinggangnya. Pandangannya menyapu jendela yang tirainya sedikit terbuka, menyajikan gambaran pohon pinus yang daun-daun jarumnya turut meneteskan air hujan.

"Pagi, Dinda..." Jaka menyapa istrinya tercinta. Dikecupnya kepala sang kekasih hati itu dengan penuh sayang.

"Pagi..." Rara bergeming, lebih memilih untuk memanjakan matanya dengan bumi yang basah di luar jendela, ketimbang melihat suaminya.

Kamis, 08 November 2018

Fiksi Rara & Jaka, Tentang Memayu


Malam itu, Rara sedang bergulat dengan deadline. Dia memang cenderung suka bekerja dalam keadaan under pressure, karena menurutnya jika dikerjakan jauh sebelum tenggat waktu, rasanya kurang greget. Jaka menemaninya bekerja sambil main online game.

"Kamu sudah tau kan, Ra, bahwa kita semua punya misi hidup?" tanya Jaka dengan mata tetap tertuju pada mainannya.

"Hmm.." Rara menjawab dengan gumaman. "Sebentar lagi selesai, give me five minutes yaa."

Rabu, 07 November 2018

Fiksi Rara & Jaka; Tentang Memiliki dan Melayani


Rara sedang uring-uringan, segala sesuatu yang dikerjakan hari itu rasanya serba salah. Ia sampai harus duduk diam dulu, menenangkan dirinya yang gelisah tanpa sebab. Segera, dibukanya aplikasi pesan singkat untuk mengabari sang kekasih yang sedang berada nun jauh di sana.

"Ada yang aneh sama aku..." katanya to the point. "Aku lagi resah ngga jelas ini... Kenapa ya?"

"Aku juga..." Jaka membalas. Sepertinya ia tau akar permasalahannya -bukan sekali ini saja ia mengalami ini. "Something not good is about to happen, kayaknya, Ra. Banyak berdoa, ya..."

Kamis, 01 November 2018

Fiksi Rara & Jaka, Tentang Hukum Alam


Suatu siang yang berhawa dingin, di kantin dekat kantor, Rara dan Jaka sedang menikmati sekoteng hangat sebagai pencuci mulut. Rinai hujan turut menemani perjalanan kehidupan mereka, membuat Vasana tentang kisah kasih mereka.

"Jadi, apa itu hukum alam?" Rara menyuapi kekasih hatinya sesendok minuman beraroma jahe itu.

Jaka memang sengaja memesan satu porsi saja sekoteng. Ia ingin menikmati limpahan sayang sang istri tercinta dengan disuapi.

Rabu, 31 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka, Tentang Jejak Karma




Pagi itu syahdu, dengan rintik yang tersisa dari lebatnya hujan sejak semalam...

"Mmmh...," Rara meregangkan ototnya, sebagai reaksi normal tubuh atas diam yang berjam-jam selama tidur.

"Mmmh jugaa...,", Jaka merengkuh Rara ke dalam pelukan. Udara dingin memang membuat enggan beranjak dari tempat tidur.

"Hari ini ada pemilihan Writer of the Month lagi. And guess who she is?" Rara bertanya sambil meringkuk manja dalam dekapan suaminya.

"Kamu...," yang ditanya menjawab malas.

Selasa, 30 Oktober 2018

Fiksi Rara & Jaka, Tentang Maha Mudra



Di suatu sore..

Jaka menjemput Rara di kantornya. Sore itu sangat menyenangkan. Langit biru cerah, berhias bola bundar berwarna kuning terang yang masih gagah mengangkasa, walaupun mulai redup dan menghangat. Larik-larik sinarnya bermain-main menembus dedauan di sepanjang jalan Cipaganti yang rindang.

Hari itu menjelang anniversary mereka. Tapi Jaka membawa Rara tidak dalam rangka itu, karena laki-laki itu bisa jadi lupa sama sekali tentang hari jadi mereka. Jaka hanya ingin menikmati jagung bakar lima rasa khas Lembang ditemani Rara. Bukan untuk alasan romantis -sungguh bukan tipe Jaka- tapi menghabiskan waktu bersama kekasihnya selalu ia butuhkan setelah rutinitas yang penat seharian.

"Hihihi..." Rara tiba-tiba terkikik sendiri.

"Belum juga aku ngajak guyon, kamu udah cekikikan," Jaka ikut tertawa.

"Aku ingat kiriman tulisan dari temanku, tentang Maha Mudra," jawab Rara masih geli sendiri.

Jaka menghentikan mobilnya karena lampu merah dan melirik istrinya. "Widih, keren. Gimana tuh?"

"Ck, you know it already," Rara memonyongkan bibir. "Suka gitu deh, nanya cuma buat ngetes aku doang..."

"Hahaha, bukannya kamu yang suka asyik-asyikan ngetes aku? Nanyain aku sayang apa ngga, kangen apa ngga, sampai nanya which lingerie do I prefer you to wear on..." Jaka menggelengkan kepala, "Aku di luar kota, dan lagi mau presentasi waktu kamu tanya-tanya soal lingerie, Ra!"

"Ya bagus dong, biar makin semangat," Rara tergelak mendengarnya. Suka sekali ia membuat sang kekasih itu "menderita".

"Oya, pasti semangat. Tunggu nanti malam, ya!" Jaka menjawil pipi Rara sebelum kembali menjalankan mobil.

Yang dijawil hanya bisa tersipu, lalu buru-buru membuka aplikasi whatsapp-nya, mencari tulisan temannya tentang Maha Mudra.

"As you know, Mudra itu kan gestures, gerakan-gerakan tubuh. Bisa face gestures, hand gestures, dan tentu saja, body gestures. Selama belajar Hasta (hand) Mudra, aku ngga ngeh kalau ternyata sexual intercourse pun adalah bermudra."

"Ya... Lalu?" Jaka beretorika.

"Lalu..." Rara mengerutkan keningnya -mengerutkan kening juga adalah gerakan Mudra- bingung bagaimana mau menerangkan. "Ya pokoknya puncaknya adalah Maha Mudra." Setelah itu, ia memutuskan untuk membacakan saja isi whatsapp-nya.
"When two lovers are in deep sexual orgasm,

they melt into each other;
Then the woman is no longer the woman, the man is no longer the man.
They become just like the circle of yin and yang,
reaching into each other, meeting in each other, melting,
their own identities forgotten.
That's why love is so beautiful.
This state is called mudra this state of deep, orgasmic intercourse is called mudra.
And the final state of orgasm with the whole is called Maha Mudra,
the great orgasm..." ~ Osho
"Ya... Tapi ngga mudah untuk mencapai Maha Mudra sekarang-sekarang ini," Jaka tersenyum.

"Kenapa?" Rara menatapnya.

"Untuk mencapai state tersebut, ke tujuh chakra pasangan yang bercinta itu harus sama-sama selaras dan harmoni. Jika terjadi, maka penyatuan sempurna dirasakan. Dua tubuh yang menyatu, melebur dalam satu jiwa, seakan tidak ada sehelai tipis layar pun yang memisahkan mereka."

"Wow... Seindah itukah..?" Rara terpesona.

"Ya. Sang pria hilang egonya, sang wanita pun hilang identitasnya. Saling menggapai, serasi dalam setiap gerak, selaras dengan energi alam, harmonis dalam penyatuan, mencapai Maha Mudra -orgasme bercinta yang pada puncaknya."

Rara diam saja, kehilangan kata-kata.

Jaka tersenyum lagi melihat istrinya. "Itulah cinta, dindaku sayang. Tidak perlu lagi meditasi, bercinta itu sudah meditasi yang membawa pada orgasme spiritual tertinggi."

"Betapa indahnya cinta sebenarnya, ya? Cinta yang tanpa ego, tanpa cemburu, tanpa rasa mengikat, tanpa pamrih, hingga saat bercinta pun bisa luruh seutuhnya. Bisakah kita mencapainya?" Jantung Rara berdegup saat mengatakannya, luruh dalam emosinya sendiri.

"Konon, hanya Krishna dan Radha yang mencapainya. Juga Shiva dan Shakti. Mungkin juga kita berdua... Mau?" Jaka menoleh, meringis nakal menggoda sang kekasih hati.

Rara memekik dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan, tidak bisa berkata apa-apa.

"Kenapa? Kamu menggodaku kemarin dengan lingerie-mu itu, kan? Tanggung jawab, dong," Jaka melancarkan kembali serangannya. "Aku jadi sampai bermimpi loh.."

"Mimpi apa?" Rara menurunkan tangannya dari wajah.

"Menggerayangimu..."

Saat itu sudah lampu merah lagi. Jaka menghentikan mobilnya dan menarik rem tangan. Setelah itu ia memandangi Rara dengan penuh cinta, sampai hasrat membawanya untuk memajukan wajah dan mencari bibir istrinya...

********

Baca Fiksi Rara & Jaka yang lain juga yaa, terima kasih :)